Wellcome to Jeymind18

Saturday 11 May 2013

SIKAP GURU DAN PERILAKU SISWA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR



A.    Pengertian Sikap
Dalam mencari pemecahan terhadap permasalahan sebagaimana yang telah di kemukakan oleh penulis, maka selanjutnya penulis akan mengemukakan beberapa konsep teori yang relevansi dengan upaya untuk menyelesaikan sesuatu penelitian yang diangkat oleh penulis.
Secara historis istilah “sikap” (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan sebagai status mental seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap yang sering dikaitkan dengan konsep mengenai posisi tubuh seseorang.[1]
Sikap manusia atau singkatnya kita sebut sikap, telah didefenisikan dalam berbagai versi para ahli, pada dasarnya defenisi dan pengertian sikap dapat dilihat dari tiga kerangka pemikiran yaitu:
Pertama para ahli psikologi seperti Louis Thurston (1982; salah seorang tokoh terkenal dibidang pengukuran sikap), dan Carles Osgood menurut mereka sikap adalah sesuatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan sikap seseorang terhadap sesuatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan yang tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, 1972). Secara lebih spesifik Louis Thurston melihat sikap hanya sebagai tingkatan efeksi saja belum mengaitkan sikap dan perilaku.
Kedua, menurut Allen Guy dan Edgley 1980 mendefenisikan sikap sebagai sesuatu perilaku tendensi atau kesiapan antisipasif, peredisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Menurut pemikiran yang ke tiga, adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme), mendefenisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi).[2]
Dalam konteks sikap ini menurut Stephen R. Covey (1989) ada tiga teori determinisme yang diterima secara luas, baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untu menjelaskan sikap manusia yaitu :
1.      Determinisme genetic (genetic determinisme);
2.      Determinisme psikis (psycic determinisme); dan
3.      Determinisme lingkungan (environmental determenisme)
Determinisme genetic (genetic determinisme) berpendapat bahwa sikap individu ditirukan oleh sikap kakek neneknya, itulah sebabnya seseorang memiliki sikap dan tabiat seperti nenek moyangnya.
Determinisme psikis (psycic determinisme) berpendapat bahwa sikap merupakan dari hasil perlakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya. Determinisme lingkungan (environmental determenisme) berpendapat bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu itu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut. Bagaimana atasan memperlakukan kita, sebagaimana pasangan kita situasi ekonomi atau kebijakan-kebijakan pemerintah semuanya membentuk sikap individu.[3]
Sedangkan pengertian mengajar dilihat dari esensinya dalam proses belajar mengajar, telah menyangkut kegiatan mendidik. Dalam artian untuk menghantarkan anak didik kepada tingkat kedewasaannya, baik secara fisik maupun mental. Secara umum mengajar diartikan sebagai usaha guru untuk menyampaikan dan menanamkan pengetahuan kepada siswa atau anak didik. Jadi mengajar lebih cenderung kepada transfer of know ladge.[4]

B.     Pengertian Guru
Menurut Ahmad D Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan siterdidik.[5]
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas
belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pembelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis segala fase dan proses perkembangan siswa.

C.    Perilaku Siswa
Siswa atau anak didik dalam bahasa Arab dikenal dengan tiga istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan pada anak didik. Tiga istilah tersebut adalah murid yang secara harifah berarti orang yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu, tilmidz (jamaknya) talmidz yang berarti murid, thalib al-ilmi yang menuntut ilmu, pelajar atau mahasiswa.[6] Ketiga istilah tersebut mengacu pada seorang yang menempuh pendidikan. Perbedaan terletak kepada penggunaannya. Berdasarkan pengertian tersebut maka anak didik dapat dicirikan sebagai seorang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.[7]
Siswa adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat, belajar siswa atau anak didik tidak mesti harus selalu berinteraksi dengan guru dalam proses edukatif. Dia juga bisa belajar mandiri tanpa harus menerima pelajaran dari guru di sekolah.
Anak didik adalah makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, apakah itu jasmaninya atau rohaninya. Ia masih memiliki jasmani yang belum matang baik bentuk kekuatan, maupun perkembangan bagian-bagiannya. Begitupun rohaninya, anak mempunyai bakat-bakat yang harus dikembangkan, ia juga mempunyai kehendak, perasaan dan pikiran yang belum matang dan pendidikan islam khususnya harus membimbing dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Sebagai seorang anak didik dapat menerima ilmu, harus mempunyai beberapa akhlak sebagai berikut:
1.                  Anak didik harus bersih hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu.
2.                  Seorang anak didik harus mempunyai tujuan dalam menuntut ilmu.
3.                  Seorang pelajar harus tabah dalam menuntut ilmu.[8]
Selain itu anak didik tentunya juga harus rajin belajar, menghafal, mengulang-ulang pelajaran, sayang kepada teman tanpa pilih kasih dan paling penting seorang siswa harus tekun beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jadi siswa atau anak didik ialah seorang yang menuntut ilmu pengetahuan dalam pendidikan yang memerlukan arahan dan bimbingan.
Sedangkan menurut Bimo Walgito mengartikan perilaku adalah aktivitas-aktivitas individu dalam artian segala sesuatu yang dikerjakan oleh individu.[9]
Selain itu juga pendapat dari Moekijat, bahwa perilaku pada dasarnya ditunjukkan untuk mencapai tujuan. Tujuan tertentu tidak selalu diikuti secara sadar oleh seseorang individu.[10]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, peserta didik atau siswa adalah sebagai kelompok yang belum dewasa, bukan berarti bahwa anak didik itu sebagai makhluk yang lemah, tanpa memiliki potensi dan kemampuan. Secara kodrati telah memiliki potensi dan kemampuan-kemampuan atau talenta tertentu. Hanya yang jelas anak didik itu belum mencapai tingkat optimal dalam mengembangkan talenta atau kemampuan. Oleh karena itu lebih tepat kalau anak didik dikatakan sebagai subjek belajar mengajar, sehingga siswa disebut subjek belajar.

D.    Belajar
a.       Pengertian belajar mengajar
Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu  berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.[11]
Perubahan tingkah laku dalam aspek pengetahuan ialah dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari bodoh menjadi pintar, dalam aspek keterampilan ialah dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi terampil; dalam aspek sikap ialah dari ragu-ragu menjadi yakin, dan dari tidak sopan menjadi sopan, dari kurang ajar menjadi terpelajar. Hal ini merupakan salah satu kriteria keberhasilan belajar yang di antaranya ditandai oleh terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar, tanpa adanya perubahan tingkah laku belajar dapat dikatakan tidak berhasil atau gagal.
Menurut Moh. Uzer Usman mengemukakan belajar adalah suatu proses di mana ditimbulkan atau diubahnya suatu kegiatan atau karena mereaksi suatu keadaan. Perubahan itu tidak disebabkan oleh proses pertumbuhan (kematangan) atau keadaan organisme yang sementara (seperti kelelahan atau pengaruh obat-obatan).[12]
Ketiga defenisi tersebut menunjukkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku kecakapan manusia. Perubahan tingkah laku ini bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat psikologis atau proses kematangan. Perubahan terjadi karena belajar dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skill) atau dalam ketiga aspek yakni (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan banyak bergantung kepada proses belajar yang dialami oleh peserta didik atau siswa.[13]
Dari pengertian belajar yang di kemukakan oleh beberapa para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah merupakan suatu perubahan pada tingkah laku yang lebih baik melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan.


Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik yang merupakan kegiatan mengorganisasi atau mengatur sebaik-baiknya atau kemudian kegiatan tersebut diuhubungkan dengan anak didik agar terjadinya proses belajar mengajar.
Ada beberapa pendapat tentang pengertian proses belajar mengajar di antaranya menurut Moh. Uzer Usman yang dimaksud dengan proses belajar mengajar adalah suatu proses yang menggabungkan serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Di dalam buku pedoman Guru PAI terbitan Depag RI “proses belajar mengajar adalah belajar mengajar sebagai proses dapat mengandung pengertian yaitu rentetan tahapan atau fase dalam mempelajari sesuatu yang dapat pula berarti sebagai rentetan kegiatan program dan tindak lanjut.[14]
Maka dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan antara siswa yang belajar dan guru sebagai peranan penting (mengajar) sehingga di antara keduanya terjalin suatu interaksi yang saling menunjang atau mendukung.
b.      Tujuan belajar mengajar
Tujuan proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri siswa. Tujuan pengajaran inilah yang merupakan hasil belajar bagi siswa setelah melakukan proses belajar di bawah bimbingan guru dalam kondisi yang kondusif.[15]
Dari pengertian di atas, jelas bahwa tujuan proses belajar mengajar adalah ingin mendapatkan pengetahuan keterampilan dan pemahaman, sikap mental nilai-nilai berkenaan dengan itu pula pencapaian tujuan proses belajar mengajar berarti akan menghasilkan suatu ilmu pengetahuan konsep dan fakta kepribadian atau sikap kelakuan, keterampilan atau penampilan.

E.     Sikap Guru Dalam Mengajar Serta Pengaruhnya Dalam Pendidikan
1.      Sikap berpakaian
Sebaiknya guru dalam berpakaian hendaknya sopan, sederhana tapi terpelihara. Dan tidak pula bercelana napoleon atau bergaun you can see di muka kelas. Tak usah berpakaian yang gemerlapan atau dari bahan yang sangat mahal. Bahwasannya guru yang ganjil dalam berpakaian dapat menerbitkan geli hati dan celaan dan murid-murid. Akibatnya seorang guru tidak dapat mengajar dengan tenang. Dan akan menimbulkan rasa tidak percaya terhadap dirinya, sehingga apa yang ingin disampaikan dalam pelajaran menjadi kacau atau gagal. Padahal ia telah membuat persiapan dengan sungguh-sungguh.[16]


2.                                                                              Sikap di muka kelas
Sering suasana kelas dipengaruhi oleh guru di muka kelas. Kelas menjadi gaduh, kalau guru ragu-ragu, dan kelas menjadi tenang kalau bersikap tegas dan bijaksana. Bersikap tegas tidak sama dengan bersikap keras, bersikap tegas berarti begini : jika guru menyuruh murid-muridnya supaya tenang mereka harus mengindahkan suruhannya.[17]
Dan apabila siswa belum tenang sebaiknya tidak melanjutkan mengajar dan pelajaran terlebih dahulu, jika siswa belum tenang dengan sungguh-sungguh. Jika guru masih melanjutkan mengajar, maka pelajaran itu akan menjalar dan suasana kelas menjadi ramai.
Dengan hal ini peganglah teguh disiplin kelas, berbicaralah dengan tenang dan tegas. Mengenai sikap di muka kelas perlu diperlihatkan hal-hal lain, yaitu sebaiknya tidak terlalu banyak menggunakan gerak-gerk tangan pada waktu bicara, dan hendaknya tidak berbicara terlalu keras dan pelan atau lemah. Bergeraklah dengan tangan dan berbicaralah dengan suara yang sedang dan tidak ribut. Jika guru ribut, maka suasana kelas akan ribut pula. Usahakanlah selalu ( sebagai seorang guru harus pandai bermain sandiwara ), mungkin guru sedang susah namun janganlah kesusahannya itu ditunjukkan kepada murid-murid.


Tunjukkanlah semua pertanyaan kepada semua kelas seluruhnya dan baru kemudian tunjukkanlah seorang murid-murid menjawab. Bagi seorang guru kita harus berani :
1.      Berani memandang tiap-tiap murid, matanya
2.      Jangan bersikap putus asa
3.      Usahakanlah murid-murid bekerja sendiri
4.      Jangan mengejek murid-murid
5.      Ciptakan suasana yang baik
6.      Jangan memberi hukuman badan.[18]

Dalam kelas yang suasananya baik, murid-murid bekerja bersama-sama, saling tolong-menolong. Mereka giat bekerja dan merasa suatu keluarga, cintailah murid-murid seperti ibu bapak mencintai anak-anaknya.
3.      Sikap sabar
Sering guru merasa, bahwa ia telah mengajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Asas-asas didaktik telah dipraktekkan ia mengajar dengan penuh kekegembiraan dan enthosianisme, namun demikian hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Guru selalu kecewa dan kekecewaan yang terus menerus dapat menjadikan guru mudah putus asa. Karena itu harap sabar, karena hasil pengajaran dan pendidikan kita tidak selalu segera kelihatan oleh kita. Anak-anak tidak selalu segera mengerti akan maksud kita dan mengindahkan keinginan kita.



4.      Sikap yang mengejek murid
Guru yang kecewa mudah berbuat hal-hal yang tidak baik umpamanya mengejek, mencela, mengeluarkan kata-kata yang kasar dan dapat mematahkan semangat belajar murid. Seorang guru ilmu pasti pernah melemparkan kata-kata demikian kepada murid “ meskipun kamu belajar 10 tahun lagi kamu tak akan mengerti juga”, kata demikian dapat membuat murid bersikap acuh tak acuh dan menjadi putus asa.[19]
Dan kata-kata demikian ini secara pedagogis dan psycologis tidak dapat dipertanggung jawabkan. Lebih berbahaya lagi kalau seorang murid dijadikan sasaran ejekkan teman-temannya. Banyak anak murid yang menjadi sakit hati dan tak mau berbuat lagi sesuatu, hal ini sangat merugikan bagi perkembangan anak murid selanjutnya.
5.      Sikap yang lekas marah
Banyak hal yang dapat mengecewakan guru, umpamanya: murid yang tidak sopan, yang bodoh, yang selalu gaduh, yang kotor dan sebagainya. Janganlah guru lekas karena itu, orang yang lekas marah mudah bertindak kurang baik. Guru mudah marah memukul anak, mengejek, mencelanya, memukulnya dan sebagainya.
6.      Sikap yang memberi hukuman badan
Menurut peraturan sekolah guru dilarang memberi hukuman badan, umpamanya : memukul, menendang, melempar dan sebagainya. Dengan hukuman yang demikian itu dan dapat dirugikan/disakiti karenanya. Murid yang lebih kecil itu biasanya tidak berani melawan, tetapi di dalam hatinya timbul rasa tidak senang terhadap guru, atau ia menjadi takut pada guru, dan kedua-duanya menjadi tidak baik.[20]
Lagi pula jika guru sudah sering atau terbiasa memberi hukuman badan ia tidak segan-segan memberi hukuman badan, dan hukuman yang sesungguhnya tidak begitu dipertimbangkan. Memukul murid dengan tongkat kecil, bukan hak itu tidak jarang dilakukan.
7.      Sikap yang banyak memberi larangan
Guru yang banyak mengadakan larangan membuktikan bahwa perintah-perintahnya tidak dituruti oleh murid-muridnya. Dan itu membuktikan bahwa tidak ada ketertiban. Guru yang baik, jarang melarang, sebab biasanya perintahnya dituruti. Larangan yang banyak dapat menimbulkan kemungkinan besar melanggar peraturan tanpa disadari murid-murid. Larangan biasanya merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi murid, karena itu sebaiknya jangan banyak melarang.
8.      Bersikap jujur dan adil
Murid-murid akan lekas mengerti, apakah guru itu bertindak adil dan jujur, mereka lekas melihat, bahwa guru memperlakukan  mereka tidak sama. Yang satu diperlakukan lebih manis dari pada yang lain. Ini adalah suatu bahaya bagi mereka mengecap guru-gurunya dengan kata : tidak adil, tidak jujur, pilih kasih dan sebagainya. Dan mereka sendiri yang diperlakukan lebih manis itu merasa tidak tenang akhirnya. Suasana kelas akan menjadi lebih buruk karena sikap guru yang demikian.[21]
9.Sikap guru yang bertanggung jawab
Seorang guru harus mempunyai tanggung jawab yang dalam. Bila seorang guru tidak mempunyai tanggung jawab banyak pengaruhnya pada anak didik itu. Karena tidak adanya tanggung jawab dari guru maka anak didik itu akan berbuat hal-hal yang di benarkan dalam pendidikan.
Guru harus menjadi pembimbing dan penyuluh yang memelihara dan keseimbangan mental murid-muridnya. Dan guru menjadi orang tua mereka di dalam mempelajari dan membangun sistem nilai yang dibutuhkan dalam masyarakat, serta murid-muridnya menjadi manusia dewasa serta bertanggung jawab moral.[22]
10.  Sikap guru mencintai para siswanya
Untuk mencintai para siswanya sebagaimana guru mencintai dirinya sendiri, berusaha memenuhi kemaslahatan (kesejahteraan) mereka, serta memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana ia memeperlakukan anak-anaknya sendiri yang amat disayangi.[23]
Selain itu, hendaknya ia bersabar dalam menghadapi kekurangan dan tidak kesempurnaan dalam beretika. Karena bagaimanapun juga mereka adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, hendaknya memberikan nasihat kepada mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.  
11.  Sikap guru dalam mendidik dan memberikan pelajaran
Setiap mendidik dan memberikan pelajaran kepada mereka dengan penjelasan yang mudah dipahami sesuai dengan kemampuan mereka. Selain itu ia hendaknya tidak memberikan materi-materi yang terlalu berat bagi mereka, karena hal itu akan mengganggu dan merusak kosentrasi mereka.[24]
12.  Metode guru mengajar
Metode mengajar hendaknya bersungguh-sungguh dalam, memberikan pengajaran kepada mereka. Oleh karena itu hendaknya memakai metode-metode pengajaran secara baik agar dapat memudahkan dan mempercepat pemahaman mereka.[25]
Dalam hal ini, hendaknya ia memberikan pengajaran dengan penjelasan-penjelasan dan gaya ungkapan yang kiranya mudah dimengerti, membuat contoh-contoh, memunculkan suatu persoalan (studi kasus), menguraikan data-data dan argument, rahasia-rahasia, dan hikmah dan sebagainya. Semua hal tersebut hendaknya diulang kembali apabila diperlukan, demi memastikan bahwa benar-benar paham. 



13.  Sikap perhatian
Memberi kasih sayang dan perhatian kepada siswa. Salah satu bentuk perhatian  dan          kasih sayang terhadap mereka adalah cara berusaha sebaik mungkin mengenal kepribadian dan latar belakang mereka serta berdo’a untuk kebaikkan (keberhasilan) mereka.[26]                                                                                                                
Selain itu juga hendaknya memperhatikan setiap akhlak dan perilaku mereka. Sehingga apabila ia mendapati mereka berbuat baik, ia dapat menegur dan mengingatkannya. 
14.  Sikap rendah hati
Meskipun berstatus sebagai guru yang berhak dihormati oleh murid-muridnya hendaknya ia bersikap tawadhu’ (rendah hati) terhadap mereka. Jadi hendaknya pendidik tidak merasa sombong dengan kemampuan yang ada di dalam dirinya.[27]
15.  Sikap guru dari tutur kata
Memeperlakukan siswa dengan baik, seperti memanggilnya dengan nama yang baik, menjawab salam mereka, menanyakan kabar dan kondisi mereka, dan lain sebagainya.[28]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap yang ada pada pendidik dapat mempengaruhi perilaku/akhlak peserta didik. Jika seorang pendidik menampilkan sikap positif pada peserta didik maka akan berpengaruh pada siswa tersebut. Dan apabila guru melakukan tindakan yang negatif maka peserta didik apapun yang dilakukannya akan menampilkan perilaku yang kurang baik.
Jadi, sebagai guru hendaknya bersikap bijaksana, adil, jujur, berpenampilan yang baik dari tutur kata, sikap, sehingga dapat membuat peserta didik menjadi simpati terhadap pendidik tersebut



[1] Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta ; 2003, hal. 3-4
[2] Ibid., hal. 4-5
[3] Ali Muhammad, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, PT. Bumi Aksara, Jakarta ; 2004, hal. 142 
[4] Sardiman, Interaksi Edukatif Dan Motivasi Belajar, PT. Grafindo Persada, Jakarta ; 2006, hal. 52
[5] Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung ; hal. 37
[6] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Gaya Medika Pertama, Jakarta ; 2005, hal. 131
[7] Ibid., hal. 132
[8] Ibid., hal. 134
[9] Bimo Walgito, Psikologi Sosial, Andi Yogyakarta, Yogyakarta ; 2003, hal. 13
[10] Moekijat, Dasar-Dasar Motivasi, CV. Pionir Jaya, Bandung ; 2002, hal. 14
[11] Moh. Uzer Usman, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung ; 1993, hal. 4
[12] Ibid., hal. 5
[13] Ibid., hal. 5
[14] Buku Pedoman Guru PAI, Terbitan Depag RI, Jakarta ; hal.
[15] Sardiman, Op. Cit., hal. 68
[16] http;//infodiknas.com/?load=newdetail7NewsID=4245
[17] Ibid., hal. 2
[18] Ibid., hal. 2
[19] Ibid., hal. 2
[20] Ibid., hal. 3
[21] Ibid., hal. 4
[22] Ibid., hal. 5
[23] KH. M. Hasyim Asy’ari, Etika Pendidikan Islam, Titian Wacana, Yogyakarta ; 2007, hal. 87
[24] Ibid., hal. 88
[25] Ibid., hal. 89
[26] Ibid., hal. 90
[27] Ibid., hal. 91
[28] Ibid., hal. 93

No comments:

Featured post

Hak dan kewajiban suami istri menurut imam mazhab

--> Kewajiban suami atau hak istri a)       Meminpin, memelihara dan membimbing keluargaserta menjaga dan bertanggung jawab atas ...

Popular Posts