Wellcome to Jeymind18

Wednesday, 29 November 2023

Persoalan yang paling mendasar dalam pembelajaran Aqidah

1.      Apakah persoalan yang paling mendasar dalam pembelajaran aqidah yang terjadi dalam proses pembelajaran serta landasannya.

Persoalan yang paling mendasar dalam pembelajaran Aqidah 

Persoalan yang paling mendasar dalam pembelajaran Aqidah Islam di sekolah dasar adalah pemahaman yang sederhana dan dasar tentang konsep-konsep aqidah. Anak-anak pada usia sekolah dasar belum memiliki pemahaman yang matang dan kompleks tentang ajaran-ajaran agama, sehingga penting untuk menyajikan materi aqidah secara sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif dan pemahaman mereka. Anak-anak pada usia sekolah dasar memiliki tingkat perhatian yang terbatas dan pemahaman yang masih berkembang. Materi aqidah seringkali mengandung konsep-konsep kompleks dan abstrak yang tidak selalu mudah dipahami oleh anak-anak usia sekolah dasar. Beberapa konsep seperti keesaan Allah, sifat-sifat-Nya, atau kehidupan akhirat, mungkin sulit bagi mereka untuk membayangkan dengan jelas.

 

Beberapa landasan masalah tersebut antara lain:

a.      Tahap perkembangan kognitif

Pada usia sekolah dasar, anak-anak masih berada dalam tahap pemikiran konkret dan operasional konkret. Mereka lebih cenderung memahami hal-hal yang nyata dan konkret. Konsep aqidah yang bersifat abstrak dan metafisika, seperti keesaan Allah atau sifat-sifat-Nya, sulit bagi mereka untuk dipahami karena tidak dapat diamati atau diilustrasikan secara langsung.

b.      Bahasa dan kosakata

Konsep-konsep aqidah sering kali menggunakan bahasa yang lebih teknis dan abstrak. Kosakata yang digunakan mungkin belum familiar bagi anak-anak usia sekolah dasar, sehingga mempersulit pemahaman mereka terhadap materi aqidah.

c.       Terbatasnya pengalaman hidup

Anak-anak pada usia sekolah dasar belum memiliki banyak pengalaman hidup dan pengetahuan tentang dunia. Konsep-konsep aqidah yang berkaitan dengan kehidupan akhirat, malaikat, dan hal-hal ghaib lainnya, tidak memiliki referensi nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka, sehingga sulit bagi mereka untuk membayangkan atau memahaminya dengan jelas.

d.      Kurangnya bahan literasi untuk siswa disekolah tentang aqidah

e.       Adanya pemahaman yang keliru atau salah terhadap beberapa konsep aqidah.

f.       Minimnya pemahaman tentang hubungan antara aqidah dengan ibadah dan kehidupan sehari-hari.

g.      Pengaruh lingkungan dan budaya yang dapat mempengaruhi persepsi tentang aqidah.

 

2.      Apa saja yang dipelajari dalam materi aqidah serta metode-metode untuk meningkatkan kualitas aqidah.

Materi Aqidah dalam pembelajaran di sekolah dasar

1.      Keimanan kepada Allah: Pemahaman tentang keesaan Allah, Asmaul Husna, dan sifat-sifat-Nya yang baik.

2.      Keimanan kepada malaikat: Pengenalan tentang malaikat sebagai makhluk Allah yang tak terlihat.

3.      Keimanan kepada rasul: Mengenal beberapa rasul Allah dan mengerti peran mereka sebagai utusan-Nya.

4.      Keimanan kepada kitab-kitab Allah: Mengetahui beberapa kitab suci yang diturunkan Allah, seperti Al-Qur'an.

5.      Keimanan kepada hari kiamat: Pemahaman tentang kehidupan setelah mati dan akhirat.

6.      Keimanan tentang takdir atau ketentuan Allah atas segala sesuatu.

 

Secara Umum cara atau metode yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas Aqidah adalah:

1.      Melalui pembiasaan dan keteladanan.

Pembiasaan dan keteladanan itu bisa dimulai dari keluarga. Di sini peran orang tua sangat penting agar akidah itu bisa tertanam di dalam hati sanubari anggota keluarganya sedini mungkin. Keberhasilan penanaman akidah tidak hanya menjadi tanggungjawab guru saja, tetapi menjadi tanggungjawab semua pihak. Karena itu, semuanya harus terlibat. Selain itu pembiasaan hidup dengan kekuatan akidah itu harus dilakukan secara berulang-ulang (istiqamah), agar menjadi semakin kuat keimanannya.

2.      Melalui pendidikan dan pengajaran

Pendidikan dan pengajaran dapat dilaksanakan baik dalam keluarga, masyarakat atau lembaga pendidikan formal. Pendidikan keimanan ini memerlukan keterlibatan orang lain untuk menanamkan akidah di dalam hatinya. Penanaman kalimat-kalimat yang baik seperti dua kalimat syahadat dan kalimat lā ilaha ill Allah (tiada Tuhan selain Allah) sangat penting untuk menguatkan keimanan seseorang. Pendidikan dan pengajaran menjadi salah satu cara yang tepat dalam menanamkan akidah dan meningkatkan kualitas akidah. Islam mendidik manusia supaya menjadikan akidah dan syariat Allah sebagai rujukan terhadap seluruh perbuatan dan tindakannya. Oleh sebab itu, pendidikan Islam menjadi kewajiban orang tua dan guru di samping menjadi amanat yang harus dipikul oleh satu generasi untuk disampaikan kepada generasi berikutnya, dan dijalankan oleh para pendidik dalam mendidik anak-anak.

Metode-metode untuk meningkatkan kualitas pembelajaran aqidah di sekolah dasar meliputi:

a.       Cerita Islami berupa kisah-kisah nabi yang wajib diimani melalui tayangan video atau dengan bermain peran yang disesuaikan dengan usia anak.

b.      Penggunaan gambar, poster dan visualisasi untuk memperjelas konsep-konsep aqidah.

c.       Pembelajaran melalui permainan dan aktivitas yang menarik.

d.      Diskusi kelompok kecil untuk mendorong interaksi dan pertukaran pemikiran.

e.       Pemberian contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan aqidah.

f.        Melaksanakan Program Pembinaan Iman dan Taqwa (IMTAQ)

g.        Menghafal dan menyanyikan sifat 50.

 

3.      Sebutkan prinsip-prinsip aqidah dalam Islam

Berikut ini beberapa prinsip akidah Islam:

1)      Pengakuan serta keyakinan bahwa Allah Swt. adalah Esa. Aqidah Islam sebagai sesuatu yang diwahyukan Allah. Aqidah Islam itu bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW, untuk diajarkan kepada ummatnya dan terpelihara kemurniaannya sampai hari akhir zaman. Aqidah Islam bukanlah hasil rekayasa perasaan atau pemikiran Nabi Muhammad SAW sendiri, akan tetapi merupakan ajaran langsung dari Allah SWT. oleh sebab itu  beribadah murni hanya kepada Allah semata, tidak pada yang lainnya. Siapa yang tidak berserah diri kepada Allah, maka ia termasuk orang-orang yang sombong. Begitu pula orang yang berserah diri pada Allah juga pada selain-Nya (artinya: Allah itu diduakan dalam ibadah), maka ia disebut musyrik. Yang berserah diri pada Allah semata, itulah yang disebut muwahhid (ahli tauhid).

2)      Pengakuan dan keyakinan bahwa para Nabi telah diangkat oleh Allah Swt. untuk menuntun umat-Nya. Keyakinan bahwa para Nabi adalah utusan Allah Swt. sangat penting, sebab kepercayaan yang kuat bahwa Nabi itu adalah utusan Allah, mengandung konsekuensi bahwa setiap orang harus meyakini apa yang dibawa oleh para Rasul utusan Allah tersebut berupa kitab suci. Keyakinan akan kebenaran kitab suci menjadikan orang memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

3)      Meyakini akan adanya hari kebangkitan. Keyakinan seperti ini memberikan kesadaran bahwa kehidupan dunia bukanlah akhir dari segalanya. Setiap orang pada hari akhir nanti akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawaban selama hidupnya di dunia.

4)      Meyakini bahwa Allah Swt. adalah Maha Adil atas segala sesuatu yang terjadi. Jika keyakinan seperti ini tertanam di dalam hati, maka akan menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan mendapatkan balasan dari Allah Swt. Orang yang berbuat kebaikan akan mendapatkan balasan yang baik, seberapapun kecilnya kebaikan itu. Sebaliknya perbuatan jelek sekecil apapun akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Swt.

4.      Aqidah dalam Islam mempunyai banyak tujuan, sebutkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang hamba Allah.

Tujuan Aqidah Islam

 

 

1)      Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang sejak lahir dengan memperkuat iman dan keyakinan kepada Allah serta memahami tuntunan-Nya.

2)      Agar peserta didik memiliki pengetahuan, penghayatan, dan keyakinan yang benar terhadap hal-hal yang harus diimani.

3)      Agar siswa memiliki pengetahuan, penghayatan, dan keinginan yang kuat untuk mengamalkan ahlak yang baik dan berusaha sekuat tenaga untuk meninggalkan akhlak yang buruk, baik dalam hubungannya dengan Allali SWT, diri sendiri, antar manusia maupun hubungannya dengan alam lingkungan.

4)      Akidah akhlak bertujuan pula membentuk pribadi Muslim yang luhur dan mulia. Seseorang Muslim yang berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika berhubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk lainnya serta dengan alam lingkungan. Oleh karena itu, perwujudan dari pribadi muslim yang luhur berupa tindakan nyata menjadi tujuan dalam akidah akhlak.

5)      Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan Manusia diberi kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau pikiran-pikiran yang semata-mata didasarkan atas akal manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, akal pikiran perlu dibimbing oleh akidah akhlak agar manusia terbebas atau terhindar dari kehidupan yang menyesatkan.[1]

6)      Menjalin hubungan yang lebih baik dengan Allah melalui ibadah dan amal saleh. Menjalin hubungan yang lebih baik dengan Allah melalui ibadah dan amal saleh merupakan tujuan utama dalam aqidah Islam. Ibadah adalah manifestasi nyata dari rasa cinta, takut, dan tunduk kepada Allah, sementara amal saleh adalah perbuatan baik yang dilakukan dengan niat tulus dan mengikuti petunjuk-Nya. Melalui ibadah dan amal saleh, seseorang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan meraih ridha-Nya. Ibadah mencakup berbagai bentuk, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, serta ibadah hati seperti doa, zikir, dan istighfar. Ketika seseorang melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh dan penuh khusyuk, ia akan merasakan kedekatan dengan Allah dan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap langkah hidupnya. Ibadah juga menjadi sarana untuk membersihkan jiwa dari dosa dan kelemahan, serta memperkuat kesadaran tentang ketergantungan pada Allah. Sementara itu, amal saleh adalah wujud nyata dari keimanan dan kebaikan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini meliputi sikap kasih sayang terhadap sesama, kejujuran dalam berucap, kesediaan membantu orang lain, dan menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah. Amal saleh juga mencakup penerapan nilai-nilai Islam dalam interaksi dengan keluarga, teman, dan masyarakat.

7)      Memahami hakikat hidup dan makna eksistensi manusia. Memahami hakikat hidup dan makna eksistensi manusia adalah perjalanan mendalam untuk mencari arti dan tujuan hidup di dunia ini. Hakikat hidup mengarahkan kita pada pemahaman tentang pentingnya eksistensi manusia dan tujuan sejati keberadaannya. Ini melibatkan refleksi tentang makna kehidupan, bagaimana menjalani hidup dengan penuh makna, dan bagaimana mengarahkan perbuatan menuju tujuan yang lebih tinggi.

 

5.      Tuliskan isi kandungan QS. An-Nahl [16] : 97.

Kandungan QS. An-Nahl/16 : 97.



مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ( النحل : ٩٧)

 

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl ayat 97)

 

Tafsir

 

1.      Tafsir al-Jalalain

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik) menurut suatu pendapat dikatakan bahwa yang dimaksud adalah kehidupan di surga. Menurut pendapat yang lain dikatakan adalah kehidupan dunia, yaitu dengan mendapatkan rasa qana`ah atau menerima apa adanya atau ia mendapatkan rezeki yang halal (dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan).

2.      Tafsir Ibnu Katsir

Janji Allah ini ditujukan kepada orang yang beramal saleh. Yang dimaksud dengan amal saleh ialah amal perbuatan yang mengikuti petunjuk Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, baik dia laki-laki ataupun perempuan dari kalangan anak Adam, sedangkan hatinya dalam keadaan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan bahwa amal yang dilakukan­nya itu merupakan amal yang diperintahkan serta disyariatkan dari sisi Allah. Maka Allah berjanji akan memberinya kehidupan yang baik di dunia, dan akan memberinya pahala yang jauh lebih baik daripada amalnya kelak di akhirat.

Pengertian kehidupan yang baik ialah kehidupan yang mengandung semua segi kebahagiaan dari berbagai aspeknya. Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, bahwa mereka menafsirkannya dengan pengertian rezeki yang halal lagi baik.

Dari Ali ibnu Abu Talib, disebutkan bahwa dia menafsirkannya dengan pengertian al-qana'ah (puas dengan apa yang diberikan kepadanya). Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Wahb ibnu Munabbih.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah kebahagiaan. Al-Hasan, Mujahid, dan Qatadah mengatakan.”Tiada suatu kehidupan pun yang dapat menyenangkan seseorang kecuali kehidupan di dalam surga."

Ad-Dahhak mengatakan, makna yang dimaksud ialah rezeki yang halal dan kemampuan beribadah dalam kehidupan di dunia. Ad-Dahhak mengatakan pula bahwa yang dimaksud ialah mengamalkan ketaatan, dan hati merasa lega dalam mengerjakannya.

Tetapi pendapat yang benar tentang makna kehidupan yang baik ini menyatakan bahwa pengertian kehidupan yang baik mencakup semua yang telah disebutkan di atas.

Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan bahwa:

Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Syurahbil ibnu Syarik, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Umar. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya beruntunglah orang yang telah masuk Islam dan diberi rezeki secukupnya serta Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana'ah terhadap apa yang diberikan kepadanya.

Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri dengan sanad yang sama.

Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkan melalui hadis Ummu Hani', dari Abu Ali Al-Juhani, dari Fudalah ibnu Ubaid yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

Sesungguhnya beruntunglah orang yang diberi petunjuk kepada Islam, sedangkan rezekinya secukupnya dan ia menerimanya dengan penuh rasa syukur.

Imam Turmuzi mengatakan, hadis ini berpredikat sahih.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Yahya, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan menganiaya orang mukmin dalam suatu kebaikan pun yang Dia berikan kepadanya di dunia dan Dia berikan pahalanya di akhirat. Adapun orang kafir, maka ia diberi balasan di dunia karena kebaikan-kebaikannya, hingga manakala ia sampai di akhirat, tiada suatu kebaikan pun yang tersisa baginya yang dapat diberikan kepadanya sebagai balasan kebaikan.

Hadis ini diketengahkan secara munfarid oleh Imam Muslim.

3.      Tafsir Quraish Shihab

Siapa saja yang berbuat kebajikan di dunia, baik laki-laki maupun wanita, didorong oleh kekuatan iman dengan segala yang mesti diimani, maka Kami tentu akan memberikan kehidupan yang baik pada mereka di dunia, suatu kehidupan yang tidak kenal kesengsaraan, penuh rasa lega, kerelaan, kesabaran dalam menerima cobaan hidup dan dipenuhi oleh rasa syukur atas nikmat Allah. Dan di akhirat nanti, Kami akan memberikan balasan pada mereka berupa pahala baik yang berlipat ganda atas perbuatan mereka di dunia.

4.      Tafsir Kementrian Agama RI

Kemudian Allah swt dalam ayat ini berjanji bahwa Allah swt benar-benar akan memberikan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia kepada hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengerjakan amal saleh yaitu segala amal yang sesuai petunjuk Al-Qur'an dan sunnah Rasul, sedang hati mereka penuh dengan keimanan.

Rasulullah bersabda:

Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup dan menerima dengan senang hati atas pemberian Allah. (Riwayat Ahmad)

Kehidupan bahagia dan sejahtera di dunia ini adalah suatu kehidupan di mana jiwa manusia memperoleh ketenangan dan kedamaian karena merasakan kelezatan iman dan kenikmatan keyakinan. Jiwanya penuh dengan kerinduan akan janji Allah, tetapi rela dan ikhlas menerima takdir. Jiwanya bebas dari perbudakan benda-benda duniawi, dan hanya tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mendapatkan limpahan cahaya dari-Nya.

Jiwanya selalu merasa puas terhadap segala yang diperuntukkan baginya, karena ia mengetahui bahwa rezeki yang diterimanya itu adalah hasil dari ketentuan Allah swt. Adapun di akhirat dia akan memperoleh balasan pahala yang besar dan paling baik dari Allah karena kebijaksanaan dan amal saleh yang telah diperbuatnya serta iman yang bersih yang mengisi jiwanya.

Kandungan QS. An-Nahl/16 : 97

Pada QS. An-Nahl/16 : 97 di atas Allah Swt menjelaskan akan memberikan kehidupan yang sejahtera kepada siapapun, baik laki-laki maupun perempuan, apabila mereka mau beriman dan beramal saleh. Dan balasan Allah Swt bernilai lebih tinggi daripada yang dikerjakan. Ada beberapa pendapat ahli tafsir dalam memahami ungkapan حَيَوٰةً طَيِّبَةً   di antaranya adalah : 1). Menurut Ibnu Kasir bahwa yang disebut dengan hayatan toyyiban adalah ketentraman jiwa. 2). Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hayatan toyyiban adalah hidup sejahtera dan bahagia dengan rezeki yang halal dan baik (bermutu gizinya). 3). Adapun menurut ‘Ali bin Abi Talib yang dinamakan hayatan toyyiban adalah kehidupan yang disertai qana‘ah (menerima dengan suka hati) terhadap pemberian Allah Swt. Dalam ayat lain Allah berfirman:

لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Αli ‘Imran : 92).

Ayat di atas secara ringkas dapat dijelaskan bahwa perbuatan seseorang dapat dikatakan baik dengan diukur bagaimana tatkala ia menafkahkan hartanya tersebut. Apabila ia telah mampu mendermakan sebagian harta yang dicintainya atau barang yang ia sendiri masih menyukainya berarti ia akan memperoleh kebaikan yang sempurna dihadapan Allah Swt. Hal ini tentunya disertai niat semata-mata karena Allah Swt.

Kesimpulannya, ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, dalam keadaan iman dan dilandasi dengan keikhlasan, maka Allah akan memberikan kehidupan yang baik padanya, baik di dunia maupun akhirat. Allah juga akan membalasnya dengan pahala yang jauh lebih baik dan bernilai dari apa yang telah dia kerjakan.

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam QS. An-Nahl ayat 97adalah;

1.      Secara kodrati, laki-laki tidak sama dengan perempuan

2.      Laki-laki dan perempuan mempunyai kewajiban yang sama dalam beriman dan beramal

3.      Setiap manusia baik laki-laki dan perempuan mendambakan kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat (hayatan toyyiban).

4.      Manusia (laki-laki dan perempuan) ditunut untuk senantiasa berlomba-lomba dalam hal kebaikan

5.      Baik laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam melakukan amal shaleh (kesetaraan gender). Pandangan yang sama tentang persamaan hak atau kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam segi pahala, dan juga pandangan yang sama tentang akan diberikannya ganjaran atau pahala berdasarkan apa yang telah dikerjakan.

6.      Setiap manusia harus memiliki pendirian yang teguh dan bersungguh-sunggu dalam beramal.



[1] Daradjat, , Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara. 2010), h. 70.

Terima Kasih sudah membaca Silahkan berikan komentar yang baik dan bermanfaat bagi admin dan pembaca semua. terima kasih

Tuesday, 28 November 2023

Konsep Hijrah di Era Digital

1. Kemukakan hikmah peristiwa hijrah Rasulullah SAW dan diskusikan bagaimana konsep hijrah di era digital ini?

Hikmah peristiwa hijrah Rasulullah SAW

Persitiwa hijra Nabi Muhammad saw. dari Kota Mekkah ke Madinah terjadi pada tahun 622 Masehi. Tahun dimana terjadinya peristiwa Hijrah Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah itu dijadikan sebagai awal perhitungan bagi kalender Hijriyah yang kita gunakan smap
ai saat ini.

Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah Islam. Selain peristiwa fisik yang berpindahnya Nabi dan para sahabat dari satu tempat ke tempat lain, hijrah juga mengandung hikmah dan pelajaran serta makna yang dalam bagi umat Islam. Berikut adalah pengembangan narasi tentang konsep hijrah Nabi Muhammad SAW:

a.      Menambah Keteguhan dan Ketabahan Iman

Peristiwa hijrah menguji keteguhan dan ketabahan iman Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Mereka menghadapi berbagai rintangan dan ancaman dikota Mekkah, tetapi mereka tidak pernah menggoyahkan iman dan kepercayaan mereka kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa keteguhan iman adalah kunci untuk menghadapi setiap tantangan dalam hidup.

b.      Belajar Mengalah untuk Menang

Hijrah juga mengajarkan pentingnya belajar mengalah demi kepentingan yang lebih besar. Meskipun Nabi Muhammad SAW dan para sahabat sangat mencintai Mekkah sebagai kota suci mereka, mereka memilih untuk meninggalkannya demi melindungi dan menyebarkan agama Islam. Peristiwa ini mengajarkan pentingnya mengedepankan kepentingan kolektif di atas kepentingan pribadi.

c.       Rela Berkorban untuk Agama

Hijrah juga merupakan contoh nyata tentang rela berkorban untuk agama. Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya meninggalkan harta, keluarga, dan kenyamanan di Mekkah untuk mencari perlindungan dan menyebarkan Islam di Madinah. Tindakan ini menunjukkan bahwa agama Islam mengajarkan nilai-nilai pengorbanan untuk kepentingan yang lebih tinggi.

d.      Menambah Ketakwaan kepada Allah

Hijrah menambah ketakwaan kepada Allah karena merupakan perintah langsung dari-Nya. Nabi Muhammad SAW menaati perintah Allah dengan tulus dan berangkat menuju Madinah dengan penuh keimanan. Konsep hijrah mengajarkan pentingnya taat kepada Allah dan keimanan yang tulus dalam menjalankan perintah-Nya.

e.       Menumbuhkan Rasa Persaudaraan

Peristiwa hijrah menghubungkan hubungan persaudaraan yang kuat antara Muhajirin (pendatang dari Mekkah) dan Anshar (penduduk asli Madinah). Nabi Muhammad SAW membentuk akad persaudaraan di antara mereka untuk saling mendukung dan membantu dalam menghadapi perubahan kehidupan baru di Madinah. Konsep hijrah mengajarkan tentang pentingnya persaudaraan dan kerjasama dalam membangun masyarakat yang solid dan beradab.

f.       Hendaknya selalu berusaha mengubah kemunkaran sekuat tenaganya, dan jika tidak mampu maka hendaknya meninggalkan tempat kemunkaran itu dan tidak berdiam di tempat kemunkaran atau kemaksiatan tersebut. Tetapi selama usaha perubahan masih dapat dilakukan walaupun sedikit demi sedikit, maka tidak mengapa berdiam di sana sambil terus mengupayakan perbaikan beriktiar menumpas kemunkaran.

g.      Membuat Perencanaan yang Matang.

Betapa rapinya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam merancang dan membuat “program” dakwah. Walaupun dakwah ini pasti akan ditolong oleh Allah Ta’ala dan beliau adalah seorang Rasul yang dijamin tidak akan dicelakai dan tidak akan dapat dikalahkan, tetapi beliau tetap menjalani semua sunnatullah (hukum sebab akibat) dalam keberhasilan dakwahnya sebagaimana manusia biasa lainnya. Kegigihan Rasul dalam berdakwah terlihat jelas melalui usaha Beliau dalam mencoba berbagai inovasi baru dalam berdakwah.dan disertai dengan alasan-alasan yang relevan yang melatar-belakanginya.

h.      Bertanggung Jawab atas Ummat.

Sebagai seorang pemimpin, Nabi Muhammad saw. sangat bertanggung jawab dan memikirkan umatnya. Segala cara Beliau upayakan agar umatnya terhindar dari siksaan dan provokasi pihak lain. Selain itu bahwa perubahan harus dipimpin oleh seseorang yang memiliki kemampuan menjadi contoh dalam menjalankan perubahan tersebut. Kemampuan inilah yang dimiliki Nabi Muhammad Saw., dalam memimpin masyarakat Madinah untuk menuju perubahan yang berperadaban.

Konsep Hijrah di Era Digital

Dalam era digital saat ini, konsep hijrah masih relevan dan memiliki implikasi yang dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun hijrah secara harfiah berarti migrasi atau perpindahan fisik, dalam konteks era digital, hijrah dapat dimaknai secara lebih luas:

a.      Hijrah dari Dosa dan Kesalahan

Era digital membawa kemudahan dalam akses informasi dan komunikasi, tetapi juga membawa potensi untuk terjerumus dalam dosa dan kesalahan. Konsep hijrah dapat diterapkan untuk hijrah dari perilaku negatif di dunia maya, seperti kecanduan media sosial, penyebaran informasi palsu, atau kegiatan-kegiatan negatif lainnya.

b.      Hijrah dari Kesibukan Tanpa Manfaat

Internet dan perangkat digital seringkali membuat orang sibuk dengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Konsep hijrah bisa berarti mengalihkan perhatian dari kesibukan yang tidak produktif menuju aktivitas yang lebih bernilai, seperti belajar, berusaha, atau berkontribusi bagi masyarakat.

c.       Hijrah untuk Edukasi dan Pengembangan Diri

Era digital juga memberikan akses yang tak terbatas ke sumber daya edukasi. Konsep hijrah di era ini bisa diartikan sebagai hijrah untuk terus belajar dan mengembangkan diri melalui beragam platform pembelajaran online.

d.      Hijrah Menuju Berbagi Kebaikan

Era digital memungkinkan kita untuk berbagi kebaikan dan inspirasi kepada banyak orang. Konsep hijrah di sini adalah menggunakan media sosial dan teknologi digital sebagai sarana untuk menyebarkan pesan positif, motivasi, dan berbagi manfaat dengan sesama.

e.       Hijrah untuk Kebaikan Sosial

Dalam era digital yang cenderung individualistik, konsep hijrah bisa mencakup hijrah menuju partisipasi lebih aktif dalam kegiatan sosial, aksi-aksi kemanusiaan, dan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan.

Jadi dapat kita pahami bahwa Inti dari konsep hijrah di era digital adalah mengalihkan perhatian dari perilaku dan aktivitas yang tidak produktif atau negatif menuju hal-hal yang lebih bermanfaat dan membawa kebaikan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

 

2. Kemukakan karakteristik kebijakan dalam kepemimpinan Khalifah Rasyidin dan diskusikan karakteristik tersebut dikaitkan dengan konteks masa kini

 

1.      Kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq

Selama menjadi Khalifah, Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sangat singkat tersebut lebih diprioritaskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan di Madinah sepeninggal Nabi Saw. maka Abu Bakar Ash-Shiddiq menyelesaikan masalah tersebut dengan perang yang disebut dengan perang riddah (perang melawan kemurtadan). Masalah pemegang pucuk kekhalifahan menjadi pemicu munculnya fanatisme kesukuan. Tampilnya di antara suku-suku bangsa Arab yang mengaku dirinya sebagai Nabi, merupakan salah satu bentuk ketidakpuasan suku bangsa terhadap kehidupan sosial-politik yang selama ini mereka pendam.

Dalam sejarah sifat ketegasan Abu Bakar Ash-Shiddiq salah satu contohnya yakni ketika Fuja’ah telah mengkhianati amanah, menipu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Fuja’ah datang kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq meminta sejumlah senjata untuk memerangi kaum murtad. Dengan senjata itu ia menyerang kaum muslimin yang tidak bersalah dan mengacau di sepanjang jalan dengan merampok, merampas dan menumpahkan darah. Ketika ia tertawan, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq menetapkan hukuman yang setimpal baginya, yaitu melemparkannya ke dalam api. Dengan demikian kita dapat mengetahui ketegasan Abu Bakar al-Shiddiq.

Abu Bakar Ash-Shiddiq meningkatkan kesejahteraan umum dan perekonomian dengan membentuk lembaga Baitul Mal”, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Untuk kemaslahatan rakyat ini, beliau mengelola zakat, infaq, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, harta rampasan perang (ghanimah) dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Beliau juga mempelopori sistem penggajian aparat negara, misalnya untuk khalifah digaji amat sedikit, yaitu 2,5 atau 2,75 dirham setiap hari hanya dari baitul mal.

Metode Dakwah pada Masa Abu Bakar Ash Siddiq

a)      Metode Dakwah Bil-Lisan

Selepas dibai’at, Abu Bakar Ash-Shiddiq mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala pujian, beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’

b)      Metode Dakwah Bil-Tadwin

Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan strategi dakwah. Umar bin Khattab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta, dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. karena alasan Umar bin Khattab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan khawatir akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiq menyetujuinya. Abu Bakar Ash-Shiddiq menugaskan kepada Zaid bin Tsabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad Saw, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.

Upaya pengumpulan Al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci Al-Qur’an hingga menjadi kitab Al-Qur’an. Oleh karena itu, metode dakwah melalui pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq melahirkan metode dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan seperti menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah.

c)      Metode Dakwah Bil-Yad

Kata tangan disini bukan kata tangan sebagai tekstual tapi secara kontekstual yang dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq menggunakan kekuatan kekuasaan sebagai metode dakwah kepada orang-orang yang membangkang.

Abu Bakar Ash-Shiddiq mengadakan rapat dengan para sahabat untuk meminta saran dalam memerangi mereka yang tidak mau menunaikan zakat. Abu Bakar Ash-Shiddiq juga menegaskan tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata : “Demi Allah aku akan memerangi siapapun yang memisahkan shalat dengan zakat. Zakat dengan harta kecuali dengan alasan”. Abu Bakar juga menggunakan kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke wilayah Irak dan Syria.

d)      Metode Dakwah Bil-Hal

Di samping baitul mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq Abu Bakar Ash-Shiddiq juga membentuk lembaga pertahanan dan keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan.

e)      Metode Uswatun Hasanah

Dalam Bahasa Arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar Ash-Shiddiq menerapkan metode ini dalam dakwah Islamnya baik sebelum maupun sesudah menjadi khalifah.

Abu Bakar Ash-Shiddiq pada mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan Nabi Muhammad Saw dan Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq merasa bahagia menafkahkan hartanya itu sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan-pekerjaan orang kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq yang rendah hati bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia memiliki segalanya.

2.      Kepemimpinan Umar bin Khattab

Umar bin Khattab melakukan beberapa hal yang menjadi ciri kepemimpinan beliau, di antaranya adalah:

a. Musyawarah

Ketika ia meminta pendapat ia tidak pernah menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan khalifah yang diberi gelar dengan Amirul Mukminin, selalu menanamkan perasaan bahwa mereka adalah guru yang akan menunjukkannya ke jalan kebaikan.

b. Kekayaan untuk Rakyat

Pada waktu itu sesuai dengan kebutuhan, Umar membangun benteng dan tembok besar guna melindungi umat muslim. Kota-kota juga dikembangkan untuk mensejahterakan rakyat. Umar bin Khattab sama sekali tidak pernah berpikir mengambil keuntungan untuk kesenangan pribadi atau keluarganya.

c. Menjunjung Tinggi Kebebasan

Umar bin Khattab pernah berkata pada dirinya sendiri untuk tidak memperbudak manusia karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam kondisi bebas merdeka. Bagi umar bin Khattab kebebasan yaitu kebebasan kebenaran yang berarti ada di atas semua peraturan. Kebenaran yang dimaksud itu sendiri adalah Islam dan bukan kebebasan atas dasar logika liberalis.

d. Siap Mendengar dan Menerima Kritik

Umar bin Khattab terlibat dalam percakapan dengan salah seorang rakyatnya. Rakyat tersebut sangat bersikukuh atas pendapatnya pribadi sampai-sampai orang tersebut berulang kali mengatakan “takutlah engkau kepada Allah” yang ditujukan kepada Umar bin Khattab. Melihat hal tersebut salah satu sahabat Umar bin Khattab membentak balik rakyat tadi. Melihat tindakan sahabatnya, Umar bin Khattab malah berendah hati dan mengucapkan “Biarkan dia, sungguh tidak ada kebaikan di dalam diri kalian apabila tidak mengatakannya, dan tidak ada kebaikan di dalam diri kita apabila tidak mendengarkannya.”

e. Turun Langsung Mengatasi Masalah Rakyat

Di saat orang lain tidur lelap, Umar bin Khattab melakukan patroli untuk memastikan kondisi rakyatnya. Umar bin Khattab senantiasa khawatir apabila ada rakyatnya yang tidak bisa tidur karena kelaparan. Benar saja. Suatu waktu pernah Umar bin Khattab menemukan seorang ibu yang anak-anaknya menangis akibat kelaparan. Sementara sang ibu tidak memiliki bahan makanan untuk dimasak. Maka Umar bin Khattab pun menuju Baitul Mal dan membawakan gandum untuk keluarga tersebut.

3.      Kepemimpinan Utsman bin Affan

1.      Bidang Politik dalam Negeri

a)      Pembantu (Wazir/ Muawwin).  Wazir/ Muawwin adalah pembantu yang diangkat oleh khalifah agar membantu tugas-tugas serta tanggung jawab kekhalifahan Islam.

b)      Pemerintahan daerah/ gubernur.yaitu dengan menetapkan masa jabatan gubernur.

2.      Hukum

a)       Menjaga teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum, terikat dengan apa yang ada di dalam teks, mengikuti dan menaati teks yang ada.

b)      Meletakkan sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi negara Islam yang semakin luas dan menghadapi hal-hal yang baru yang tambah beraneka ragam (Syalabi, 2013: 174-176).

c)      Menugaskan para sahabat terbaik menjadi Hakim-hakim.

3.      Baitul Mal.

Baitul Mal adalah tempat yang mengatur masalah keuangan.

4.      Militer

Keseriusan Utsman bin Affan dalam bidang militer menunjukkan bagaimana kekuatan Islam pada waktu itu dengan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin kekuatan Islam seperti al-Walid, Abu Musa al-Asy’ari, dan Said bin al-Ash.

5.      Majelis Syuro

Majelis Syuro adalah orang-orang yang mewakili kaum muslimin dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan khalifah. Majelis syuro dibagi menjadi tiga, yaitu; dewan penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan penasehat tinggi dan umum.

6.      Bidang Politik Luar Negeri

Utsman bin Affan melaksanakan politik ekspansi untuk menaklukkan daerah-daerah luar pemerintahan Usman bin Affan.

7.      Bidang Ekonomi

Utsman bin Affan menggunakan prinsip-prinsip politik ekonomi yang dijalankan di pemerintahannya, prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:  a) Menerapkan politik ekonomi secara Islam.  b) Tidak berbuat zhalim terhadap rakyat dalam menetapkan cukai atau pajak.  c) Menetapkan kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan kepada Baitul Mal.  d) Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal.  e) Menetapkan kewajiban harta kepada kaum kafir dzimmi untuk diserahkan kepada Baitul Mal dan memberikan hak-hak mereka serta tidak menzhalimi mereka.  f) Para pegawai cukai wajib menjaga amanat dan memenuhi janji.  g) Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda yang dapat menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum .

8.      Bidang Sosial

Pada masa khalifah Utsman bin Affan telah memberi kebebasan kepada umatnya untuk keluar daerah. Kaum muslimin dapat memilih hidup yang serba mudah.

9.      Bidang Agama

a)      Mengerjakan shalat. Pada tahun 29 H/650 M Utsman bin Affan mengerjakan shalat empat rakaat di Mina secara berjamaah.

b)      Ibadah Haji

c)      Pembangunan Masjid, seperti: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Quba.

d)     Pembukuan Al-Qur’an

e)      Penyusunan kitab suci Al-Qur’an

f)       Penyebaran Agama Islam

 

4.      Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib

Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan bangsa Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadis sebagai sumber hukum Islam. Khalifah Ali bin Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang mempelajari ajaran Islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu al-Aswad al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu (Qawaid Nahwiyah). Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab mendapatkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam. Dengan demikian Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai penggagas ilmu Nahwu yang pertama.

Adapun tipe-tipe kepemimpinan Ali bin Abi Thalib:

a. Tipe Demokratis

b. Tipe Karismatik

c. Tipe Milliteristik

Saat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah beliau berjalan hilir mudik di beberapa pasar untuk melakukan pengawasan tanpa disertai pengawal. Dalam melakukan dakwah, Ali bin Abi Thalib melakukan dakwah bil hikmah, dakwah mauizatul hasanah dan juga dakwah bi al mujadalah.

 

Dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa karakteristik kebijakan dalam kepemimpinan Khulafaur Rasyidin yang berdakwah tidak hanya melalui mimbar-mimbar dakwah semata, tetapi juga melalui keteladanan dan aksi nyata, adalah sebagai berikut:

 

a. Keteladanan (Uswatun Hasanah)

Khulafaur Rasyidin, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, tidak hanya berbicara tentang nilai-nilai Islam, tetapi juga hidup sesuai dengan ajaran Islam dengan tulus dan ikhlas. Mereka menjalani kehidupan pribadi dan publik mereka dengan keteladanan dalam hal integritas, kesederhanaan, keadilan, dan kejujuran.

Jika kita kaitkan dengan konteks masa kini bahwa Keteladanan tetap menjadi prinsip fundamental dalam kepemimpinan di masa kini. Pemimpin yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat, hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang, dan mengamalkan prinsip-prinsip etika Islam akan mendapatkan kepercayaan dan menginspirasi orang lain. Di era media sosial dan transparansi informasi, pemimpin yang tidak konsisten dengan kata-kata dan tindakan mereka dapat dengan mudah kehilangan kredibilitasnya.

b. Aksi nyata (Bil-Hal)

Selain berbicara, Khulafaur Rasyidin juga melakukan tindakan nyata untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mereka membangun institusi, mengatur sistem peradilan, memperkuat perekonomian umat (baitul mal), juga membentuk lembaga pertahanan dan keamanan, serta memberdayakan kaum dhuafa dan fakir miskin. Seperti yang dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khattab dengan turun langsung mengatasi masalah rakyat.

Jika kita kaitkan dengan konteks masa kini bahwa Pemimpin juga harus mengedepankan aksi nyata untuk menerjemahkan retorika ke dalam implementasi nyata kebijakan. Tindakan konkret seperti memerangi korupsi, mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi, dan meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan adalah contoh nyata dari penerapan prinsip-prinsip kepemimpinan yang efektif. Pemimpin masa kini perlu memiliki visi yang jelas dan strategi yang kuat untuk menerapkan nilai-nilai etika dan moral dalam pembangunan masyarakat.

c. Inklusivitas

Khulafaur Rasyidin berusaha untuk mencakup seluruh masyarakat, termasuk pemeluk agama lain, dalam pengambilan kebijakan dan pemberdayaan. Mereka menghormati hak-hak minoritas dan memberikan kebebasan beragama selama tetap mematuhi hukum negara.

Jika kita kaitkan dengan konteks masa kini bahwa Pemimpin harus memperhatikan inklusivitas dalam kepemimpinannya. Dalam masyarakat yang multikultural dan multireligi, inklusivitas adalah kunci untuk menciptakan harmoni dan stabilitas. Pemimpin harus menghargai keragaman, memastikan perlindungan hak-hak minoritas, dan berusaha untuk menciptakan lingkungan yang inklusif bagi semua warganya.

d. Berorientasi pada pelayanan

Khulafaur Rasyidin dianggap sebagai pemimpin yang melayani masyarakat, bukan mencari kekuasaan atau keuntungan pribadi. Mereka menganggap diri mereka sebagai khalifah yang bertanggung jawab untuk mengelola amanah tersebut dengan baik.

Jika kita kaitkan dengan konteks masa kini bahwa mentalitas pelayanan adalah aspek penting dalam kepemimpinan yang efektif di era modern. Pemimpin harus memiliki komitmen yang kuat untuk melayani kepentingan publik, bukan kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu. Sikap rendah hati, kepedulian, dan dedikasi untuk masyarakat akan membantu membangun kepercayaan dan dukungan dari warga.

 Sumber :

https://www.kompas.com/stori/read/2022/10/31/210000879/hikmah-di-balik-peristiwa-hijrahnya-nabi-muhammad?page=all#google_vignette

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6600464/dua-hikmah-di-balik-peristiwa-hijrahnya-nabi-muhammad-saw#:~:text=Salah%20satu%20hikmah%20besar%20dari,sangat%20berat%20dari%20kafir%20Quraisy.

https://www.bsimaslahat.org/blog/2021/08/11/kisah-dan-hikmah-dibalik-peristiwa-hijrah-nabi-muhammad-saw/

https://islamic-economics.uii.ac.id/hikmah-hijrah/

Terima Kasih sudah membaca Silahkan berikan komentar yang baik dan bermanfaat bagi admin dan pembaca semua. terima kasih

Featured post

Hak dan kewajiban suami istri menurut imam mazhab

--> Kewajiban suami atau hak istri a)       Meminpin, memelihara dan membimbing keluargaserta menjaga dan bertanggung jawab atas ...

Popular Posts