Dalil Pertama
Firman-Nya U
:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ ِلأَزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلاَبِيْبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ
غَفُوْرًا رَحِيْمًا
Artinya :Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. 33:59)
· Perkataan Al Imam Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Ath Thabriy, beliau rahimahullah berkata dalam tafsir ayat ini : Allah U mengatakan kepada Nabi-Nya Muhammad r : Hai Nabi
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mu'min:" janganlah kalian/wanita menyerupai budak dalam
hal pakaiannya, jika mereka keluar rumah untuk keperluannya, mereka membuka
rambut dan mukanya, tapi hendaklah mereka mengulurkan jilbab (jubah)nya
keseluruh tubuh mereka agar tidak diganggu orang jahat jika dia tahu bahwa
mereka itu wanita merdeka dengan gangguan perkataan “ kemudian ahli tafsir
berbeda pendapat tentang cara mengulurkan yang diperintahkan Allah kepada
mereka , sebagian mengatakan:
ü Para wanita menutup muka dan kepalanya dan tidak
menampakkan kecuali satu mata saja. Beliau menyebutkan orang yang mengatakannya
: Telah memberitahukan kepada saya Ali, dia berkata Abu Shalih[1]
telah meberitahukan kepada kami, dia berkata Muawiyyah telah memberitahukan
kepada saya dari Ali[2]
dari Ibnu Abbas t,firman-Nya,”Allah memerintahkan wanita wanita
mukminat bila keluar dari rumah untuk suatu kebutuhan agar menutup wajah mereka
dengan jilbab yang diulurkan dari atas kepalanya dan hanya menampakan satu mata
mereka saja[3]
ü Ya’qub telah memberi tahu saya, dia berkata Ibnu
‘Ulayyah telah memberi kabar kami dari Ibnu Aun dari Muhammad dari Ubaidah[4]dalam
firman-Nya,”
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka" maka Ibnu Aun mengenakannya di depan kami, dia berkata : Dan Muhammad
mengenakannya di depan kami, Muhammad berkata : Ubaidah mengenakannya di depan
kami, Ibnu berkata : Dengan kain rida’nya, terus beliau menutupi kepalanya
dengan kain itu, terus menutupi hidungnya dan mata yang kiri dan mengeluarkan
mata kanannya, dan mengulurkan rida’nya dari atas sampai menjadikannya dekat
dengan alisnya atau pada alisnya.
ü Ya’qub telah memberi
kabarku, berkata : Husyaim telah mengkabarkan kami, berkata : Hisyam telah
mengkabarkan kami, dari Ibnu Sirin, berkata : saya bertanya kepada Ubaidah
tentang firman-Nya,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" berkata : Maka beliau memperaktekan dengan
kainnya, beliau tutup kepala dan wajahnya dan hanya menampakan salah satu mata.[5]
ü Yang lain berkata : bahkan mereka wanita diperintahkan
agar mengikatkan jilbabnya pada kening-keningnya, beliau menyebutkan orang yang
mengatakannya : Muhammad Ibnu saad telah mengabarkan kami, berkata : bapakku
telah mengabarkanku, berkata : Pamanku telah mengabarkanku, berkata : bapakku
telah mengabarkanku, dari bapaknya, dari Ibnu Abbas t, firman-Nya,” ,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Berkata : Wanita merdeka pernah
memakai baju budak, maka Allah memerintahkan wanita kaum mu’minin agar
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, dan penguluran jilbab itu adalah
: Bertaqannu’[6]
dan mengikatkannya pada keningnya. Busyr telah memberiahukan kepada kami,
berkata : Yazid telah mengabarkan kepada kami, berkata : said telah mengabarkan
kepada kami, dari Qatadah, firman-Nya,” Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka"Allah mewajibkan mereka bila keluar untuk bertaqannu’ di
keningnya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu,” dahulu budak bila lewat, maka mereka
(orang-orang fasik dan munafik) mengganggunya, maka Allah melarang
wanita-wanita merdeka menyerupai wanita-wanita budak.
ü Muhammad Ibnu Amr telah
mengkabarkan kepada kami, berkata : Abu ‘Ashim telah mengkabarkan kepada kami,
berkata : Isa telah mengkabarkan kepadaku, dan telah mengkabarkan kepadaku Al
Harits, berkata : Al hasan telah mengkabarkan kepada kami, berkata : Warqaa’
telah mengabarkan kepada kami semuanya, dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid,
Firman-Nya,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka" mereka berjilbab supaya diketahui bahwa mereka itu
wanita-wanita merdeka, sehinghga orang fasik tidak mengganggunya baik dengan
perkataan atau ribah…
ü Firman-Nya,” Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu,” Allah U berkata : Penguluran
mereka akan jilbab-jibabnya itu bila mana mereka mengulurkannya ke seluruh
tubuhnya adalah lebih dekat dan lebih mudah untuk dikenal oleh orang yang
mereka lewati, dan mereka (laki-laki) mengetahui bahwa mereka itu bukan budak,
sehingga mereka enggan mengganggunya dengan perkataan yang tidak baik atau dengan
perlakuan kurang sopan,” Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” terhadap mereka untuk menyiksanya setelah mereka taubat dengan
mengulurkan jilbab-jilbabnya ke seluruh tubuhnya.[7]
· Al Imam Abu Bakar Ahmad Ibnu Ali Ar Raziy Al Jashshash
(Wafat 370 H) rahimahullah
berkata : Abdullah Ibnu Muhammad telah memberi kabar kami, berkata : Al Hasan
telah mengkabari kami, berakata : Abdurrazzaq telah mengkabari kami, berkata :
Ma’amar telah mengkabari kami dari Abu Khaitsam dari Shafiyyah Bintu Syaibah
dari Ummu salamah, berkata : Tatkala ayat ini turun,” ,” Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,” wanita-wanita dari kalangan
Anshar keluar (dari rumah) seolah-olah di atas kepala mereka ada gagak karena
pakaian hitam yang mereka kenakan.”
Abu Bakar
berkata :Dalam ayat ini ada dalalah (dalil yang menunjukan) bahwa wanita
muda diperintahkan untuk menutup wajahnya dari laki-laki lain, dan
(diperintahkan) untuk menampakan ketertutupan dan ‘iffah ketika keluar
agar orang-orang fasiq tidak berhasrat terhadapnya. Dan di dalam ayat ini ada dilalah
bahwa wanita budak tidak diwajibkan untuk menutup wajah dan rambutnya
karena firman-Nya,” dan isteri-isteri orang
mu'min,” dzahirnya bahwa itu
adalah wanita-wanita merdeka.dan begitu juga diriwayatkan dalam tafsir agar
mereka itu tidak seperti budak-budak yang mereka itu tidak diperintahkan untuk
menutup kepala[8]
dan wajah, maka menutupinya dijadikan sebagai pembeda antara wanita merdeka
dengan budak, dan telah diriwayatkan bahwa Umar pernah memukul budak-budak
wanita, dan terus berkata : Buka kepala kalian, janganlah berusaha menyerupai
wanita-wanita merdeka[9]
· Al Imam Al Faqih ‘Imaduddin Ibnu
Muhammad Ath Thabari
yang terkenal dengan julukan Ilkiya Al Harras[10]
(Wafat 504 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Firman-Nya
Ta’ala,”
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka".(59) – Jilbab adalah rida’(jubah), maka Dia memerintahkan
mereka (wanita) supaya menutupi wajah dan kepala mereka, dan tidak
mewajibkannya terhadap budak.[11]
· Al Imam Muhyi As Sunnah Al
Baghawi (Wafat
516 H) rahimahullah dalam Ma’alim At Tanzil dalam menafsirkan
ayat itu hanya menuturkan perkataan Ibnu Abbas dan Ubaidah As Salmani
di atas saja dan tidak mempedulikan pendapat lain seolah-olah beliau tidak
menganggapnya, begitu juga Al Imam Al Khazin rahimahullah
melakukan hal serupa.[12]
· Abu Al Qasim Muhammad Ibnu Umar Al Khawarizmiy Az Zamakhsyari yang
diberi gelar Jarullah[13] (Wafat 538 H) semoga Allah
mengampuninya mengatakan dalam tafsirnya Al Kasysyaf : Makna,”
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,” adalah
mereka mengulurkan pakaiannya ke seluruh tubuh mereka, dan dengan jilbab itu
mereka menutupi wajah dan pinggangnya. Dikatakan bila pakaian lepasa dari wajah
wanita : Adnii tsaubaki ‘alaa wajhiki, dan ini dikarenakan sesungguhnya
wanita di awal islam masih seperti mereka pada zaman jahiliyyah berpakaian
seadanya, wanita tampak keluar rumah dengan hanya mengenakan baju kurung dan
kudung saja, tidak ada perbedaan antara wanita merdeka dengan budak, sedangkan
para pemuda dan laki-laki nakal mengganggu wanita-wanita budak bila mereka
keluar di malam hari untuk membuang hajat mereka di dekat pohon kurma dan tempat
yang sunyi, dan terkadang mereka itu mengganggu wanita-wanita merdeka dengan
alasan mereka mengiranya budak, mereka berkata : Kami mengiranya budak. Maka
wanita-wanita merdeka diperintahkan agar berpenampilan beda dengan budak dengan
memakai jubah (rida’), dan milhafah, menutupi kepala dan wajah agar lebih
tertutup dan lebih disegani, sehingga tidak ada orang yang berhasrat, dan itu
pada firman-Nya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal,” yaitu lebih mudah untuk diketahui sehingga tidak diganggu dan
tidak mendapatkan apa yang tidak mereka sukai. Maka bila engkau mengatakan :
Apa arti min (dari) pada kalimat,”min jalaabiibihinna,” ? Saya
menjawab: Ia itu untuk menujukan sebagian (tab’idl), namun makna tab’idl
ini mengandung dua kemungkinan : Pertama : Mereka berjilbab dengan
bagian jilbabnya yang mereka kenakan, dan maksudnya adalah agar wanita merdeka
tidak boleh keluar rumah dengan hanya mengenakan baju kurung dan kudung saja
seperti budak dan orang yang suka sibuk kerja, dan dia itu memiliki dua jilbab
di rumahnya atau lebih. Kedua : Wanita mengulurkan sebagian jilbabnya
atau sisa kain jilbabnya pada wajahnya dia menutupinya agar berbeda dengan
budak, dan dari Ibnu Sirin : Saya bertanya kepada Ubaidah As Salmani tentang
hal itu, maka beliau menjawab : Ia (wanita) meletakan rida’nya di atas alisnya,
kemudian dia melingkarkannya sehingga ia meletakannya di atas hidungnnya, dan
dari As Suddiy : Ia menutupi salah atu matanya dan keningnya dan sisi lain
kecuali mata, dan dari Al Kisaiy : Mereka bertaqannu’ dengan milhafahnya
sambil menyelimutkannya ke seluruh tubuhnya, maksud dari menyelimutkan adalah
mengulurkannya.[14]
· Al Imam Al Qadli Abu Bakar
Muhammad Ibnu Abdillah yang terkenal dengan Ibnu Al ‘Arabi Al Maliki (Wafat 543 H) rahimahullah
berkata dalam tafsirnya : Masalah kedua : Orang berbeda pendapat
tentang menjelaskan makna jilbab dengan lafadh-lafadh yang berdekatan,
semuanya berputar bahwa jilbab itu adalah kain yang menutupi seluruh
tubuh, namun mereka bermacam-macam dalam mengungkapkannya di sana, dikatakan ia adalah rida’, dan
dikatakan pula dia adalah qina’. Masalah ketiga : Firman-Nya
Ta’ala,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,” dikatakan
maknanya : Dia dengan jilbab itu menutup kepalanya dari atas khimarnya
(kerudungnya), dikatakan pula : Dia dengan jilbab itu menutupi wajahnya
sehingga tidak ada yang nampak darinya kecuali mata kiri saja. Masalah
keempat : Dan yang menyebabkan mereka (para ahli tafsir) bermacam-macam
dalam mengungkapkan makna jilbab ini adalah bahwa mereka melihat bahwa
penutupan dan hijab adalah bagian dari penjelasan yang telah lalu, dan telah
diketahui maknanya, dan tambahan ini datang menambahnya, dan dibarengi
dengan qarinah yang sesudahnya
yaitu yang menjelaskannya, dan itu adalah firman-Nya,” Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal ,”
dan yang dhahir bahwa hal itu
adalah menyebabkan mudahnya dikenal di saat menutupi diri, maka ini menunjukan
pada hal berikut ini : Masalah kelima : Bahwa ini bermaksud
membedakannya dari budak yang biasa berjalan dengan membuka kepala, atau dengan
satu qina’, mereka diganggu oleh laki-laki dan diajak bicara, maka bila ia
(wanita merdeka) berjilbab dan menutupi diri, maka hijab itu menjadi penghalang
antara dia dengan orang yang mengganggu dengan pengajakan bicara dan
menyakitinya, dan telah dikatakan- yaitu : Masalah keenam : Sesungguhnya
yang dimaksud dengan hal itu adalah orang-orang munafiq. Qatadah berkata :
Wanita budak bila mereka lewat selalu diganggu oleh orang-orang munafiq, maka
Allah melarang wanita-wanita merdeka dari menyerupai wanita-wanita budak, agar
tidak terkena sepert gangguan ini. Dan telah diriwayatkan bahwa Umar Ibnu Al Khaththab
pernah memukul wanita-wanita budak karena mereka menutupi dirinya, beliau
berkata : Apakah kalian menyerupai wanita-wanita merdeka ? dan hal ini jelas
dari rangkaian pengaturan syari’at. [15]
· Al Imam Abul Faraj
Jamaluddin Abdurrahman Ibnu Ali Ibnu
Muhammad Ibnu Al jauzi Al Qurasyi Al Baghdadiy Al Hambali (Wafat 597 H) rahimahullah
berkata dalam tafsirnya : Sebab Nuzul ayat ini adalah bahwa orang-orang fasiq
suka mengganggu kaum wanita bila mereka keluar di malam hari, mereka bila
melihat wanita mengenakan qina’(penutup kepala dan wajah) mereka tidak
mengganggunya dan mengatakan : Ini adalah wanita merdeka,’ dan bila melihatnya
tidak mengenakan qina’ mereka mengatakan : Ini adalah budak,” maka
mereka mengganggunya. Maka turunlah ayat ini, ini dikatakan oleh As Suddiy.
Firman-Nya Ta’ala,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka,”Ibnu Qutaibah berkata ; Mengenakan rida’ (jubah) dan
yang lain mengatakan : Mereka menutup kepala dan wajahnya agar diketahui bahwa
mereka adalah wanita-wanita merdeka,” Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah,” yaitu lebih pantas dan lebih dekat,” untuk dikenal,” bahwa
mereka itu adalah wanita-wanita merdeka,” karena itu mereka tidak diganggu.”[16]
· Al Imam Fakhruddion Muhammad Ibnu Umar Ibnu Al Husain
Ibnu Al Hasan Ar Raziy (wafat 606 H) berkata dalam tafsir Al Kabir : Dahulu zaman
Jahiliyyah wanita merdeka dan wanita budak keluar (rumah) dengan terbuka, yang
membuat diikuti oleh para pezina, dan terkena tuduhan, maka Allah memerintahkan
wanita-wanita merdeka agar berjilbab, dan firman-Nya,” Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” Dikatakan
: Diketahui bahwa mereka itu adalah wanita-wanita merdeka, maka tidak diikuti
(oleh para pezina), dan bisa dikatakan : Yang dimaksud adalah bahwa mereka itu
tidak pernah berzina, karena wanita yang menutupi wajahnya-padahal bukan aurat[17]-
tidak diharapkan darinya bahwa dia itu mau membukakan auratnya, maka diketahui
bahwa mereka itu selalu tertutup, tidak mungkin diajak berzina.[18]
· Al Imam Abu Abdillah
Muhammad Ibnu Ahmad Al Anshariy Al
Qurthubi Al Maliki (Wafat 671 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya :
Karena kebiasaan wanita-wanita arab adalah berpakaian seadanya saja, dan mereka
itu membuka wajah-wajahnya sebagaimana yang dilakukan oleh budak, sedang hal
seperti ini mengundang pandangan laki-laki
terhadapnya sehingga pikiran mereka menghayal terhadapnya, maka Allah
memerintahkan Rasul-Nya r untuk memerintahkan kaum
wanita agar mengulurkan jilbab-jilbabnya keseluruh tubuhnya di kala keluar
untuk hajat-hajat mereka…..
Al Qurthubi berkata lagi :
Firman-Nya,” mengulurkan jilbabnya,” jalaabib adalah bentuk jamak
dari jilbab yaitu kain yang lebih lapang dari khimar (kerudung),
dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud bahwa jilbab adalah rida’
(jubah), dikatakan juga bahwa jilbab adalah Qina’, dan yang benar
sesungguhnya jilbab adalah kain /pakaian yang menutupi seluruh tubuh,
sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim dari Ummu ‘Athiyyah,
beliau berkata : Wahai Rasulullah ! seseorang diantara kami ada yang tidak
mempunyai jilbab ? Rasulullah berkata : Hendaklah saudarinya memberikan
kepada jilbab….”
Dan beliau rahimahullah
menghikayatkan sebuah atsar dari Umar Ibnu Al Khaththab t beliau berkata : Apa yang mencegah wanita
muslimah bila dia mempunyai hajat dia keluar sambil menyembunyikan diri dengan
mengenakan pakaian lusuhnya atau pakaian lusuh tetangganya, tidak ada seorang
pun yang mengenalinya sampai dia pulang kembali kerumahnya.
Al Qurthubi rahimahullah
berkata lagi : Firman-Nya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal,” yaitu wanita-wanita merdeka, sehingga tidak bercampur
dengan budak. Bila diketahui bahwa mereka itu adalah wanita merdeka maka mereka
tidak akan mendapatkan gangguan sedikitpun karena memandang kemerdekaannya,
sehingga hasrat mengganggu pun terputus darinya, bukan maksudnya supaya dikenal
siapa dia[19], Umar t bila melihat budak memakai
qina’ beliau memukulnya dengan tongkatnya, demi menjaga pakaian wanita merdeka,
dan ini sebagaimana para sahabat Nabi r melarang para wanita
mendatangi mesjid setelah Rasulullah r wafat, padahal Rasulullah
pernah bersabda,”Janganlah kalian melarang wanita dari mendatangi mesjid
Allah,” sampai-sampai Aisyah radhiyallahu 'anha mengatakan,” Seandainya
Rasulullah r masih hidup sampai
sekarang ini, tentu beliau pasti melarang para wanita dari keluar (rumah),
sebagaimana wanita-wanita Bani Israil telah dilarang,”, ,”Dan Maha pengampun
lagi Maha Penyayang” merupakan penghibur bagi para wanita karena meninggalkan berjilbab
sebelum ada perintah pensyariatannya [20]
·
Al Imam Al Qadli Nashiruddin Abdullah Ibnu Umar Al Baidlawi Asy Syafii’ (Wafat 691 H) rahimahullah
berkata dalam tafsirnya :,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka,” artinya hendaklah mereka menutupi wajah-wajahnya dan
tubuhnya dengan milhafah (Jubah) bila mereka keluar untuk suatu
kebutuhan.Dan min (dari) adalah untuk menunjukan sebagian (tab’idl),
karena sesungguhnya wanita mengulurkan sebagian jilbabnya, dan berselimut
dengan sebagian yang lainnya,” Dan yang demikian ittu agar mereka lebih
mudah untuk dikenal,” yaitu dibedakan dari wanita budak dan para penyanyi,”maka
mereka tidak diganggu,” orang-orang
jahat tidak mengganggu mereka,” Dan Maha pengampun,” terhadap yang telah lalu,”lagi maha
penyayang,” terhadap hamba-hambanya karena selalu memperhatikan
kemashlahatan mereka sampai hal-hal yang kecil.[21]
·
Al Allamah Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Syihabuddin Al Khaffajiy (1069 H) rahimahullah berkata dalam catatan
kakinya atas tafsir Al Baidlawiy dalam rangka mensyarah point sebelumnya
darinya : Perkataannya : (Dan min untuk tab’idl,,,) dan telah dikatakan dalam
Al Kasysyaf bahwa itu mengandung dua kemungkinan : Mereka berjilbab
dengan masing jilbab-jilbab yang mereka kenakan, maka berarti bagian itu adalah
salah satu darinya, atau yang dimaksud adalah bagian dari setiap jilbab
itu, dengan cara mengulurkan sebagian kain jilbabnya, sedangkan bagian yang
lainnya dikenakan di wajah, dia bertaqannu’ dengannya, dan berjilbab
sesuai kemungkinan pertama maknanya berhijab menutupi seluruh tubuhnya, dan
berarti taqannu’ menutupi kepala dan wajah di sini adalah dengan
disertai mengulurkan sisanya ke seluruh badan, dan firman-Nya,” Hendaklah
mereka mengulurkan,” ini ada kemungkinan sebagai maquulul qaul (yang
diucapkan),yaitu pemberitaan yang bermakna perintah[22]atau
jawaban perintah sebagaimana sejalan dengan firman-Nya,”Katakan kepada
hamba-hambaku yang telah beriman,” Hendaklah mereka mendirikan shalat,”[23]
dan jilbab adalah izar yang lebar yang diselimutkan, maka apa yang dikatakan
: ( Sesungguhnya ungkapan,” ‘alaihinna,” berbeda dengan,” ‘ ala
wujuuhihinna,” dan beliau telah menafsirkannya dengan menutupi wajah dan
seluruh tubuhnya dengan jilbab itu, maka bagaimana bisa benar kalau
begitu pernyataan bahwa(min) itu berfaidah tab’idl, karena
kalimat sebagian itu tidak benar diletakan sebagai makna min kecuali
bila ada sebagian jilbab yang masih tersisa tidak dipakai pada wajah dan
badan) adalah tidak usah diperhatikan (bukan pernyataan yang benar),
karena firman-Nya,”’Alaihinna (ke seluruh tubuh mereka) bisa dengan taqdir
mudlaf, jadi maknanya ‘alaa ru’uusihinna atau wujuuhihinna,
atau karena sudah dimafhumi darinya meskipun tidak ada taqdir, dan
adapun perkataannya : badan-badannya, maka itu adalah penjelasan bagi
kenyataan, karena sesungguhnya wanita bila mengulurkan sebagian kain jilbabnya
pada wajah maka sudah dipastikan sebagian yang lain tersisa pada badan, namun
yang diperintahkan adalah menarik yang sebagian itu, karena dengannya badan
bisa terjaga. Perkataannya : dari wanita-wanita budak dan para penyanyi, ini
adalah meng’atafkan dua hal yang sama-sama artinya, atau yang dimaksud dengan
para penyanyi itu adalah para pelacur, dan adapun bila yang dimaksud adalah
biduanita maka ini tidak benar. Dan perkatannya : mereka (wanita merdeka)
dibedakan, maksud dengan ma’rifah adalah membedakan secara majaz
karena itulah yang dimaksud, dan seandainya dibiarkan pada maknanya, maka tetap
benar, As Subkiy berkata dalam Thabaqatnya : Ahmad Ibnu Isa dari kalangan ahli
fiqhi madzhab Syafii beristinbath dari ayat ini bahwa apa yang dilakukan
oleh para ulama dan para tokoh berupa merubah pakaian dan surban mereka adalah
hal yang bagus, meskipun tidak pernah dilakukan oleh salaf, karena dengan hal
ini mereka memiliki ciri khusus agar dikenal, sehingga perkataan mereka
diamalkan[24].
Perkataannya : (terhadap yang telah lalu) bukan maksudnya perintah berjilbab
sebelum ayat ini turun, sehingga bisa dikatakan bahwa tidak ada dosa sebelum
datangnya perintah dalam syariat, ini adalah berdasarkan madzhab Mu’tazilah dan
penghukuman jelek menurut akal semata, namun yang dimaksud adalah dosa-dosa
kalian yang lalu yang telah dilarang secara muthlaq, maka itu diampuni bila Dia
menghendaki, dan seandainya diterima bahwa yang dimaksud adalah itu, maka
larangan akan hal itu sudah diketahui dari ayat hijab secara dalil iltizam.
Dan dikatakan : Yang dimaksud adalah
bagi kemungkinan terjadinya kekurangan dalam menutupi.[25]
·
Al Imam Abdullah Ibnu Ahmad Ibnu Mahmud An Nasafi Al Hanafi (Wafat 701 H) rahimahullah
berkata dalam tafsirnya :,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka,” yaitu mereka mengulurkannya keseluruh tubuhnya dan
menutupi wajah dan pinggangnya dengan jilbab itu. Dikatakan bila pakaian
terurai dari wajah wanita : Adnii Tsaubaki ‘Alla Wajhiki[26],dan
lafadh Min adalah littab’idl, jadi maknanya : Dia
mengulurkan sebagian jilbabnya dan selebihnya pada wajahnya. [27]
Peringatan : Wanita budak harus berhijab bila
hawatir fitnah.
Syaikhul Islam Taqiyyuddin
Abul Abbas Ahmad Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H) rahimahullah berkata : ( Dan begitu
juga wanita budak (amah) bila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, maka dia
harus mengulurkan sebagian jilbabnya (pada wajahnya) dan berhijab, serta wajib
menundukan pandangan baik darinya ataupun dia sendiri. Dan tidak ada di dalam
Al Kitab dan As Sunnah dalil yang mebolehkan memandang wanita seluruh budak,
dan tidak ada pula dalil yang membolehkan dia tidak berhijab dan menampakan
perhiasannya, namun Al Qur’an tidak memerintahkannnya seperti perintah kepada
wanita merdeka, dan As Sunnah membedakan secara praktek antara mereka dengan
wanita merdeka, dan tidak membedakan antara mereka dengan lafadh yang umum,
namun sudah menjadi kebiasaan kaum mu’minin adalah wanita merdeka diantara
mereka berhijab sedangkan yang budak tidak, dan Al Qur’an juga mengecualikan
wanita-wanita tua yang sudah tidak berhasrat dan tidak menarik, Al Qur’an tidak
mewajibkan hijab atas mereka, dan Al Qur’an juga mengecualikan dari kalangan
laki-laki yaitu laki-laki yang sudah tidak ada hajat lagi terhadap wanita, maka
pengecualian itu diberlakukan terhadap sebagian wanita budak adalah lebih utama
dan lebih layak, yaitu wanita-wanita budak yang bisa menimbulkan fitnah dan
hasrat bila mereka tidak berhijab dan malah menampakan perhiasannya, dan
sebagaimana wanita tidak boleh menampakan perhiasannya kepada anak tirinya yang
berhasrat dan berkeinginan syahwat, kemudian khithab itu datang secara
umum biasanya, maka yang keluar dari biasanya keluar pula dengan khithab itu
dari sejawatnya, sehingga bila ternyata tampaknya wanita budak dan memandangnya
itu menimbulkan fitnah, maka wajib hal itu dicegah sebagaimana bila terjadi
bukan dalam hal itu).[28]
Orang-orang yang menafikan hikmah
dan ta’lil mengklaim bahwa syariat telah membedakan antara dua hal yang
sama dan menggabungkan antara dua hal yang berbeda, dan untuk memperkuat
keyakinannya itu mereka berdalih dengan beberapa hal diantaranya : Dintaranya :
Syariat mengharamkan memandang wanita tua yang buruk rupa bila dia itu wanita
merdeka, dan membolehkan memandang wanita budak yang cantik jelita. Sungguh Al
Imam Al Muhaqqiq Syamsuddin Muhammad Ibnu Abu Bakar Ibnu Al Qayyim Al Jauziyyah
murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah membantah mereka dengan bantahan yang
detail atas dalil-dalil mereka, dan di antara bantahan yang beliau kemukakan
untuk menohok syubhat yang tadi adalah :
(Dan Adapun (pernyataan)
pengharaman memandang
wanita tua merdeka yang buruk rupa, dan bolehnya memandang wanita budak yang
cantik jelita, maka itu adalah suatu kedustaan terhadap syariat, di mana Allah
mengharamkan ini dan membolehkan itu ? Allah U hanyalah mengatakan,”Katakanlah
kepada orang-orang mu’min,” Hendaklah mereka menahan pandangannya,”[29]dan
Allah tidak membiarkan bagi mata untuk memandang kepada wanita budak yang canti
jelita, dan bila khawatir fitnah karena akibat memandang budak, maka haram
atasnya memandang kepadanya tanpa ragu lagi.
Dan syubhat ini hanyalah
timbul karena
Allah mensyariatkan wanita-wanita merdeka agar menutupi wajah mereka dari
pandangan laki-laki lain, dan adapun budak, maka hal itu tidak diwajibkan,
namun ini tentunya bagi wanita budak yang biasa-biasa saja yang dipekerjakan,
adapun wanita-wanita budak yang biasa di tasarri[30]
yang pada biasanya mereka itu terjaga dan tertutup, maka di mana Allah dan
Rasul-Nya membolehkan bagi mereka membuka wajahnya di pasar, di jalanan, dan di
tempat ramai, serta membolehkan bagi laki-laki menikmati dengan memandanginya ?
Maka ini sungguh suatu
kekeliruan yang murni atas nama syariat, dan kesalahan ini diperkuat dengan kekeliruan
yang lebih dasyat yang bersumber dari pernyataan sebagian ahli fiqih, mereka
berkata : (Sesungguhnya wanita merdeka itu adalah aurat kecuali wajah dan kedua
telapak tangannya, dan aurat budak adalah apa yang biasa tidak nampak darinya,
seperti perut, punggung, dan betis) maka mereka mengira bahwa apa yang biasa nampak
darinya itu adalah hukumnya sama dengan hukum wajah laki-laki, sedangkan ini
adalah hanyalah di dalam shalat, bukan dalam masalah pandangan, karena
sesungguhnya aurat itu ada dua : Aurat di dalam shalat, dan
aurat di dalam pandangan, maka wanita merdeka boleh shalat dengan membuka
wajah [31]dan
kedua telapak tangannya, namun dia tidak boleh keluar dengan membuka wajah dan
telapak tangan ke pasar dan tempat ramai, Wallahu ‘Alam.[32]
Dan apa yang ditetapkan
oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah dan Al Imam Al Muhaqqiq Ibnu Al Qayyim rahimahumallah
berupa ihtijabnya wanita-wanita budak yang cantik, dan tampaknya
budak-budak yang tidak cantik, sungguh telah ditetapkan dengan jelas oleh Al
Imam Ahmad rahimahullah, Ibnu Manshur telah menukil darinya, bahwa
beliau berkata : Wanita budak tidak boleh memakai niqab,” dan Ibnu
Manshur serta Abu Hamid Al Khaffaf telah
menukil darinya juga, bahwa beliau berkata : Wanita budak yang cantik
hendaklah memakai niqab,” [33]
·
Al ‘Allamah Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Jazzi Al Kalbi Al Malikii (Wafat 741 H) rahimahullah
berkata dalam tafsirnya : Wanita-wanita
arab dahulu biasa membuka wajahnya seperti budak, dan hal itu mengundang
perhatian laki-laki terhadapnya, maka Allah U memerintahkan mereka agar
mengulurkan jilbab-jilbabnya supaya menutupi wajah-wajahnya sehingga bisa
dibedakan antara wanita merdeka dengan budak. Jalaabib adalah bentuk
jamak dari jilbab, yaitu pakaian yang lebih besar dari khimar,
ada yang mengatakan pula bahwa ia adalah rida’(jubah), cara
mengulurkannya menurut Ibnu Abbas t adalah si wanita
mengulurkannya pada wajahnya sehingga tidak nampak darinya kecuali satu mata
untuk melihat jalan, dan ada yang mengatakan : Dia melilitkannya sehingga tidak
nampak kecuali kedua matanya saja. Dan ada yang mengatakan : Dia menutupi
separuh wajahnya.[34]
,” Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu,”
yaitu yang demikian itu lebih dekat untuk dikenal wanita-wanita merdeka dari
wanita-wanita budak, maka bila diketahui bahwa wanita itu adalah wanita merdeka
maka dia tidak mendapat gangguan seperti gangguan yang di dapatkan budak. Bukan
maksudnya wanita itu dikenal siapa dia, namun maksudnya adalah bisa dibedakan
mana wanita merdeka dan mana wanita budak, karena dahulu di Madinah ada
wanita-wanita budak yang dikenal nakal, sehingga terkadang diganggu oleh
laki-laki nakal.[35]
·
Al Imam An Nahwiy Al Mufassir Atsiruddin Abu Abdillah Muhammad Ibnu
Yusuf Ibnu Ali Ibnu Hayyan Al Andalusiyy
yang terjkenal dengan sebutan Abu Hayyan (Wafat 745 H) rahimahullah berkata
di dalam tafsirnya :…… As Suddiy berkata : Dia menutup salah satu
matanya, keningnya, dan bagian muka yang lainnya kecuali satu mata saja”[36]Dan
beliau rahimahullah berkata lagi
: ( Dan yang dhahir bahwa firman-Nya,” Dan wanita-wanita kaum mu’minin,” mencakup
wanita-wanita merdeka dan budak, dan fitnah akibat wanita budak adalah lebih
banyak karena banyaknya aktifitas mereka, berbeda dengan wanita merdeka, maka mengeluarkan mereka (budak) dari umumnya wanita
memerlukan kepada dalil yang jelas[37],
dan ,”min,” pada kalimat ,”jalaabiibihinna,” adalah littab’idl,
sedangkan ,”’alaihinna,” mencakup seluruh tubuhnya, atau ,”‘alaihinna,” artinya kepada
wajah-wajahnya, karena yang biasa nampak pada zaman jahiliyyah dari diri
mereka adalah wajah.,” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal,” karena mereka menutupi diri mereka dengan
keiffahan, sehingga mereka tidak diganggu, dan tidak mendapatkan apa yang
mereka tidak sukai, karena wanita bila sangat tertutup, maka tidak ada orang
yang berani mengganggu, berbeda dengan yang suka bertabarruj, maka dia itu
sangat digandrungi.
HUKUM BERJILBAB
Para ulama’
bersepakat bahwa jilbab hukumnya adalah wajib berdasarkan Al-Quran dan sunnah,
A. Berdasarkan
dalil-dalil dari al-Qur’an:
1. Surat
A1-Ahzab: 59.
Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
2. Surat
A1-Ahzab: 33.
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.
Perintah wanita
agar menetap di rumah menunjukkan keharusan berjilbab tatkala keluar darinya.
3. Surat
An-Nur: 31
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.
Apabila
menampakkan perhiasan saja dilarang bagi wanita, lantas bagaimana lagi kalau
bersolek dan menampakkan keindahan tubuh mereka?!!.
B. Adapun dalil-dalil dari Sunnah:
1. Hadits
yang mengancam wanita tidak masuk surga karena tidak berjilbab. Rasulullah r
bersabda: Ada dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah
melihatnya: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapl, mereka memukul
manusia dengan cambuknya, dan wanita yang kasiyat (berpakain tapi telanjang
baik karena tipis, atau pendek yang tidak menutup semua auratnya), Mailat
mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang) kepala mereka
seperti punuk onta yang berpunuk dua. Mereka tidak masuk surga dan tidak
mendapatkan baunya padahal bau surga itu akan didapati dari sekian dan sekian
(perjalanan 500 th).. (HR. Muslim 3971, Ahmad 8311 dan Imam Malik 1421).
Syaikh
Bakr bin Abdullah Abu Zaid berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa tabarruj (bersoleknya
kaum wanita) termasuk dosa besar”.
2.
Wanita adalah aurat, dia wajib berjilbab. Rasulullah r bersabda:
“Wanita itu adalah aurat,
apabila dia keluar akan dibuat indah oleh syetan.” (Shahih. HR Tirmidzi 1093,
Ibnu Hibban dan At-Thabrani dalam kitab Mu’jmu1 Kabir.Lihat A1-Irwa’: 273).
3. Ummu
Salamah berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana wanita berbuat dengan pakaiannya
yang menjulur ke bawah? Beliau r bersabda: Hendaklah mereka memanjangkan satu jengkäl, lalu ia
bertanya lagi: Bagaimana bila masih terbuka kakinya? Beliau menjawab:
“Hendaknya menambah satu hasta, dan tidak boleh lebih”. (HR. Tirmidzi
653 dan berkata:“Hadits hasan shahih”).
4. Kisah
wanita yang akan berangkat menunaikan shalat ‘ied, ia tidak memiliki jilbab,
maka diperintah oleh Rasulullah r: “Hendaknya
Saudarinya meminjaminya Jilbab untuknya “. (HR. Bukhari No. 318).
HIKMAH
BERJILBAB
Semua perintah AIloh dan RasulNya r apabila dikerjakan
pasti membawa manfaat. Diantara manfaat jilbab bagi kaum wanita adalah sebagai
berikut:
1. Untuk
membedakan antara wanita muslimah dan lainnya, berdasarkan firmanNya: “Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal”. Tentunya wanita muslimah
lebih bangga dengan jilbabnya, karena inilah kemuliaan dari Allah.
2. Jauh
dari gangguan orang munafik dan laki-laki yang fasik, karena firman-Nya “karena
itu mereka tidak diganggu” Wahai ukhti muslimah! Terimalah ketentuan Allah
yang selalu belas kasihan kepada hambaNya.
3.
Mendapat ampunan dan rahmat dari Allah sebagaimana firman-Nya: “Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang “.
4.
Menjaga kesucian hati bagi kaum pria dan wanita. (Lihat keterangan surat
Al-Ahzab: 53 di atas)
5. Mewujudkan
akhlak yang mulia, rasa malu, menghormati dirinya dan orang lain.
6.
Sebagai tanda wanita afifah, yakni wanita yang menjaga kehormatan
dirinya dari hal-hal yang mengganggunya. Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: “baiknya
lahir seseorang menunjukkan baik batinnya”. (Lihat Hirosatul Fadhilah hal:
85).
7.
Memutus ketamakan dan bahaya syetan, karena dengan jilbab berarti menjaga
masyarakat dari gangguan dan penyakit hati kaum pria dan wanita, dan mencegah
perbutan zina.
8.
Menjaga sifat malu, hal ini merupakan perhiasan utama bagi wanita, jika rasa
malu hilang, hilang pulalah kehidupan, karena haya’ yang berarti malu
diambil dari kata hayat yang berarti kehidupan.
9.
Membendung wanita untuk bersolek, berhias diri di hadapan orang lain dan
membendung pergaulan bebas serta menuju pembentukan masyarakat yang Islami.
10.
Menutup celah-celah perzinaan, sehingga wanita bukan merupakan makanan empuk
bagi setiap penjilat.
11.
Wanita adalah aurat, sedangkan jilbab merupakan penutupnya.
Allah
berfirman:
Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan
pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang
demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka selalu ingat. (QS. Al-A’rof: 26).
12-Membuat
suami senang kepadanya. (Hirosatul Fadhilah hal. 84-88 ).
SYUBHAT DAN
BANTAHANNYA
Para propagandis dan penyeru agar wanita menanggalkan jilbabnya
berargumen dengan alasanalasan yang kropos, diantaranya: Perintah dalam surat
Al-Ahzab ayat: 32, 33 yang tercantum di atas hanyalah diperuntukkan untuk para
istri Rasulullah r saja, bukan untuk semua wañita muslimah
karena ayatnya: “Hai isteri-isteri Nabi”.
Bantahan:
Syaikh Bakr bin
Abdullah berkata: “Pembicaraan ini memang ditujukan kepada isteri Rasulullah ,
tetapi wanita lainnya ikut di dalamnya, adapun disebut isteri Rasulullah karena
kemuliaan dan kedudukan mereka di sisi Rasulullah r, mereka sebagai panutan
wanita yang lain dan karena mereka kerabat Rasulullah r yang wajib dinasehati”,
sebagaimana firmanNya:
Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At-Tahrim: 6).
Selanjutnya beliau mengatakan: “Ayat ini menunjukkan hukum umum, karena
syariat Allah bukan untuk perorangan, jadi yang menjadi patokan adalah kaidah
“keumuman dalil bukan kekhususan sebab. (Lihat Hirasotul fadhilah: 40-41).
Jika mereka beralasan bahwa ayat A1-Qur’an yang menjelaskan berjilbab
hanya diperuntukkan untuk isteri Rasulullah r, maka ketahuilah bahwa surat
Al-Ahzab ayat: 59 bukan hanya untuk isteri Nabi saja, tetapi untuk putri beliau
dan semua wanita muslimah dan berlaku sampai hari kiamat sebagaimana sangat
jelas dalam teks ayat tersebut. Ketahuilah bahwa kesamaan perintah berjilbab
untuk istri, putri Nabi dan wanita muslimah karena kesamaan iman kepada hukum
Allah.
ANCAMAN
KELUARGA YANG
MEMBIARKAN KELUARGANYA
TAK
BERJILBAB
Seorang mukmin hendaknya menjauhkan dirinya dan keluarganya dari api
neraka. Rasulullah r bersabda:
Ada tiga
perkara, Allah mengharamkan mereka masuk sorga, yaitu pecandu khomer orang yang
tidak taat dan addayus, yang menyetujui istrinya berbuat kejahatan. (HR. Ahmad
5839, Shahihul Jami’: 3052, 2/290)..
Addayyus yaitu orang yang mengetahui keluarganya melakukan
perbuatan keji seperti zina dan lainnya, tetapi mereka malah mendukungnya atau
mendiamkannya. Contoh lainnya lagi: Orang tua yang membiarkan putrinya bergaul
bebas dan bersendagurau dengan pria yang bukan mahromnya. Suami setuju melihat
isteri atau putrinya hanya berpakaian pendek, tidak berjilbab, atau membiarkan
putri dan isterinya berhadap-hadapan dengan pria bercelana pendek saat nonton
telivisi dan Iainnya. (Lihat Mukhtashor AlKabaair Adz-Dzahabi: 36).
Demikianlah, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua, semoga
Allah memberi kesabaran bagi ukhti kita yang berjilbab, semoga kita tidak
menjadi penghalang wanita yang berjilbab, semoga kita menjadi pendukungnya
walaupun fitnah tidak kunjung padam. Mereka ingin memadamkan cahaya Allah,
tetapi Allah ingin menghidupkannya.
[1]
Abu Shalih Al Mishri Abdullah Ibnu
Shalih, padanya ada kelemahan, At Taqrib 1/423.
[2]
Dia adalah Ali Ibnu Abi Thalhah, yang diperbincangkan oleh sebagian para Imam,
dia tidak pernah mendengar dari Ibnu Abbas, bahkan tidak pernah melihatnya, dan
telah dikatakan bahwa diantara keduanya ada Mujahid, lihat dicatatan kaki
tentang hal ini.
[3]
Sanadnya hasan sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Abdul Qadir Habibullah
As Sindiy, lihat Raf’ul Junnah Amama Jilbabil Mar’ah Al Muslimah Fil Kitab Was
Sunnah Hal :138, Atsar ini mempunyai syahid yang kuat dengan sanad yang shahih
dari Ubaidah As Salmaniy (pent).
[4]
Para perawi dalam sanad ini adalah bagaikan gunung dalam ketsiqahan dan
hapalannya. Ibnu Jarir adalah Al Hafidh yang sangat terkenal ahli tafsir yang
masyhur. Ya’qub adalah Ibnu Ibrahim Ad Dauqiy tsiqah. Ibnu Ulayyah adalah
Ismail Ibnu Ulayyah seorang Imam besar lagi tsiqah. Ibnu Aun adalah
Abdullah Ibnu Al Muzanniy seoarang alim yang tsiqah lagi
kuat. Sedangkan Muhammada adalah Ibnu Sirin seorang ulama tabiin.Ubaidah adalah
As salmani imam yang tsiqah lagi zuhud, seorang diantara tabiin besar
mukhadlram yang tsiqah lagi kuat. Al Hafidh berkata dalam At Tahdzib : Syuraih
Al Qadli bila mengalami kesulitan masalah, beliau bertanya dan meruju kepadanya
7/84, Al Imam Adz Dzahabiy berkata : Ubaidah Ibnu Amr As Salmaniy Al Muradiy Al
Kufiy Al faqih Al ‘Alam, hampir menjadi sahabat, masuk islam di Yaman pada masa
Futuh Mekkah, mengambil ilmu dari Ali, dan
Ibnu Masud y. Asy Sya’biy berkata :
Beliau sejajar dengan Syuraih dalam keputusan. Al ‘Ajaliy berkata : Ubaidah
adalah salah satu murid Ibnu Masud yang selalu mengajar dan memberikan fatwa
kepada manusia. Ibnu Sirin berkata : Saya tidak pernah melihat orang yang lebih
hati-hati dari Ubaidah, dan beliau itu banyak diambil ilmunya, lihat
Tadzkiratul Huffadh1/50. dan bila sudah jelas bagi anda bahwa Ubaidah As
Salmaniy itu termasuk kibar At Tabiin, dan beliau itu beriman pada zaman hidup
nabi r
, dan beliau itu inggah di Madinah pada zaman Umar Ibnu Al Khaththab t,
dan terus di sana sampai meninggal dunia, tentu engkau mengetahui bahwa beliau
itu menafsirkan dengan apa yang tersebar di masyarakat saat itu yang terwakili
oleh para pemuka para sahabat y,
tokoh-tokoh umat ini yang merupakan sumber acuan agama ini.
[5] Sanadnya
shahih lihat Raf’ul Junnah :139.
[6]
Ketahuilah bahwa (bertaqannu’ itu bermakna umunya adalah
menutupi wajah, dan dengan penafsiran ini berarti riwayat ini selaras dengan
riwayat sebelumnya, dan sudah pada maklum bahwa menggabungkan antara dua perkataan
pada perkataan orang yang berakal adalah wajib bila masih bisa, dan bila salah
satunya dibuang maka itu tidak boleh, dan suatu yang sangat mengherankan adalah
bahwa Ibnu Jarir telah menukil perkataan Ibnu Abbas ini dalam konteks orang
yang tidak berpendapat wajibnya menutup wajah, dan beliau tidak menengok kepada
riwayat-riwayat yang menjelaskan makna taqannu’ dalam
riwayat ini) dari perkataan Syaikh Abu Hisyam Al Anshariy- dinukil dari
Majallah Al Jamiah As Salafiyyah.
[7]
Jamiul Bayan ‘An Ta’wili Aayil Qur’an 22/45-47.
[8]
Diriwayatkan dari hadits Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Nabi r
masuk menemuinya, maka maulah (bekas budak) milik orang –orang bersembunyi,
Nabi r
bertanya : Dia itu sudah haidl (baligh)
?, orang-orang berkata : Ya, sudah, maka Nabi r
menyobekkan dari kain sorbannya bagi
dia, terus berkata : Berikhtimarlah dengan ini,” Diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dan Ibnu Abi Syaibah.
[9]
Ahkam Al Qur’an 3/371-372.
[10]
Ilkiya adalah kosa kata Persia artinya Orang besar yang terpandang di hadapan
manusia, Dan Ilkiya Al Harras adalah Ali Ibnu Muhammad Ibnu Ali, kunyahnya Abul
hasan yang bergelar Imaduddin, lahir tahun 450 H, belajar fiqih terhadap Imam
Al Haramain, dan ia adalah termasuk muridnya yang terpandang setelah Al
Ghazali, dan diantara karangannya adalah
Syifaul Mustarsydin Fi Mabahitsil Mujtahidin, ini adalah termasuk buku
masalah khilaf yang paling hebat, dan kitab dalam Ushul Fiqh, lihat biografinya
dalam Thabaqat Asy Syafiiyyah 7/231—234, Al Bidayah Wan Nihayah 12/172,
Sydzaratudz Dzahab 4/8, Wafayatul ‘Ayan 1/448, An Nujum Az Zahirah 5/201.
[11]
Tafsir Ilkiya Al Harras Ath Thabari 4/354.
[12]
Lubab At Ta’wil Fi Ma’ani At Tanzil 5/227.
[13]
Beliau digelari ini karena pernah tinggal di Mekkah beberapa waktu, termasuk
tokoh Mu’tazilah di zamannya, Bermadzhab Hanafiy, di dalam tafsirnya Al Kasysyaf Az
Zamakhsyari telah menguak kemukjizatan
Al Qur’an Al Qur’andari sisi Balaghahnya, dan beliau dengan indahnya mengungkap
keindahannya, sampai pada akhirnya orang yang menulis tafsir seudahnya
membutuhkan beliau dari sisi ini, namun beliau mendapatkan keritikan tajam
dalam sisi usahanya ingin mencocokan ayat-ayat Al Qur’an sesuai dengan madzhab
mu’tazilahnya, dan serangannya terhadap ahlus sunnah dengan kata-kata yang
kasar, dan Ahlus Sunnah dibela oleh Syaikh Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Manshur Al
Munayyir Al Iskandari Al Malikiy (Wafat 680H) dan beliau mengomentari
kemu’tazilahanhnya dengan teliti dalam kitabnya Al Intishaf.
[14]
Al Kasysyaf ‘An Haqa’iqi At Tanzil Wa ‘Uyun Al Aqawil Fi Wujuh At Ta’wil 3/274.
[15]
Ahkam Al Qur’an 3/1585.
[16]
Zadul Masir Fi ‘Ilmit Tafsir 6/422.
[17]
Akan datang insya Allah penjelasan bahwa wajah itu bukan aurat yaitu di dalam
shalat, bukan secara muthlaq, bahkan perintah menghijabi wajah pada ayat ini
merupakan dalil bahwa wajah itu adalah aurat dalam masalah pandangan, lihat
penjelasan nanti.
[18]
Mafatihul Ghaib 6/591.
[19]
Lihat Tafsir Ats Tsa’alibiy Al Malikiy (wafat 875 H) yang bernama Al Jawahir Al
Hisan Fi Tafsiril Qur’an 3/237.
[20]
Al Jami’ Li Ahkam al Qur’an 14/243.
[21]
Anwar At Tanzil Wa Asrarut ta’wil 2/280.
[22]
Berarti Mudlari’ di dalam ayat itu bermakna amr (perintah), sedangkan
dhahir dari perintah adalah menunjukan kewajiban, bahkan sesungguhnya perintah
bila datang dalam bentuk fiil mudlari’, maka penunjukannnya terhadap
perintah sangat kuat sekali.
[23]
Ibrahim : 31.
[24]
Istinbath ini telah diingkari oleh Al Allamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah,
dan beliau menukil larangan akan hal itu dari ulama salaf, lihat Fathul Bayan
Fi Maqashidil Qur’an, karya beliau 7/413-414.
[25]
‘Inayatul Qadli Wa Kifayatu Ar Radli ‘Ala Tafsir Al Baidlawiy
[26]
Dan apa yang dinukul oleh An Nasafi dalam tafsirnya ini menunjukan secara jelas
bahwa wanita muslimah pada masyarakat-masyarakat islami selalu menutupi
wajahnya, dan penguluran pakaian di saat terurai dari wajah wanita adalah
sesuatu yang sudah terkenal dan merata di kalangan kaum muslimin, sehingga
gambaran ini menjadi contoh yang harus ditiru).. Dari nukilan Syaikh Abdul Aziz
Ibnu Khalaf, Nadharat Fi Hijabil Mar’ah Al Muslimah Lil Albaniy, catatan kaki
51.
[27]
Madarik at Tanzil wa Haqa’qut Ta’wil 3/79.
[28]
Tafsir Surat An Nur 86.
[29]
An Nur : 30.
[30]
Tasarri adalah si tuan menggauli budaknya, dan itu halal di dalam islam.
[31]
Namun bila shalat di tempat yang di sana ada laki-laki bukan mahram melihatnya
maka dia tetap harus menutup wajahnya, begitulah para ulama mengatakan di
antaranya Ash Shan’aniy, Syaikh Utsaimin dan lain-lain.(pent)
[32]
Al Qiyas Fi Asy Syari 69.
[33]
Ash Sharim Al Masyhur 74.
[34]
Dan Al Qurthubi menisbatkannya kepada Al Hasan (Al Jami’ Li ahkam Al Qur’an 14/243).
[35]
At Tashil Li Ulumit Tanzil 3/144
[36]
Al Bahrul Muhith 7/250
[37]
Jelaslah dari ini bahwa Al Imam Abu Hayyan rahimahullah berpendapat bahwa
wanita budak dan wanita merdeka sama saja dalam hukum kewajiban hijab yang
empurna yang mencakup wajah dan kedua telapak tangan, berdasarkan karena tidak
adanya dalil yang membedakan antara keduanya dalam hukum, dan darinya jelaslah marjuhnya
(lemahnya) pendapat fadlilatu Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Al Baniy hafidhahullah
berupa istidlal beliau dengan perkataan Abu Hayyan : (Maka
mengeluarkan mereka (budak) dari umumnya wanita memerlukan kepada dalil yang
jelas) terhadap keabsahan madzhab beliau dalam menyamakan antara
wanita merdeka dengan budak – bukan dalam wajibnya hijab yang sempurna seperti
madzhab Abu Hayyan pemilik teks ini- namun dalam masalah kesamaan antara
keduanya dalam sufur (membuka wajah).
No comments:
Post a Comment