BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Analisis Kebijakan
Perkembangan ilmu-ilmu
pengetahuan sosial abad ini kian pesat, bahkan sebagian ahli kebijaksanaan
telah berani mengklaim bahwa kebijaksanaan telah tumbuh dan berkembang menjadi
sebuah ilmu pengetahuan yang menaungi analisis kebijaksanaan. Kebijaksanaan
telah diupayakan sedemikian rupa untuk diilmiahkan, dalam terminology politik,
kebijakan diartikan sebagai milik birokrat sedangkan dunia ilmiah dalam
terminologi penelitian adalah milik ilmuan. Upaya untuk menyelesaikan
kesenjangan ini telah diperkirakan oloeh sejumlah ahli sehingga nantinya
kebijakan yang dihasilkan lebih banyak berwarna ilmiah ketimbang berwarna
politik. Sebelum lebih jauh lagi terlebih dahulu kita akan membahas apa
pengertian dari analisis kebijaksanaan itu sendiri.
Menurut Sudarwan Danin 200:26 bahwa :
“Analisis
kebijakan ( policy analysis )
merupakan penelitian dimaksudkan untuk mengkaji proses pembuatan kebijakan.
Analisis kebijakan ditampilkan secara tipikal oleh ilmuan atau pakar politik
yang berminat dengan proses dimana kebijakan diadopsi sebagai efek dari
peristiwa-peristiwa politik.
Untuk memperjelas pembahasannya ia
mengutip pandangan Lidbiom (1986) tentang hal tersebut, Lidbiom mengatakan
bahwa: Kita sering menjumpai teknik-teknik baru ini digunakan dalam
proyek-proyek dengan nama analisis kebijaksanaan (policy analysis). Meski kita menggunakan istilah analisis sebagai
sebutan gampang bagi segala macam informasi, pembicaraan, dan analisis tentang
kebijaksanaan, istilah analisis biasanya menunjuk batasan yang lebih sempit
sekitar bentuk-bentuk spesifik dari analisis professional. Dalam bentuknya yang
terbaik suatu analisis kebijaksanaan merumuskan masalah kebijaksanaan sebagai
sesuatu yang utuh, merinci sasaran dan nilainya, mengajukan dan mengevaluasi
alternatife pemecahan, dan mengidentifikasi pemecahan yang paling erat
berkaitan dengan nilai-nilai yang telah diformulasikan”
Menurut, William N.
Dunn,2003:1 dengan mengutip pandangan Harold Lasswell ia menuliskan bahwa
secara umum, analisis kebijaksanaan dapat dipahami sebagai cara untuk
menghasilkan pengetahuan dan segala proses dalam kebijaksanaan. Ia pun
menambahkan bahwa terdapat ciri-ciri yang menggambarkan pengetahuan yang
relevan dengan kebijaksanaan, selain itu juga dapat dilihat dari bagaimana
pengetahuan itu dihasilkan, juga dari orientasi yang mendasar: pengetahuan
adalah penuntun tindakan dan bukan tujuan itu sendiri.
Berdasarkan konsep diatas
telah mampu merasakan arti penting analisis kebijaksanaan, tentang hal ini akan
dikembangkan dalam poin selanjutnya. Lindblom menyadari sepenuhnya bahwa
analisis kebijakan juga memiliki kelemahan-kelemahan, seperti yang dituliskan
oleh Sudarwan Danim, 2000:27, bagi Lindblom paling tidak kelemahan-kelemahan
tersebut dapat dilihat dari empat sisi yaitu : (1) analisis tidak selalu benar
atau dapat saja salah hal ini diakui oleh khalayak pemilik atau warga : (2)
analisis tidak selamanya adaptif untuk menyelesaikan konflik antara nilai dan
kepentingan : (3) proses kerja analisis lambat dan biaya mahal : (4) analisis
tidak sepenuhnya dapat menunjukan secara
nyata masalah-masalah mana yang harus diselelenggarakan oleh Negara.
Analisis kebijakan adalah
disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan
argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan
kebijaksanaan, sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka
memecahkan masalah-masalah kebijaksanaan. Walaupun demikian, analisis
kebijaksanaan hanya meliputi evaluasi kebijaksanaan dan anjurannya (policy advocacy). Analisis kebijaksanaan
disadap dari berbagai disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat penandaan (desingnative), penilaian (evaluative),dan anjuran ( advocative). Hal ini dikemukakan oleh
William N. Dunn,2003: 29-31.
Selanjutnya, tetap dalam
buku yang sama, William N. Dunn, 28. Mengutip deskripsi analisis kebijaksanaan
dari ES. Quade dengan harapan dapat membantunya untuk menerangkan arti analisis
kebijaksanaan. ES. Quade bahwa setiap jenis analisis yang menghasilkan informasi
dapat menjadi dasar bagi para pengambil kebijaksanaan dalam menguji
pendapat-pendapat mereka. Dalam analisis kebijaksanaan, kata analisis digunakan
dalm pengertian yang paling umum. Kata tersebut secara tidak langsung
menunjukan penggunaan institusi dan pertimbangan yang mencakup tidak hanya
pengujian kebijaksanaandengan pemecahan kedalam komponen-komponennya, tetapi
juga merencanakan dan mencari sintetis atas alternatif-alternatif baru.
Aktivitas-aktivitas ini meliputi penelitian untuk menjelaskan atau memberi wawasan
terhadap problem atau isu yang mendahului atau untuk mengevaluasi program yang
sudah selesai. Beberapa analisis bersifat informal yang tidak lebih hanya
berupa pemikiran keras dan teliti, sedang yang lainnya memelurkan data yang
luas, sehingga dapat dihitung dengan proses matematika yang unik.
Penjelasan ini memberikan
gambaran kepada kita bahwa analisis kebijaksanaan memiliki ragam metode dalam
penelitiannya. Namun yang menjadi persoalan kemudian adalah metode apa yang
dapat menggambarkan secara spesifik tentang analisis kebijaksanaan. Memang
analisis kebijaksanaan memiliki ragam kelemahan dan kekurangan, namun
setidaknya hal tersebut dapat menjadi alternatif atau pilihan untuk dilakukan
saat ini. salah satu contoh seperti yang terjadi disebuah Negara maju seperti
Amerika Serikat, analisis yang berkaitan dengan (policy analysis) makin mapan dengan melibatkan banyak pihak seperti
badan usaha swasta, organisasi sosial, universitas dan institusi penelitian,
yang menciptakan arus besar studi tentang kebijakan.
2.2.
Pengertian Kebijakan
Untuk mewujudkan suatu tujuan atau suatu
target, dibutuhkan adanya pelaksanaan yang merupakan proses kegiatan yang
berkesinambungan, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Santoso Sastropoetro, bahwa pelaksanaan diartikan sebagai
suatu usaha atau kegiatan tertentu yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau
program. Parlata Westa, mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah aktifitas atau
usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijakan yang
telah dirumuskan dan ditetapkan dengan
dilengkapi semua unsur yang dibutuhkan (Marsuki,2002).
Konsep implementasi dalam
penelitian ini juga
didasari oleh apa yang dikemukakan George C.Edward, ia menguraikan pengertian implementasi kebijakan
sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang diarahkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Agustino, 2008:149). Edward mengemukakan adanya 4 (empat)
variabel baik langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi proses
implementasi, yaitu:
a. Komunikasi,
persyaratan utama bagi komunikasi kebijakan yang efektif adalah para pelaksana
kebijakan harus mengetahui apa yang harus mereka kerjakan. Komunikasi berpengaruh besar terhadap
berhasilnya implementasi kebijakan.Komunikasi yang baik akan melancarkan
penerapan kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan pada saat
kebijakan itu dibuat.
b. Disposisi,
atau sikap adalah watak dan karakteristik yang dimilikii oleh implementator,
seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis, sehingga sikap yang positif juga
akan memberikan pengaruh positif terhadap implementasi kebijakan.
c. Sumber
Daya, variabel ini merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Tanpa
sumber daya, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut
dapat berupa sumber daya manusia, maupun sumber daya finansial. Tanpa sumber
daya, kebijakan hanya akan tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
d. Struktur
Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan . salah satu
dari aspek struktur dari setiap organisasi adalah adanya Standar Operasi
Prosedur
(SOP).
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan
dan menimbulkan Red-Tape, yakni
prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks.
Sedangkan tokoh
lain, Van Meter dan Van Horn, masih dalam Dasar-Dasar Kebijakan Publik juga mendefenisikan implementasi
kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu,
pejabat-pejabat, ataupun kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan (Agustino,2008).
Selain itu, banyak definisi lain yang dibuat oleh para
ahli untuk menjelaskan arti kebijakan, Thomas Dye dalam Dasar-dasar Kebijakan
Publik menyebutkan kebijakan sebagai
pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to
do), (Agustino, 2008). Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada
beberapa definisi lain dari David Easton, Lasswell dan Kaplan, dan Carl
Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan
mengalokasikani nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan”, ini mengandung
konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan
masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup
seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara Lasswel dan Kaplan yang
melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan
sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a projected program of goals, values and
practices). Carl Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu
kebijakan adalah adanya tujuan (goal),
sasaran (objective), atau kehendak (purpose).
Dari beberapa teori-teori tersebut
di atas
menjadi dasar dari penelitian ini dan dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
menyangkut dalam tiga
hal pokok, yaitu:
1.
Adanya
tujuan atau sasaran kebijakan;
2.
Adanya
aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan
3. Adanya hasil kegiatan.
Kebijakan pada dasarnya
merupakan ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman atau petunjuk bagi setiap
usaha untuk mencapai tujuan, sehingga setiap kegiatan memiliki kejelasan dalam
bergerak. Berikut ini akan dikemukakan pengertian kebijakan dari beberapa ahli
yaitu :
1. Menurut Lowi (1980:6) dalam bukunya
Robert. R. Mayer ( Rancangan Penelitian Kebijakn Penelitian Sosial ) memberikan
batasan tentang kebijakan yaitu : “Kebijakan adalah pernyataan umum yang dibuat
oleh otoritas pemerintahan dengan maksud untuk mempengaruhi perilaku warga
Negara dengan menggunakan sanksi-sanksi yang positif dan negatife.
2. Bauer (1980:2) dalam buku yang sama
pula memberikan batasan tentang kebijakan, yaitu : “Kebijakan adalah sebagai
suatu keputusan yang mencakup suatu tindakan yang akan datang atau diharapkan,
sebagaimana berbeda dengan suatu keputusan mengenai suatu pelayanan kognitif
atau evaluatife”.
2.3.
Pengertian Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah
adalah pemilihan sebuah alternatife terbaik dari sekian banyak alternatife yang
bersaing satu sama lain untuk mendominasi yang lainnya, kegiatan ini
berlangsung terus menerus. Hal ini sangat penting untuk mengatasi keadaan
pemerintah, pembangunan dan kemasyrakatan. Masyarakat biasanya lebih menilai
apa yang tidak dilaksanakan oleh
ketimbang melakukan penilaian terhadap apa yang telah dilaksanakan oleh
pemerintah. Dapat dibayangkan apabila pemerintah kita saat ini berdiam diri
terhadap kondisi krisis multi dimensional yang sedang menimpa bangsa kita atau
terhadap meningkatnya angka pengangguran, kriminalitas, penyakit, musibah
bencana alam dan lain-lain. Bahkan pemerintah dapat menciptakan pengaturan
politik untuk mencapai konsensus, sehingga pada gilirannya pemerintah dapat
mengambil keuntungan dari peran pengendali, penengah dan pelindung atau
protektor dari konflik tersebut. Sampai disini kita dapat mengatakan bahwa
kebijakan pemerintah dapat menciptakan situasi dan kondisi, dapat pula terjadi sebaliknya bahwa
kebijakan pemerintah diciptakan oleh situasi dan kondisi, dapat pula terjadi
sebaliknya bahwa kebijakan pemerintah diciptakan oleh situasi dan kondisi.
Faried Ali dalam
Studi Tentang Kebijakan Pemerintah, menguraikan defenisi kebijakan secara
rinci. Ia mengungkapkan bahwa Kebijakan Sebagai studi diartikan
sebagai pernyataan kehendak yang diikuti oleh unsur paksaan atau pengaturan,
sehingga dalam pelaksanaanya akan dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Maka dalam kerangka tersebut Ia menekankan perlunya
kekuasaan (power)
dan wewenang (autority) dalam pelaksanaan
kebijakan yang dapat dipakai untuk membina kerjasama dan meredam
serta menyelesaikan berbagai kemungkinan terjadinya konflik sebagai akibat dari
pencapaian kehendak (2010:2).
Studi implementasi
merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses
pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan
merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan
politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan
kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang
dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam Leo Agustino
(2008:138), yaitu:
”…adalah cukup untuk membuat sebuah program
dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi
merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan
bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih
sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang”
Dari kutipan
tersebut, penulis pahami bahwa memang cukuplah mudah membuat dan merumuskan
suatu kebijakan, namun implementasi dan pelaksanaannya yang kemudian akan tidak
sesuai dengan harapan dan yang dicita-citakan sebelumnya, terlebih jika berada
diatas kepentingan orang banyak.
Inu Kencana Syafie,
2001:147 mengutip pendapat Thomas R. Dye tentang defenisi kebijakan pemerintah,
dimana perhatian utama kepemimpinan pemerintah adalah public policy (kebijakan pemerintah), yaitu apapun juga yang
dipilih pemerinah, apakah mengerjakan sesuatu itu, ataukah tidak mengerjakan
sama sekali (mendiamkan) sesuatu itu.
Pemerintah telah menjadi
lokomotif dalam kegiatan bernegara, apapun yang dipilih oleh pemerintah adalah
kebijakannya dan selalu bernaung dibalik otoritasnya dan kewenangannya, karena
sistem perumusan kebijakan disuatu Negara terdapat beraneka ragam model,
tergantung pada situasi dan kondisi serta sistem pemerintahan yang berlaku pada
suatu Negara. Dalam konteks Negara demokrasi, mengingat pentingnya masalah
pengambilan kebijakan maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak
melibatkan publik dalam mengambil sebuah kebijakan. Perlu kita ketahui bahwa kebijakan
itu tidak dibuat lebih berupa sebuah akumulasi.
Didalam proses kegiatan
politik dengan proses kegiatan administrasi yaitu proses menggerakkan,
menghidupkan dan mengembangkan Negara dalam mengembangkan ciri-ciri bangsa dan
Negara, maka kebijakan-kebijakan yang merupakan reaksi respon atau
tanggapan-tanggapan keinginan rakyat, kemauan bangsa dan kehendak Negara
itu diwujudkan dalam sikap-sikap,
langkah-langkah, dan perbuatan-perbuatan yang diterapkan dan dilakukan oleh
pemerintah.
Selain itu, banyak
definisi lain yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan,
Thomas Dye dalam Dasar-dasar Kebijakan Publik menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu (whatever
government chooses to do or not to do), (Agustino, 2008). Definisi ini
dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David Easton,
Lasswell dan Kaplan, dan Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan
pemerintah sebagai “kekuasaan mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat
secara keseluruhan”, ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang
meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang
wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara
Lasswel dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan,
menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan
tujuan, nilai dan praktek (a projected
program of goals, values and practices). Carl Friedrich mengatakan bahwa
yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objective), atau kehendak (purpose).
Thomas R. Dye seperti yang
dikutip oleh Soenarko lebih lanjut yang kiranya sesuai dengan jalan pikiran ini
dalam bukunya Understanding Public Policy
edisi V yang mengatakan “Public Policy
adalah keadaan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu”. Berangkat dari defenisi tersebut ditegaskan bahwa apa yang diputuskan
oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan itulah Public Policy atau kebijakan pemerintah.
Untuk itu berdasarkan fenomena tarsebut penulis menggunakan kebijakan
pemerintah untuk menerjemahkan Public
Policy.
Secara sederhana defenisi
kebijakan pemerintah menurut Riant Nugroho (2003) adalah segala sesuatu yang
dikerjakan dan yang tidak dikerjakan pemerintah. Lebih lanjut Riant merugikan
“sesuatu” bekenaan dengan aturan main yang terdapat dalam kehidupan bersama
baik dalam hubungan antar warga masyarakat maupun hubungan antar masyarakat dengan
pemerintah, “kerja” hubungan suatu pemilihan keputusan oleh pemerintah yang
meliputi aktivitas perumusan, pelaksanaan dan penilaian kebijakan pemerintah,
kemudian “pemerintah” menurut Riant adalah Negara.
James E Anderson disamping
mangemukakan defenisi Thomas R. Dye, didalam bukunya berjudul “Public Policy Making” mengemukakan pula
defenisi Public Policy dari Robert
Eyestone (Soenarko, 2005:42) sebagai berikut :
“Kebijakan
Pemerintah adalah hubungan suatu lembaga pemerintah terhadap lingkungan”. Ini merupakan
defenisi yang sangat luas, yang tentu saja baru memberikan kejelasan yang masih
samar-samar dan orang masih perlu banyak mencari-cari pengertiannya”.
Anderson menyampaikan pula
defenisi yang diberiakan oleh Carl J. Friedrich (Soenarko, 2005:42) sebagai
berikut :
“Kebijakan
Pemerintah adalah suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, golongan atau
pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan-halangan dan
kesempatan-kesempatannya dalam rangka mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan
kehendak serta tujuan tertentu”.
Berdasarkan
defenisi-defenisi diatas yang telah dikemukakan beberapa ahli tersebut, maka
akan ditemukan konsep inti kebijakan pemerintah, yaitu :
a. Tindakan pemerintah yang berwenang.
Kebijakan pemerintah adalah tindakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh badan
pemerintah yang memiliki wewenang.
b. Sebuah reaksi kebutuhan dan masalah
dunia nyata. Kebijkan pemerintah berupaya merespon masalah atau kebutuhan
konkrit yang sedang berkembang di masyarakat.
c. Seperangkat tindakan yang berorientasi
pada tujuan. Kebijkan pemerintah biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal,
melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategis yang dibuat
untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
d. Sebuah keputusan untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu. Kebijakan pemerintah pada umumnya merupakan tindakan
kolektif untuk memecahkan masalah sosial.
e. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh
seorang atau beberapa orang aktor. Kebijakn pemerintah berisi sebuah pernyataan
atau justifikasi terhadap langka-langkah atau rencana tindakan yang telah
dirumuskan.
2.4.
Pemerintah Daerah
Menurut Wikipedia
bahasa Indonesia Pemerintah menurut etimologi berasal dari
kata "Perintah", yang berarti suatu individu yang memiliki tugas
sebagai pemberi perintah. Definisi dari Pemerintahan adalah suatu lembaga yang
terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu negara yang meliliki
cara dan sistem yang berbeda-beda dengan tujuan agar negara tersebut dapat
tertata dengan baik.
Di beberapa Negara, pemerintah dan
pemerintahan tidak dibedakan Inggris menyebutnya Government dan Prancis menyebutnya Gouvernment, keduanya berasal dari bahasa latin Gubernaculum yang dalam bahasa Arab disebut Hukumat, di Amerika Serikat disebut Administration sedangkan Belanda mengartikan Regerint sebagai penggunaan kekuasaan Negara oleh yang berwenang
untuk menentukan keputusan dengan kebijaksanaan dalam rangka mewujudkan tujuan
Negara dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah. Jadi Regeren digunakan untuk istilah
pemerintahan pada tingkat Nasional atau pusat. Bastur diartikan sebagai keseluruhan badan pemerintah dan
kegiatannya yang berlangsung berhubungan dengan usaha mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
Secara etimologis Inu Kencana
Syafiie, 2001: 43-44, menuliskan bahwa istilah pemerintahan berasal dari akar
kata perintah yang kemudian mendapatkan imbuhan (pe-dan-an). Jika kata perintah
mendapat awalan pe-maka hasilnya adalah kata pemerintah yang tidak lain adalah
badan atau organ elit yang melakukan pekerjaan mengatur dan mengurus dalam
suatu Negara. Dan jika kata pemerintah mendapatkan akhiran –an menjadi kata
pemerintahan yang berarti perihal, cara, perbuatan, atau urusan dari badan yang
berkuasa dan memiliki legitimasi tersebut dalam kata dasar perintah terdapat
unsur-unsur penting yang terkandung yaitu (1) Terdapat dua pihak, yaitu pihak
yang memerintah disebut pemerintah dan pihak yang diperintah disebut rakyat.
(2) Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan legitimasi untuk mengatur dan
mengurus rakyat. (3) Pihak yang diperintah memiliki keharusan untuk taat kepada
pemerintah yang sah. (4) Antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah
terdapat hubungan timbal balik baik secara vertikal maupun horizontal.
Lebih lanjut kita dapat mengamati
defenisi pemerintah oleh para ahli, Inu Kencana Syafiie, 2001: 21-23 menuliskan
pandangan para ahli tentang hal tersebut: menurut W . S. sayre, pemerintah
adalah sebagai organisasi dari Negara, yang memperlihatkan dan menjalankan
kekuasaannya. Sedangkan menurut C. F. Strong menilai bahwa pemerintah dalam
arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan Negara,
kedalam dan keluar. Oleh karena itu, pertama, harus mempunyai kekuatan militer
atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, kedua, harus mempunyai
kekuatan legislatife atau dalam arti pembuat undang-undang, ketiga, harus
mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat
dalam rangka membiayai ongkos keberadaan Negara dalam menyelenggarakan
peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan Negara. Tidak
jauh berbeda dengan hal tersebut, Wilson menyatakan pemerintah itu adalah suatu
pengorganisasian kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan organisasi kekuatan
angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang yang dipersiapkan oleh
suatu organisasi untuk mewujudkan maksud dan tujuan mereka, dengan hal-hal yang
memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan.
Pemerintah
adalah organisasi yang
memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah
tertentu. Termasuk di desa
yang memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah
Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Perwakilan
Desa (BPD).
Secara konseptual perlu
dipahami tentang posisi pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu bahwa yang dimaksud dengan
pemerintahan daerah adalah : penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk pengertian pemerintah daerah,
dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1
ayat 2 dan 3 bahwa :
Pasal
1
“Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
“Pemerintah
daerah adalah Gubernur,
Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah ( Birokrasi ) sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah”.
Pasal 3
(1) Pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah:
a.
Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi
dan DPRD provinsi;
b.
Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah
kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.
(2) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala
daerah dan perangkat daerah.
Selain itu, peran pemerintah daerah
juga dimaksudkan dalam rangka melaksanakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas perbantuan sebagai wakil pemerintah di daerah otonom yaitu untuk melakukan
:
- Desentralisasi
yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah kewewenang pemerintahan
menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Dekonsentrasi
yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu untuk dilaksanakan; dan
- Tugas
pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari Pemerintah kepada
daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
2.5.
HIV-AIDS
Acquired
Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV
( Human Immuno Deficiency Virus )
yang akan mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak sistem kekebalan
tubuh manusia, dengan berakibat yang bersangkutan kehilangan daya tahan
tubuhnya, sehingga mudah terinfeksi dan meninggal karena berbagai penyakit
infeksi kanker dan lain-lain.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin
pencegahan atau obat untuk penyembuhannya. Jangka waktu antara terkena infeksi
dan munculnya gejala penyakit pada orang dewasa memakan waktu rata-rata 5-7
tahun. Selama kurun waktu tersebut walaupun masih tampak sehat, secara sadar
maupun tidak pengidap HIV dapat menularkan virusnya pada orang lain. Karena
AIDS bukan penyakit, AIDS tidak menular yang menular adalah HIV yaitu virus
yang menyebabkan kekebalan tubuh mencapai masa AIDS. Virus ini terdapat dalam
larutan darah cairan sperma dan cairan vagina, dan bisa menular pula melalui
kontak darah atau cairan tersebut. Pada cairan tubuh lain konsentrasi HIV
sangat rendah sehingga tidak bisa menjadi media atau saluran penularan.
Tidak ada gejala khusus jika seseorang sudah
terinfeksi HIV, dengan kata lain orang yang mengidap HIV tidak bisa dikenali
melalui diagnosis gejala tertentu, disamping itu orang yang terinfeksi HIV bisa
saja tidak merasakan sakit. Berbulan-bulan atau tahun seseorang yang sudah
terinfeksi dapat bertahan tanpa menunjukkan gejala klinis yang khas tetapi baru
tampak pada tahap AIDS.
Ada
4 (empat) cara penularan HIV yaitu :
1. Melalui hubungan seksual dengan seorang
pengidap HIV tanpa perlindungan atau menggunakan kontrasepsi (kondom).
2. HIV
dapat menular melalui transfusi dengan darah yang sudah tercemar HIV.
3. Seorang
ibu yang mengidap HIV bisa pula menularkannya kepada bayi yang dikandung, itu
tidak berarti HIV/AIDS merupakan penyakit turunan, karena penyakit turunan
berada di gen-gen manusia sedangkan HIV menular saat darah atau cairan vagina
ibu membuat kontak dengan cairan atau darah anaknya, dan
4. Melalui
pemakaian jarum suntik akufuntur, jarum tindik dan peralatan lainnya yang sudah
dipakai oleh pengidap HIV.
Kasus penularan AIDS pertama di Indonesia
pada tahun 1987 kemudian disusul dengan kasus-kasus berikutnya, sehingga pada
tanggal 31 januari 1995 tercatat pengidap HIV 211 orang dan 69 penderita AIDS,
44 orang diantaranya meninggal. Data terakhir bulan Juni 1999 tercatat 88
mengidap HIV dan 26 penderita AIDS (sampai dengan 31 Agustus 1999). Serupa dengan pola penyebaran dinegara lain,
di Indonesia pun mulainya diantara orang-orang homo seks, kemudian muncul pada
sekelompok kecil orang-orang yang berperilaku resiko tinggi seperti pecandu
obat narkotika dan para tuna susila. Sasaran umum pembangunan jangka panjang
kedua (PJP-II) sebagaimana dinyatakan dalam GBHN 1993 adalah terciptanya
kwalitas manusia dan kwalitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri.
Penyebaran HIV / AIDS dalam masyarakat bukan semata-mata hanya masalah
kesehatan saja, tetapi mempunyai implikasi politik, ekonomi, sosial, etis,
agama dan hukum, bahkan dampaknya secara nyata cepat atau lambat menyentuh
semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Hal ini mengancam upaya bangsa untuk
meningkatkan kwalitas sumber daya manusia.
Dalam rangka mengamankan
jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang
diharapkan, perlu peningkatan upaya penaggulangan HIV / AIDS, yang melibatkan
semua sektor pembangunan nasional melalui program yang terarah, terpadu dan
menyeluruh.
No comments:
Post a Comment