-->
1.
Definisi Harta (Al-Mal)
Harta di dalam
bahasa Arab disebut al-mal atau jamaknya al-amwal (Munawir, 1984). Harta (al-mal) menurut kamus Al-Muhith tulisan Al
Fairuz Abadi, adalah ma malaktahu min kulli syai (segala sesuatu
yang engkau punyai). Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala
sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum
Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian
(An-Nabhani, 1990).
Di dalam Al Quran, kata al mal dengan berbagai bentuknya disebut 87
kali yang terdapat dalam 79 ayat dalam 38 surat. Berdasarkan pengertian
tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan
sehari-hari (duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan,
perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian
termasuk dalam katagori al
amwal. Islam
sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar
anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia.
Dilihat
dari kacamata istilah fiqh ulama berbeda pendapat tentang definisi al-mal, perbedaan itu muncul dari makna
atau substansi yang dihadirkan dalam definisi. Perbedaan pandangan tersebut
dapat dikategorikan dalam dua pendapat :
A.
Pendapat
Hanafiyah
Menurut
Hanafiyah, al-mal adalah segala
sesuatu yang mungkin untuk dimiliki, disimpan (dipelihara) dan dimanfaatkan.. Pendapat
ini mensyaratkan dua unsur yang harus terdapat dalam al-mal :
§ Harta itu
dimungkinkan untuk dimiliki atau dipelihara.:
ilmu, kesehatan, kekuasaan, wibawa, disimpan, cahaya matahari dan rembulan.
§ Secara lumrah,
dimungkinkan untuk diambil manfaatnya. Manfaat yang ada pada sesuatu itu
haruslah merupakan manfaat yang secara umum dapat diterima mansyarakat.
B.
Pendapat
Mayoritas Ulama Fiqh
Menurut
mayoritas ulama fiqh, Harta adalah segala sesuatu yang memiliki nilai dan
diwajibkan ganti rugi atas orang yang merusak atau melenyapkannya (Jumhur ulama
selain Hanafiyah). Lebih lanjut Imam Syafi’I mengatakan, harta dikhususkan pada
sesuatu yang bernilai dan bisa diperjual belikan dan memiliki konsekuensi bagi
yang merusaknya.
2.
Kedudukan Harta
Dan Fungsinya
Harta mempunyai
kedudukan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Harta (uang) lah yang
dapat menunjang segala kegiatan manusia, termasuk untuk memenuhi kebutuhan
pokok manusia (papan, sandang, pangan). Harta adalah termasuk ke dalam lima
kebutuhan pokok manusia, yaitu memelihara agama, jiwa akal, kehormatan
(keturunan) dan harta.
Kebebasan
seseorang untuk memiliki dan memanfaatkan hartanya adalah sebatas yang
dibenarkan oleh Syara’. Disamping untuk kepentingan pribadi, juga harus ada
melimpah kepada pihak lain, seperti menunaikan zakat, memberikan infaq dan
sedekah untuk kepentingan umum dan untuk orang-orang yang memerlukan bantuan
seperti fakir-miskin dan anak yatim.
3.
Pembagian Harta
A.
Mutaqawwin dan
Ghair Mutaqawwin
Menurut Wahbah
Zuhaili, al-mal al mutaqawwim adalah
harta yang dicapai/diperoleh manusia dengan sebuah upaya, dan diperbolehkan
oleh syara’ untuk memanfaatkannya, seperti makanan, pakaian, kebun apel dan
lainnya. Al-mal ghair al-mutaqawwin adalah
harta yang belum diraih/dicapai dengan suatu usaha, maksudnya harta tersebut
belum sepenuhnya berada dalam genggaman kepemilikan manusia, seperti mutiara di
dasar lautan, minyak diperut bumi dan lainnya.
Atau harta tersebut tidak diperbolehkan
syara’ untuk dimanfaatkan, kecuali dalam kondisi darurat, seperti minuman
keras, bagi seorang muslim
B. Iqar dan Manqul
Menurut
Hanafiyah, manqul adalah harta yang
memungkinkan untuk dipindah, ditransfer dari satu tempat ke tempat lain, baik
bentuk fisiknya berubah atau tidak, dengan adanya perpindahan tersebut.
Misalnya uang, harta perdagangan, hewan ataupun komoditas lain yang dapat ditimbang
atau diukur.
Sedangkan ‘iqar adalah sebaliknya, harta yang tidak
bisa dipindah dari satu tempat ke tempat lainnya, seperti tanah dan bangunan.
Namun demikian, tanaman, bangunan atau apapun yang terdapat diatas tanah, tidak
bisa dikatakan sebagai ‘iqar kecuali
ia tetap mengikuti/bersatu dengan tanahnya.
Dalam
perkembangannya, harta manqul dapat
berubah menjadi ‘iqar, dan begitu
juga sebaliknya.
C.
Mitsli dan qimi
Al-mal
al-mitsli adalah
harta yang terdapat padanannya di pasaran, tanpa adanya perbedaan atas bentuk
fisik atau bagian-bagiannya, atau satuannya. Harta mitsli dapat dikategorikan menjadi 4 bagian:
·
Al-makilaat (sesuatu yang
dapat ditakar) seperti: gandum, terigu, beras
·
Al-mauzunaat (sesuatu yang
dapat ditimbang) seperti: kapas, besi, tembaga
·
Al-‘adadiyaat (sesuatu yang
dapat dihitung dan memiliki kemiripan bentuk fisik) seperti: pisang, telor,
apel
·
Adz-dzira’iyaat (sesuatu yang
dapat diukur dan memiliki persamaan atas bagian-bagiannya) seperti: kain,
kertas, tapi jika terdapat perbedaan atas jus-nya
(bagian), maka dikategorikan sebagai harta qimi,
seperti tanah.
Al-mal al-qimi adalah harta yang tidak terdapat
padanannya dipasaran, atau terdapat padanannya, akan tetapi nilai tiap
satuannya berbeda, seperti domba, tanah, kayu, dan lainnya. Walaupun mungkin
sama jika dilihat dari fisik lainnya, akan tetapi setiap satu domba memiliki
nilai yang berbeda antara satu dan lainnya. Juga termasuk dalam harta qimi adalah durian, semangka yang
memiliki kualitas dan bentuk fisik yang berbeda.
D.
Istihlaki dan isti’mali
Al-mal
al-istihlaki
adalah harta yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan merusak bentuk
fisik harta tersebut, seperti aneka warna makanan dan minuman, kayu bakar, BBM,
uang, dan lainnya. Jika kita ingin memanfaatkan makanan dan minuman, maka kita
harus memakan dan meminumnya sampai bentuk fisiknya tidak kita jumpai, arti nya
barang tersebut tidak akan mendatangkan manfaat, kecuali dengan merusaknya. Intinya,
istihlaki adalah harta yang hanya
bisa di konsumsi untuk sekali saja.
Al-mal
al-isti’mali
adalah harta yang mungkin untuk bisa dimanfaatkan tanpa harus merusak bentuk
fisiknya, seperti perkebunan, rumah kontrakan, kendaraan, pakaian dan lainnya.
Berbeda dengan istihlaki, harta isti’mali bisa dipakai dan dikonsumsi
untuk beberapa kali.
4 Hal-hal yang
berhubungan dengan harta :
1.
Cara meraih harta
Islam
telah menggambarkan jalan yang suci dan lurus bagi umatnya guna memperoleh
harta yang halal dan baik. Dibawah ini disebutkan beberapa cara meraih harta
dalam islam:
· Meraih harta secara langsung dari hasil keringatnya
sendiri.
· Harta warisan
Ini
disebut meraih harta secara tidak langsung. Dalam artian si-penerima harta
tidaklah bersusah payah untuk mendapatkannya, karena itu adalah peninggalan
dari orang yang meninggal (ayah atau keluarga dekatnya
2. Hakikat Hak
Milik
Harta adalah fasilitas bagi Kehidupan Manusia
Allah Menganugrahkan Kepemilikan Harta kepada
Manusia.
3. Sikap Islam
terhadap harta.
Dalam memandang
dunia, Islam selalu bersikap tengah-tangah dan seimbang. seperti para sahabat
yang hidup berlimpah harta untuk kepentingan agama tanpa sedikitpun melupakan
kehidupan dunia dan akhiratnya. Diantara sahabat merupakan pedagang sukses dan
orang kaya seperti Ibnu Affan dan Ibnu Auf.
4. Harta adalah
Perhiasan Dunia.
Menurut Islam,
harta adalah sarana untuk memperoleh kebaikan dan dengan harta tercapailah
kemakmuran dunia dari segi materi, maka harta menurut Islam adalah perhiasan
kehidupan dunia dan pengokohannya seperti pilars.
5.
Harta merupakan sesuatu yang dibanggakan
Harta merupakan sesuatu yang dibanggakan oleh manusia, namun
Al Quran memandang orang yang membanggakan harta sebagai orang yang sombong dan
tidak terhormat.
6. Harta sebagai
Ujian dan Cobaan
Harta hanyalah
kenikmatan dari Allah sebagai fitnah atau ujian untuk hambaNya apakah dengan
harta tersebut mereka akan bersyukur atau akan menjadi kufur.
7. Harta sebagai
Penyangga Stabilitas Sosial
Harta merupakan
salah satu dari beberapa kekuatan suatu bangsa dan penopang kebangkitan dan
kemajuan. Namun, harta bisa membahayakan suatu bangsa dan rakyatnya, juga
membahayakan etika spiritual mereka, jika mereka menjadikannya suatu prioritas
dalam hidup ini.
8. Ekonomi yang Baik Sarana Mencapai Tujuan yang
Lebih Besar
Peran harta
dianggap sangat penting seperti untuk berjihad dengan memperjuangkan
kemaslahatan yang diperintahkan Allah, harta menopang manusia upaya untuk
bertahan dalam kondisi kehidupan yang wajar, dan harta dapat digunakan menjadi
bagian penjagaan kehidupan.
9. Manusia Mulia
Bukan Karena Harta Tetapi Karena Amalan-amalannya
Manusia
tidak mulia karena harta dan kekayaannya atau kedudukannya tetapi karena
hatinya bertaqwa kepada Allah dan takut kepada Nya.
10. Pengharaman
Menimbun Harta
Islam mengharamkan seseorang menimbun harta, Islam
mengancam mereka yang menimbuh dengan siksa yang sangat pedih kelak di hari
kiamat.
11. Zakat Harta
Zakat ini
dimaksudkan untuk membersihkan manusia dari kekikiran dan cinta yang
berlebih-lebihan kepada harta benda dan tamak dan dapat mensucikan yaitu
menanamkan sifat-sifat kebaikan dalam hati dan memperkembangkan harta benda
mereka sehingga mereka patut mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
12. Etika
Terhadap Harta
Pada dasarnya Al Quran maupun al Sunah telah memberikan
berbagai apresiasi untuk mendorong manusia agar berbuat dan berkreasi sesuai
dengan profesi dan potensi masing-masing untuk mendapatkan harta secara halal
serta mendistribusikan.
Al Quran memberikan orientasi melalui tata cara dalam
mencari materi yang harus dipatuhi oleh manusia. Tata cara tersebut di
antaranya adalah melarang manusia bertransaksi yang tidak legal baik dalam perspektif
yuridis maupun etis, penyempurnaan timbangan atau takaran dalam transaksi,
larangan bersistem raba, dan menekankan tanggung jawab.
Modal Pokok
A.
Pengertian Modal Pokok dalam Islam
Modal adalah
uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dsb,
selain itu juga berarti harta benda (uang, barang dsb) yang dapat dipergunakan
untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan.
Diantara tujuan
syariat Islam ialah menjaga dan mengembangkannya melalui jalur-jalur yang
syar’i, untuk merealisasikan fungsinya dalam kehidupan perekonomian serta
membantu memakmurkan bumi dan pengabdian kepada Allah SWT. Sumber-sumber hukum Islam telah mencukup kaidah-kaidah yang
mengatur pemeliharaan terhadap modal pokok (kapital).
v Prinsip-Prinsip
pada Modal Pokok yang terpenting diantaranya sebagai berikut.
1.
Tamwil dan Syumul (Mengandung Nilai dan Universal)
Modal
itu harus dapat memberikan nilai, yaitu mempunyai nilai tukar di pasar bebas.
2. Mutaqawwim (Bernilai)
Modal
itu harus bernilai, artinya dapat dimanfaatkan secara syar’i. Jadi, harta-harta
yang tidak mengandung nilai tidak termasuk dalam modal, seperti khamar, daging
babi, dan alat-alat perjudian.
3. Keselamatan dan Keutuhan Ra’sul-maal
(modal awal)
Jika
modal belum dipisahkan dan keuntungan telah dibagi, itu dianggap telah
mengembalikan modal kepada sipemilik saham. Hal inilah yang banyak menimbulkan
masalah dalam perusahaan-perusahaan.
Pendapat ahli tafsir dan ulama fiqih
tentang pemeliharaan modal (ra’sul-maal) hakiki :
1. Imam
ar-Razi berkata, “Yang diinginkan oleh seorang saudagar dari usahannya ialah
dua hal: keselamatan modal dan laba.”
2. Imam
an-Nasafi berkata, “Sesungguhnya tuntutan dagang itu ialah selamatnya modal dan
adanya laba.”
3. Ibnu
Qudamah berkata, “laba itu ialah hasil pemeliharaan terhadap modal.”
4. At-habari
berkata. “orang yang beruntung dalam perdagangannya ialah orang yang menukar
barang yang dimilikinya dengan suatu tukaran yang lebih berharga dari barangnya
semula.”
Di dalam Islam,
laba mempunyai pengertian khusus sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama-ulama
salaf dan khalaf. Dalam bahasa Arab, laba berarti pertumbuhan dalam dagang.
Dari pengertian laba secara bahasa atau menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, dan
pendapat ulama-ulama fiqih dapat kita simpulkan bahwa laba ialah pertambahan
pada modal pokok perdagangan atau dapat juga dikatakan sebagai tambahan nilai
yang timbul karena barter atau ekpedisi dagang.
B.
Uang dan
permasalahannya
Dalam ilmu
ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara
umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan
jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.
Permasalahan-permasalahan
uang dalam islam, diantaranya:
Status
penggunaan uang kertas, dalam islam berbagai pendapat menurut ulama-ulama fiqh
tentang kebolehan penggunaan uang kertas.
Islam menjadikan uang (harta) sebagai objek zakat, uang
adalah milik masyarakat, sehingga menimbun uang dibawah bantal atau dibiarkan
tidak produktif dilarang, karena hal itu mengurangi
jumlah uang yang beredar dimasyarakat.
Dalam ekonomi konvensional uang ‘seolah-olah’
dijadikan manusia sebagai, “tuhan”, Dimana masyarakat
memandang uang adalah segalanya, sebagai alat yang penting dan diletakkan
sebagai nomor satu. Manusia kian berpacu dalam mencari uang.
Kekayaan diukur dengan banyak sedikitnya uang, bahkan
kesenangan seolah-olah dilukiskan dengan memiliki uang.
Ari JaYaNti &
DiAnA PrAtAmA
KeLoMpOk 4
Fiqh II
No comments:
Post a Comment