1.
Pengertian Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat
pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru.
Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas.
“Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang
ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti
formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga
profesional”[1].
Dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwasanya
sertifikasi merupakan sertifikat atau tanda yang diberikan oleh pihak yang
berwenang terhadap seseorang atas kinerja dan keprofesionalan seseorang pada
suatu bidang dalam hal ini pada dunia pendidikan yaitu guru.
2.
Tujuan Dan Manfaat Sertifikasi Guru
Pada undang-undang guru dan dosen dimaktubkan
bahwasanya” Sertifikasi bagian dari upaya peningkatan mutu guru dan dan peningkatan kesejahteraanya. Oleh karena
itu melalui sertifikasi ini diharapkan guru menjadi pendidik yang profesional
yaitu yang berpendidikan minimal S.1/D-4 atau telah memenuhi syarat-syarat yang
setara dengan hal tersebut, sehingga dapat dipahami sertifikasi pendidik
bertujuan untuk:
a.
Menentukan
kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b.
Meningkatkan
proses dan mutu hasil pendidikan
c.
Meningkatkan
martabat guru
d.
Meningkatkan
profesionalitas guru[2]
Dari
rumusan di atas dapat ditarik pemahaman bahwasanya sertifikasi mempunyai tujuan
untuk pengupayaan kelayakan seorang guru dalam menjalankan tugasnya mewujudkan
dari apa yang menjadi visi dan misi pendidikan dan proses meningkatkan pada
mutu akademik yang dihasilkan, karena rendahnya gaji guru telah memberikan kontribusi
yang besar terhadap rendahnya profesionalisme sehinga diharapkan dengan
peningkatan penghasilan seorang agar dapat bekerja atau melaksanakan tugasnya
seprofesional mungkin.
Selain dari
tujuan di atas sertifikasi juga mengandung manfaat sebagai berikut diantaranya
:
a.
Melindungi
profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra
profesi guru.
b.
Melindungi
masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak
profesional.
c.
Meningkatkan
kesejahteraan guru[3]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami pendidikan yang bermutu sangat
tergantung pada kapasitas dan kualitas satuan-satuan pendidikan dalam
mentranformasikan peserta didik untuk memperoleh nilai tambah, baik yang
terkait dengan aspek olah pikir, rasa, hati, dan raganya.
3.
Dasar dan Pelaksanaan Sertifikasi
Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan
tanggal 30 Desember 2005. Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8 :
Guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah
Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam
pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Landasan hukum
lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.[4]
Dari dasar hukum di atas dapat
dipahami bahwasanya proses pemberian
sertifikasi diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan
tertentu sehingga sertifikasi dapat dijadikan sarana atau instrumen untuk
mencapai pendidikan yang berkualitas.
4.
Peserta Sertifikasi Guru.
Semua guru yang memenuhi persyaratan berhak
mengikuti sertifikasi, baik guru PNS maupun Non-PNS. UU Nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen tidak
membedakan guru menurut unit organisasinya, terutama masalah yang berkaitan
dengan tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus. Dalam pasal ini sebagai mana ditegaskan :
a)
Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan
hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
b)
Mendapatkan promosi dan penghargaan
sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.[5]
Dari
pemaparan di atas Mengenai peserta yang dibolehkan untuk mengikuti proses
penyaringan kebijakan sertifikasi sesuai dengan butir-butir undang-undang yang
dimaktubkan dapat pahami bahwasanya setiap orang diberikan kewenangan untuk
mengikutinya asalkan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, baik selaku guru yang telah PNS maupun Honorer,
baik melalui jalur pengabdian maupun uji kompetensi yang dimilikinya.
5.
Prinsip Sertifikasi Guru
1.
Dilaksanakan
secara objektif, transparan, dan akuntabel Objektif
2.
Berorientasi
pada peningkatan mutu pendidikan nasional.
3.
Dilaksanakan
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
4.
Dilaksanakan
secara terencana dan sistematis.
5.
Jumlah
peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah.[6]
Dari rumusan di atas kebijakan sertifikasi pendidik,
adalah sebagai suatu kepedulian pemerintah yang semakin meningkat terhadap
kesejahteraan pendidik secara ekonomi maupun terhadap peningkatan
profesionalisme pendidik dalam rangka mendukung peningkatan mutu pendidikan. Oleh
sebab itu sudah sewajarnya sertifikasi dilakukan secara objektif dan
transparan, yaitu sesuai dengan dasar utamanya seseorang yang berhak
mendapatkan sertifikasi harus dilakukan secara terbuka dan mendapatkan
penilaian dari semua kalangan baik secara formal (akademik) maupun secara
sosial atau kemampuan berinteraksi dan keteladanan pada lingkungan hidupnya,
kemudian dapat berorientasi kepada peningkatan mutu pendidikan nasional dan
universal baik dalam bidang keilmuan duniawi maupun ukhrowi.
6.
Kriteria Dan Persyaratan
a.
Persyaratan Umum
1.
Guru
yang masih aktif mengajar disekolah dibawa binaan departemen pendidikan
Nasional yaitu yaitu guru yang mengajar di sekolah umum, kecuali guru agama.
Sertifikasi guru bagi guru agama ( termasuk guru agama yang memiliki NIP 13)
dan semua guru yang mengajar di Madrasah ( termasuk guru bidang studi umum yang
memiliki NIP 13 ) diselenggarakan oleh departemen agama. Sesuai dengan surat
edaran bersama Direktur Jenderal Departemen Agama Nomor
SJ/dj.I/Kp.02/1569/2007, Nomor 4823/F/SE/2007 tahun 2007.
2.
Guru
yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan formal yang diangkat
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, 1
Desember 2008 (Pasal 67).
3.
Guru
bukan PNS harus memiliki SK sebagai guru tetap dari penyelenggara pendidikan,
sedangkan guru bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK dari dinas
pendidikan provinsi/ kabupaten/kota
4.
Pada
tanggal 1 Januari 2011 belum memasuki usia 60 tahun.
5.
Memiliki
nomor unit pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).[7]
Dari penjelasan di atas secara umum dapat dipahami
bahwasanya semua guru dalam jabatan boleh mengikuti sertifikasi guru asalkan dapat
memenuhi persyaratanya.
7.
Rekrutmen Peserta Sertifikasi Guru
Proses rekrutmen peserta sertifikasi mengikuti alur
sebagai berikut:
a.
Dinas
Kabupaten/Kota menyusun daftar panjang guru yang memenuhi persyaratan
sertifikasi.
b.
Dinas
Kabupaten/Kota melakukan rangking calon peserta kualifikasi dengan urutan
kriteria sebagai berikut:
1. Masa Kerja
2. Usia
3. Golongan (bagi PNS)
4. Beban mengajar
5. Tugas tambahan
6. Prestasi kerja
c.
Dinas
Kabupaten/Kota menetapkan peserta sertifikasi sesuai dengan kuota dari Ditjen
PMPTK dan mengumumkan daftar peserta sertifikasi tersebut kepada guru melalui
forum-forum atau papan pengumuman di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.[8]
Dari penjelasan di atas Untuk mengrekrut atau
mengalang calon peserta sertifikasi yaitu dilakukan oleh Depdiknas kabupaten
atau kota yang telah diberi kewenangan oleh Depdiknas provinsi baik melalui klasifikasi
pertimbangan Masa kerja yang dihitung selama seseorang menjadi guru atau guru
PNS terhitung dari diterbitkannya surat keterangan melaksanakan tugas
berdasarkan SK CPNS. kemudian bagi guru non PNS masa kerja dihitung selama guru
mengajar yang dibuktikan dengan Surat Keputusan dari sekolah berdasarkan surat
pengangkatan dari yayasan atau lembaga yang bersangkutan.
8.
Kuota Sertifikasi
Dalam menetapkan kuota sertifikasi tentunya ada beberapa
ketetapan diantaranya:
a.
Kuota yang melalui Depag yaitu kuota
provinsi di tetapkan oleh:
1.
Ditetapkan
oleh direktorat jenderal pendidikan Islam
2.
Penetapan
kuota provinsi didasarkan atas data guru yang terdapat pada database Ditpais,
Ditjen Pendis.
3.
Perhitungan
kuota provinsi menggunakan data guru berkualifikasi S1 pada masing-masing
provinsi[9]
b.
Kuota yang melalui Diknas Kuota Provinsi
yaitu ditetapkan oleh:
1. Kuota
provinsi ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK)
2. Penghitungan
kuota provinsi didasarkan atas jumlah guru yang terdaftar pada sistem pendataan
NUPTK Ditjen PMPTK.
3. Kuota
provinsi ditetapkan secara profesional didasarkan atas jumlah guru pada
masing-masing provinsi yang memenuhi persyaratan sebagai calon peserta
sertifikasi guru.[10]
Dari
penjelasan di atas dapat diketahui bahwasanya bagi penetapan kuota sertifikasi yang
berada di lingkungan DEPAG ditetapkan oleh direktorat jenderal pendidikan Agama
Islam, penghitungan kuota provinsi dilakukan didasari atas data guru yang
terdapat pada pada Database Ditpais dan Ditjenpendis, serta menggunakan data
guru berkualifikasi S.1 pada masing-masing provinsi yang bersangkutan, sedangkan
untuk pendidikan dibawa naungan DIKNAS yaitu oleh Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK).
9.
Macam – Macam Pelaksanaan
Sertifikasi Guru
Ada dua macam
pelaksanaan sertifikasi guru, yaitu:
a. Melalui
penilaian portofolio bagi guru dalam jabatan, dan
b. Melalui
pendidikan profesi bagi calon guru
Sertifikasi guru dalam jabatan
dilaksanakan melalui penilaian portofolio yang telah diperoleh oleh seorang
guru. Penilaian portofolio tersebut merupakan pengakuan atas pengalaman
profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang
mendeskripsikan:
a.
Kualifikasi
akademik;
b.
Pendidikan
dan pelatihan;
c.
Pengalaman
mengajar;
d.
Perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran;
e.
Penilaian
dari atasan dan pengawas;
f.
Prestasi
akademik;
g.
Karya
pengembangan profesi;
h.
Keikutsertaan
dalam forum ilmiah;
i.
Pengalaman
organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
j.
Penghargaan
yang relevan dengan bidang pendidikan.[11]
Dengan ini dapat kita ketahui bahwasanya pelaksanaan
sertifikasi guru dilakukan yaitu pertama bagi guru dalam jabatan atau
PNS yaitu melalui penilaian dan Portofolio sebagai bukti fisik (dokumen) yang
menggambarkan pengalaman berkarya atau prestasi yang dicapai dalam menjalankan
tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Kedua peserta yang melalui Pendidikan dan pelatihan
profesi guru (Diklat Profesi Guru/DPG) merupakan program pendidikan dan
pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki otoritas
untuk melaksanakan sertifikasi guru bagi peserta sertifikasi yang belum lulus
penilaian portofolio. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan profesi guru
diakhiri dengan ujian yang mencakup kompetensi guru dibidang pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional. Adapun beberapa kompetensi dijelaskan sebagai berikut:
1.
Kompetensi Pedagogik
Pemahaman terhadap peserta didik, Perancangan
pembelajaran, Pelaksanaan pembelajaran dengan indikator esensial: menata latar
(setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Perancangan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, Pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dengan indikator
esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi
nonakademik.[12]
2.
Kompetensi Profesional
Kompetensi
profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam,
yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur
dan metodologi keilmuannya.[13]
3.
Kompetensi Sosial
Kompetensi
sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua atau wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar, berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, dan orang tua
atau wali peserta didik serta masyarakat sekitar.[14]
4.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal
yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.[15]
Berdasarkan penjelasan di atas seorang guru harus
dapat menguasai kompetensi yang berkaitan dengan profesinya, sehingga hal itu
dapat meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar dan out put yang dihasilkan.
10.
Kewajiban Bagi Guru Yang Telah
Lulus Sertifikasi
Peningkatan kesejahteraan guru harus lah
sebanding dengan perbaikan kualitas pendidikan. Sehingga guru harus lebih
profesional dan ingat bahwa tunjangan profesi yang diperoleh terdapat hak-hak
masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Kewajiban tersebut berupa
pemberian pelayanan pendidikan dengan baik. Sehingga peningkatan kualitas
pendidikan dapat terwujud sebagaimana yang termaktub dalam rumusan UUGD.
“Kewajiban
guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35
ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih
peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban
kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak banyaknya 40 jam
tatap muka dalam 1 (satu) minggu.”[16]
Dari rumusan UUGD di atas maka dapat dipahami dalam melaksanakan
tugas pokoknya dalam proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas
mengampuh 1 (satu) jenis mata pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang
tercantum dalam sertifikat pendidiknya, serta melibatkan diri dalam merumuskan
dan mengatur manajemen sekolah seperti: dalam kegiatan manajerial tahunan
sekolah, yang terdiri dari siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Yang dirincikan dalam kegiatan diantaranya penerimaan siswa baru,
penyusunan kurikulum dan perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk
tes atau ulangan, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain.
a.
Jam Kerja
Para guru yang telah lulus uji kompetensi melalui sertifikasi harus
melaksanakan ketentuan yaitu beban kerja tatap muka guru minimal 24 jam
pelajaran per minggu sebagaimana dalam UUGD.
“Sebagai
tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja pegawai lainnya
yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60 menit) per minggu.
Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik
dan jadwal pelajaran”[17].
Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38
minggu atau 19 minggu per semester. Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam
jadwal pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi
mengunakan sistem blok atau perpaduan antara sistem mingguan dan blok. Pada
kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau
bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka, guru akan terlibat dalam
aktifitas persiapan tahunan atau semester , ujian sekolah maupun Ujian Nasional
(UN), dan kegiatan lain akhir tahun atau semester.
b.
Uraian Tugas Guru
Adapun tugas yang wajib
dilakukan oleh guru yang lulus sertifikasi adalah:
1.
Merencanakan
Pembelajaran
Sebelum guru melaksanakan
proses belajar mengajar di kelas terlebih dahulu guru merancang proses
pembelajaran, agar tujuan belajar mengajar dapat berjalan dengan maksimal
sebagai mana ditegaskan
“Guru
wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal
semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah. Kegiatan penyusunan RPP ini
diperkirakan berlangsung selama 2 (dua) minggu atau 12 hari kerja. Kegiatan ini
dapat diperhitungkan sebagai kegiatan tatap muka.”[18]
Dari Penjelasan di atas maka dapat dipahami setiap guru yang akan
melakukan proses pembelajaran di kelas terlebih bagi guru yang telah lulus
sertifikasi harus mempersiapkan perencanaan lebih awal yaitu pada awal tahun
atau semester. dan setiap kali pertemuan proses pembelajaran yang dilakukan di
kelas perangkat tersebut (RPP) dapat dijadikan standar acuan dari proses
pelaksanaan pembelajaran sehingga hal itu dapat menjadikan proses pembelajaran
yang dilakukan menjadi terlaksana dengan terencana dan membuahkan hasil yang
memuaskan.
2.
Melaksanakan
Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan dimana terjadi interaksi edukatif
antara peserta didik dengan guru, kegiatan ini adalah kegiatan tatap muka yang
sebenarnya. Guru melaksanakan tatap muka atau pembelajaran dengan tahapan
kegiatan berikut.
1. Kegiatan
awal tatap muka
a. Kegiatan
awal tatap muka antara lain mencakup kegiatan pengecekan dan atau penyiapan
fisik kelas, bahan pelajaran, modul, media, dan perangkat administrasi.
b. Kegiatan
awal tatap muka dilakukan sebelum jadwal pelajaran yang ditentukan, bisa sesaat
sebelum jadwal waktu atau beberapa waktu sebelumnya tergantung masalah yang
perlu disiapkan,
c. Kegiatan
awal tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.
2. Kegiatan
tatap muka
a. Dalam
kegiatan tatap muka terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru
dapat dilakukan secara face to face atau menggunakan media lain seperti
video, modul mandiri, kegiatan observasi atau ekplorasi.
b. Kegiatan
tatap muka atau pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud dapat dilaksanakan
antara lain di ruang teori/kelas, laboratorium, studio, bengkel atau di luar
ruangan.
c. Waktu
pelaksanaan atau beban kegiatan pelaksanaan pembelajaran atau tatap muka sesuai
dengan durasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum sekolah.
3. Membuat
Resume Proses Tatap Muka
a. Resume
merupakan catatan yang berkaitan dengan pelaksanaan tatap muka yang telah
dilaksanakan. Catatan tersebut dapat merupakan refleksi, rangkuman, dan rencana
tindak lanjut.
b. Penyusunan
resume dapat dilaksanakan di ruang guru atau ruang lain yang disediakan di
sekolah dan dilaksanakan setelah kegiatan tatap muka.
c. Kegiatan
resume proses tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.[19]
Dari beberapa penjelasan di
atas dapat dipahami bahwasanya seorang guru yang telah telah diakui profesinya diwajibkan
memenuhi tahapan-tahapan sebagaimana dijelaskan di atas demi terciptanya
pendidikan yang bermutu.
3.
Menilai Hasil
Pembelajaran
Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta
didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, “Adapun tes yang
dimaksud diantaranya:
a. Penilaian dengan tes.
b. Penilaian non tes berupa pengamatan dan pengukuran sikap.
c. Penilaian non tes berupa penilaian hasil karya.”[20]
Dari uraian
di atas seorang guru wajib melakukan evaluasi pembelajaran. Sehingga hal itu
diharapkan menjadi informasi yang bermakna untuk menilai peserta didik maupun
dalam pengambilan keputusan lainnya. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan
menggunakan tes dan non tes. Penilaian non tes dapat dibagi menjadi pengamatan
dan pengukuran sikap serta penilaian hasil karya dalam bentuk tugas, proyek
fisik, atau produk
4.
Membimbing dan Melatih
Peserta Didik
Dalam mengemban tugas sebagai seorang guru haruslah senantiasa membimbing
dan melatih peserta didiknya karena hal itu diharapkan agar siswa lebih
bersemangat dan terarah pada proses pembelajaran yang akan dilakukan. Adapun
bimbingan yang dimaksud.
Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran, Bimbingan dan
latihan pada kegiatan intrakurikuler dan Bimbingan dan latihan dalam kegiatan
ekstrakurikuler”.[21]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam dunia
Pendidikan seorang guru bukan hanya bertugas sebatas mentransferkan ilmu
terhadap anak didiknya, tetapi ada kewajiban yang lain yang cukup mendasar
yaitu membimbing, mengasuh dan mengarahkan anak didiknya, agar dapat melakukan
proses belajar yang lebih baik Dan bertanggung jawab.
5.
Melaksanakan Tugas Tambahan
Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori
yaitu tugas struktural, dan tugas khusus.
a. Tugas tambahan struktural
b. Tugas tambahan khusus[22]
Dari
penjelasan di atas maka dapat di pahami bahwasanya Tugas Tambahan dibagi ke
dalam dua kelompok yang dikategorikan pada tugas struktural dan tugas khusus.
Tugas struktural yaitu tugas yang sesuai dengan ketentuan dengan struktur
organisasi yang dimiliki oleh sekolah. Sedangkan Tugas khusus hanya berlaku
pada tugas khusus dan pada sekolahan tertentu mengenai masalah khusus yang
belum diatur atau dirumuskan oleh sekolah seperti di klasifikasikan pada tabel
dibawah ini.
Tabel. 2.a
Jenis Tugas Tambahan.
No
|
Kategori
|
|
Jenis Tugas Tambahan
|
Wajib Mengajar*
|
Ekuivalensi Jabatan
|
I
|
Struktural
|
1
|
Kepala sekolah
|
6
|
18
|
2
|
Wakil Kepala
sekolah
|
12
|
12
|
||
3
|
Kepala perpustakaan
|
12
|
12
|
||
4
|
Kepala laboratorium
|
12
|
12
|
||
5
|
Ketua Jurusan
program keahlian
|
12
|
12
|
||
6
|
Kepala Bengkel
|
12
|
12
|
||
7
|
Dll**
|
12
|
12
|
||
II
|
Khusus
|
1
|
Pembimbingan
praktek kerja industri
|
12
|
12
|
2
|
Kepala unit
produksi
|
12
|
12
|
Catatan:
* Nilai Minimal
** Tergantung Jenis Sekolah
Adapun dari tabel di atas
dapat dijelaskan bahwasanya pada jenis tugas tambahan struktural dapat di
klasifikasikan sebagai berikut bagi kepala sekolah jam wajib mengajarnya adalah 6 jam tatap
muka dalam perminggu dan ekuivalensi jabatanya sebanyak 18 jam dalam perminggu,
wakil kepala sekolah, kepala bagian atau jurusan tertentu jam beban mengajarnya
adalah 12 jam pertemuan tatap muka dalam perminggu dan ekuivalensi jabatanya
sebanyak 12 jam dalam perminggu, sedangkan pada jenis tambahan Khusus seperti
pembimbing praktek industri dan kepala unit produksi mempunyai 12 jam beban
mengajar dan beban ekuivalensinya jabatan sebanyak 12 jam dalam perminggu
c.
Beban Tatap Muka
Jenis kegiatan guru yang dikategorikan tatap muka dan bukan tatap
muka dicantumkan dalam
Tabel. 2. b
Jenis Dan Beban Tatap Muka
No
|
Jenis Kegiatan Guru
|
Kategori
|
Ekulvalensi Jam /
Minggu
|
Ket
|
|
TM
|
BTM
|
||||
1
|
Merancang
pembelajaran
|
√
|
|
2
|
|
2
|
Melaksanakan
Pembelajaran
|
|
|
|
|
a.
Kegiatan awal tatap muka
|
√
|
|
2
|
|
|
b.
Kegiatan tatap muka di kelas
|
√
|
|
|
|
|
c.
Membuat resume tatap Muka
|
√
|
|
2
|
|
|
3
|
Menilai hasil
pembelajaran
|
|
|
|
|
a.
Penilaian tes
|
|
√
|
0
|
|
|
b.
Penilaian sikap
|
√
|
|
2
|
Semua guru
|
|
c.
Penilaian karya
|
√
|
|
2
|
Mata pelajaran tertentu
|
|
4
|
Membimbing dan
melatih
|
|
|
|
|
a.
Bimbingan pada tatap muka
|
|
√
|
0
|
|
|
b.
Bimbingan intrakurikuler
|
|
√
|
0
|
|
|
c.
Bimbingan ekstrakurikuler
|
√
|
|
2
|
|
|
5
|
Melaksanakan tugas
tambahan
|
|
|
|
|
a.
Kepala sekolah
|
|
|
18
|
|
|
b.
Wakil kepala sekolah
|
|
|
12
|
|
|
c.
Kepala perpustakaan
|
|
|
12
|
|
|
d.
Kepala Laboratorium
|
|
|
12
|
|
|
e.
Ketua Jurusan/ program
|
|
|
12
|
|
|
f.
Kepala Bengkel
|
|
|
12
|
|
|
g.
Pembimbingan praktek kerja industri
|
|
|
12
|
Hanya di SMK
|
|
h.
Kepala unit produksi
|
|
|
12
|
Hanya di SMK
|
|
i.
Tugas lain
|
|
|
6
|
Sesuai dengan kebutuhan sekolah
|
Catatan :
TM = Tatap Muka
BTM = Bukan Tatap
Muka
* = Beban
Kerja tidak dikalikan Dengan rombongan belajar[23]
Dalam tabel di atas dapat dilihat ekuivalensi
jam untuk kegiatan tatap muka di kelas dan juga selain kegiatan tatap muka di kelas
minimal dalam perminggu . yaitu bagi
guru biasa (tampa jabatan struktural) minimal mengajar 24 jam pertemuan tatap
muka dalam perminggu, sedangkan bagi guru yang mempunyai jabatan struktural
seperti (WK Kurikulum, Humas dll) mengajar 12 jam pertemuan Tatap Muka dalam
perminggu sedangkan untuk kepala sekolah sendiri mengajar 6 jam pertemuan tatap
muka dan 18 jam ekulvalensi
jabatan struktural dalam perminggu.
d.
Kondisi Penyebab
Kekurangan Jam Mengajar.
Adapun sebab seorang guru tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar
sebanyak 24 (dua puluh empat) jam tatap muka per minggu disebabkan salah satu
atau beberapa kondisi sebagai berikut.
1. Jumlah peserta didik dan rombongan belajar terlalu sedikit
2. Jam pelajaran dalam kurikulum sedikit
3. Jumlah guru di satu sekolah untuk mata pelajaran tertentu terlalu
banyak
4. Sekolah pada daerah terpencil atau sekolah khusus[24]
Dari penjelasan di atas
dapat dipahami bahwa dimungkinkan adanya kekurangan beban mengajar pada suatu
satuan pendidik tertentu, sehingga hal ini harus adanya alternatif pemecahan
secara sistematis dan signifikan sehingga tujuan dan sasaran sertifikasi dapat terarah
dengan baik dan teratur.
e.
Alternatif Pemenuhan
Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam tatap
muka per minggu dapat memilih alternatif pemenuhan kewajiban mengajar seperti berikut
.
1. Mengajar
pada sekolah lain, pendidikan terbuka, dan kelompok belajar.
a) Mengajar
pada sekolah atau madrasah lain Wajib mengajar 24 jam tatap muka per minggu
dapat dipenuhi seorang guru dengan mengajar di sekolah atau madrasah lain baik
negeri maupun swasta pada kabupaten/kota yang sama sesuai mata pelajaran yang
diampu.
b) Menjadi
Guru Bina atau Pamong pada SMP Terbuka
c) Menjadi
Tutor pada program kelompok belajar Paket A, Paket B, dan Paket C.
2. Melaksanakan
team Teaching
3. Melaksanakan
pengayaan dan remidial khusus [25]
Dari penjelasan di atas dapat
dipahami bahwasanya bagi guru yang tidak mampu memenuhi kewajiban jam
mengajarnya yaitu sebanyak 24 jam per minggu dikarenakan terjadinya salah satau
masalah sebagai mana yang telah tersebut, maka seorang guru dapat menempuh
jalan alternatif yaitu mengajar pada sekolah lain, pendidikan terbuka dan kelompok belajar baik pada sekolah negeri maupun
swasta sesuai dengan mata pelajaran yang diampuh atau masih pada mata pelajaran
yang masih serumpun dengan dengan mata pelajaran yang diampuh serta melakukan team
teaching dan pengayaan remedial khusus.
[1] UUGD pasal 8 dan 45 serta UU SISDIKNAS
pasal 42 ayat 1.
[2]
Ibid, hal: 9
[3] http://www.OO webhost
[4] Depag. Rejang Lebong, Buku 2
Panduan Sertifikasi Panduan Sertifikasi 2008, Hal : 2
[5] Diknas RI, Op.cit Hal: 10
[6] DEPDIKNAS RI, Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru
2010, Hal: 9-10
[8] DIKNAS RI, Op.cit. Hal:
22
[9] Depag. Rejang Lebong, 2008, Op.Cit
Hal : 4-5
[10] DEPDIKNAS RI, 2010, Op.cit
Hal: 11
[11] Malik, Mansur, , Sertifikasi
Guru Menuju Profesionalisme Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, Hal:
101
[12]
Farida Sari Maya, Sertifikasi Guru, Yama Wijaya , Bandung, Hal:
21
[13] Ibid, Hal : 21
[14] Ibid, Hal: 22
[16] DEPDIKNAS, Pedoman
Penghitungan Beban Kerja Guru, 2008, Hal: 3
[17] Ibid, Hal: 3
[18] Ibid, Hal: 4
[19] Ibid, Hal: 4
[20] Ibid, Hal: 5
[21] Ibid, Hal: 5
[22] Ibid, Hal: 7
[23] Ibid, Hal: 8
[24] Ibid, Hal: 9-10
No comments:
Post a Comment