a)
Meminpin, memelihara dan membimbing keluargaserta
menjaga dan bertanggung jawab atas kesejahteraann dan keselamata keluarganya.
b)
Member nafkah lahir dan bathin sesuai dengan
kemampuannya
c)
Membantu tugas-tugas istri
d)
Member kebebasan berfikir dan berpendapat serta
bertindak sesuai ajaran Islam.
e)
Memberikan rasa aman terhadap keluarga.
Kewajiban istri atau hak suami
a)
Melayani suami lahir dan batin dengan penuh tanggung
jawab
b)
Mengatur dan menata suasan rumah tangga dengan baik
c)
Merawat dan memelihara anak-anak serta menididknya
d)
Menghormati suami dan menghargai pemberian suami
walaupun sedikit
e)
Bersikap lemah lembut terhadap suami.
Kewajiban suami atas
istrinya adalah memberinya nafkah lahir dan batin. Sedangkan istri kepada suami
menurut pendapat para fuqaha hanya sebatas memberikan pelayanan secara seksual.
Sedangkan memasak, mencuci pakaian, menata mengatur dan membersihkan rumah,
pada dasarnya adalah kewajiban suami, bukan kewajiban seorang istri.
Dalam syariah Islam yang
berkewajiban memasak dan mencuci baju memang bukan istri, tapi suami. Karena
semua itu bagian dari nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri. Sebagaimana
firman Allah SWT :
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa' : 34)
Pendapat
5 Mazhab Fiqih
Namun apa yang saya
sampaikan itu tidak lain merupakan kesimpulan dari para ulama besar, levelnya
sampai mujtahid mutlak. Dan kalau kita telusuri dalam kitab-kitab fiqih mereka,
sangat menarik.
Ternyata 4 mazhab besar
plus satu mazhab lagi yaitu mazhab Dzahihiri semua sepakat mengatakan bahwa
para istri pada hakikatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya.
1.
Mazhab al-Hanafi
Al-Imam Al-Kasani dalam
kitab Al-Badai' menyebutkan : Seandainya suami pulang bawa bahan pangan yang
masih harus dimasak dan diolah, lalu istrinya enggan unutk memasak dan
mengolahnya, maka istri itu tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk
pulang membaca makanan yang siap santap.
Di dalam kitab Al-Fatawa
Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah disebutkan : Seandainya seorang istri
berkata,"Saya tidak mau masak dan membuat roti", maka istri itu tidak
boleh dipaksa untuk melakukannya. Dan suami harus memberinya makanan siap
santan, atau menyediakan pembantu untuk memasak makanan.
2.
Mazhab Maliki
Di dalam kitab
Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan : wajib atas suami berkhidmat
(melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rejeki sementara istrinya
punya kemampuan untuk berkhidmat, namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat.
Suami adalah pihak yang wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami untuk
menyediakan pembantu buat istrinya.
3.
Mazhab As-Syafi'i
Di dalam kitab Al-Majmu'
Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah, ada disebutkan :
Tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan
bentuk khidmat lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah
kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta'),
sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.
4.
Mazhab Hanabilah
Seorang istri tidak
diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan
makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah,
menimba air di sumur. Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Karena
aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain
tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen
tanamannya.
5.
Mazhab Az-Zhahiri
Dalam mazhab yang
dipelopori oleh Daud Adz-Dzahiri ini, kita juga menemukan pendapat para
ulamanya yang tegas menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi istri untuk mengadoni,
membuat roti, memasak dan khidmat lain yang sejenisnya, walau pun suaminya anak
khalifah.
Suaminya itu tetap wajib
menyediakan orang yang bisa menyiapkan bagi istrinya makanan dan minuman yang
siap santap, baik untuk makan pagi maupun makan malam. Serta wajib menyediakan
pelayan (pembantu) yang bekerja menyapu dan menyiapkan tempat tidur.
Pendapat
Yang Berbeda
Namun kalau kita baca
kitab Fiqih Kontemporer Dr. Yusuf Al-Qaradawi, beliau agak kurang setuju dengan
pendapat jumhur ulama ini. Beliau cenderung tetap mengatakan bahwa wanita wajib
berkihdmat di luar urusan seks kepada suaminya.
Dalam pandangan beliau, wanita wajib
memasak, menyapu, mengepel dan membersihkan rumah. Karena semua itu adalah imbal
balik dari nafkah yang diberikan suami kepada mereka.
Kita bisa mafhum dengan
pendapat Syeikh yang tinggal di Doha Qatar ini, namun satu hal yang juga jangan
dilupakan, beliau tetap mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya, di
luar urusan kepentingan rumah tangga.
Jadi para istri harus
digaji dengan nilai yang pasti oleh suaminya. Karena Allah SWT berfirman bahwa
suami itu memberi nafkah kepada istrinya. Dan memberi nafkah itu artinya bukan
sekedar membiayai keperluan rumah tangga, tapi lebih dari itu, para suami harus
'menggaji' para istri. Dan uang gaji itu harus di luar semua biaya kebutuhan
rumah tangga.
Yang sering kali terjadi
memang aneh, suami menyerahkan gajinya kepada istri, lalu semua kewajiban suami
harus dibayarkan istri dari gaji itu. Kalau masih ada sisanya, tetap saja itu bukan
lantas jadi hak istri. Dan lebih celaka, kalau kurang, istri yang harus
berpikir tujuh keliling untuk mengatasinya.
Jadi pendapat Syeikh Al-Qaradawi itu bisa saja kita
terima, asalkan istri juga harus dapat 'jatah gaji' yang pasti dari suami, di
luar urusan kebutuhan rumah tangga.
1 comment:
Thank you for nice information. Please visit our web:
Kampus Favorit
Kampus Favorit
Post a Comment