Wellcome to Jeymind18

Saturday 11 May 2013

SIKAP GURU DAN PERILAKU SISWA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR



A.    Pengertian Sikap
Dalam mencari pemecahan terhadap permasalahan sebagaimana yang telah di kemukakan oleh penulis, maka selanjutnya penulis akan mengemukakan beberapa konsep teori yang relevansi dengan upaya untuk menyelesaikan sesuatu penelitian yang diangkat oleh penulis.
Secara historis istilah “sikap” (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan sebagai status mental seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap yang sering dikaitkan dengan konsep mengenai posisi tubuh seseorang.[1]
Sikap manusia atau singkatnya kita sebut sikap, telah didefenisikan dalam berbagai versi para ahli, pada dasarnya defenisi dan pengertian sikap dapat dilihat dari tiga kerangka pemikiran yaitu:
Pertama para ahli psikologi seperti Louis Thurston (1982; salah seorang tokoh terkenal dibidang pengukuran sikap), dan Carles Osgood menurut mereka sikap adalah sesuatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan sikap seseorang terhadap sesuatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan yang tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, 1972). Secara lebih spesifik Louis Thurston melihat sikap hanya sebagai tingkatan efeksi saja belum mengaitkan sikap dan perilaku.
Kedua, menurut Allen Guy dan Edgley 1980 mendefenisikan sikap sebagai sesuatu perilaku tendensi atau kesiapan antisipasif, peredisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Menurut pemikiran yang ke tiga, adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme), mendefenisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi).[2]
Dalam konteks sikap ini menurut Stephen R. Covey (1989) ada tiga teori determinisme yang diterima secara luas, baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untu menjelaskan sikap manusia yaitu :
1.      Determinisme genetic (genetic determinisme);
2.      Determinisme psikis (psycic determinisme); dan
3.      Determinisme lingkungan (environmental determenisme)
Determinisme genetic (genetic determinisme) berpendapat bahwa sikap individu ditirukan oleh sikap kakek neneknya, itulah sebabnya seseorang memiliki sikap dan tabiat seperti nenek moyangnya.
Determinisme psikis (psycic determinisme) berpendapat bahwa sikap merupakan dari hasil perlakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya. Determinisme lingkungan (environmental determenisme) berpendapat bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu itu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut. Bagaimana atasan memperlakukan kita, sebagaimana pasangan kita situasi ekonomi atau kebijakan-kebijakan pemerintah semuanya membentuk sikap individu.[3]
Sedangkan pengertian mengajar dilihat dari esensinya dalam proses belajar mengajar, telah menyangkut kegiatan mendidik. Dalam artian untuk menghantarkan anak didik kepada tingkat kedewasaannya, baik secara fisik maupun mental. Secara umum mengajar diartikan sebagai usaha guru untuk menyampaikan dan menanamkan pengetahuan kepada siswa atau anak didik. Jadi mengajar lebih cenderung kepada transfer of know ladge.[4]

B.     Pengertian Guru
Menurut Ahmad D Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan siterdidik.[5]
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas

Pernikahan Siri


A.    Pengertian Penikahan siri
Pernikahan siri atau sering disebut nikah siri yang beredar pada masyarakat, ada tiga macam yaitu: Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat; kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di Lembaga Pencatatan Sipil Negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu, dan lain sebagainya. Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.[1]
Salah satu alasan pernikahan adalah karena adanya rasa cinta, rasa ingin berbagi, ingin memiliki dan ingin membentuk rencana indah di kemudian hari. Jangan lupa bahwa dalam pernikahan juga ada dorongan nafsu seksual dan hasrat yang meluap. Kalau ada yang tidak setuju dengan adanya nafsu ini, silahkan buktikan apakah sering ditemui pasangan yang menikah tetapi tidak pernah berhubungan badan selama hidupnya. Rasanya sedikit sekali atau bahkan tidak ada yang seperti itu.
Oleh karena itu terkesan agak sembarangan jika menuduh orang yang menikah siri adalah orang yang mengutamakan nafsunya. Ukuran nafsu ini relatif. Ada orang yang menikah siri memang karena nafsunya yang kelewat besar. Yang model seperti ini, kambing yang di hias juga mau. Ada yang berprinsip hukum dagang, saling menguntungkan kedua belah pihak. Pihak pria memberikan nafkah lahir, dan pihak wanita memberikan nafkah batin, yang mungkin tidak diperoleh dengan baik dari istrinya yang resmi (yang ada bukti suratnya).
Ada yang karena perbedaan agama dan orang tuanya tidak setuju dengan perbedaan itu. Ada juga yang karena perbedaan umur yang cukup mencolok. Misalnya sang pria sudah berumur diatas 45 tahun, dan sang wanita masih berumur 20-25 tahun. Akan menjadi bahan tertawaan orang seandainya umur mertua lebih muda dari umur menantunya.
Nah, pada waktu MUI masih menggodok RUU tentang nikah siri ini, apakah sudah terpikirkan akan hal-hal sebagai berikut :
  • Jumlah kaum wanita lebih banyak dari kaum pria
  • Tidak semua isteri menyetujui suaminya menikah lagi
  • Tidak semua isteri mengerti bagaimana melayani suaminya dengan baik
  • Tidak semua suami hasrat seksualnya terpenuhi oleh sang isteri, meskipun demikian, sang suami tetap tidak berniat menceraikan isterinya
  • Tidak semua wanita sanggup mencari pekerjaan dengan baik. Jika ada yang mau menikahinya secara siri, mengapa tidak, daripada harus terjerumus menjadi penjaja cinta jalanan?
  • Pernikahan siri dapat menghasilkan pemerataan pendapatan, walaupun persentase-nya mungkin kecil sekali.
  • Pelarangan pernikahan siri akan menimbulkan dampak sosial meningkatnya pelacuran, karena adanya masalah ekonomi dari sang pelaku, termasuk juga adanya ketakutan para pria untuk masuk penjara selama 3 bulan (sangsi dari nikah siri ini).[2]
B.     Hukum pernikahan siri

1.      Hukum Pernikahan Tanpa Wali
Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
لا نكاح إلا بولي
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].

Daftar Isi




Friday 10 May 2013

Sertifikasi Guru

1.         Pengertian Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru adalah  proses pemberian  sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.
“Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional”[1].
Dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwasanya sertifikasi merupakan sertifikat atau tanda yang diberikan oleh pihak yang berwenang terhadap seseorang atas kinerja dan keprofesionalan seseorang pada suatu bidang dalam hal ini pada dunia pendidikan yaitu guru.
2.         Tujuan Dan Manfaat Sertifikasi Guru
Pada undang-undang guru dan dosen dimaktubkan bahwasanya” Sertifikasi bagian dari upaya peningkatan mutu guru dan  dan peningkatan kesejahteraanya. Oleh karena itu melalui sertifikasi ini diharapkan guru menjadi pendidik yang profesional yaitu yang berpendidikan minimal S.1/D-4 atau telah memenuhi syarat-syarat yang setara dengan hal tersebut, sehingga dapat dipahami sertifikasi pendidik bertujuan untuk:
a.         Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b.        Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
c.         Meningkatkan martabat guru
d.        Meningkatkan profesionalitas guru[2]

Dari rumusan di atas dapat ditarik pemahaman bahwasanya sertifikasi mempunyai tujuan untuk pengupayaan kelayakan seorang guru dalam menjalankan tugasnya mewujudkan dari apa yang menjadi visi dan misi pendidikan dan proses meningkatkan pada mutu akademik yang dihasilkan, karena rendahnya gaji guru telah memberikan kontribusi yang besar terhadap rendahnya profesionalisme sehinga diharapkan dengan peningkatan penghasilan seorang agar dapat bekerja atau melaksanakan tugasnya seprofesional mungkin.
Selain  dari tujuan di atas sertifikasi juga mengandung manfaat sebagai berikut diantaranya :
a.         Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
b.        Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.
c.         Meningkatkan kesejahteraan guru[3]

Dari penjelasan di atas  dapat dipahami pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada kapasitas dan kualitas satuan-satuan pendidikan dalam mentranformasikan peserta didik untuk memperoleh nilai tambah, baik yang terkait dengan aspek olah pikir, rasa, hati, dan raganya.
3.         Dasar dan Pelaksanaan Sertifikasi
Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005. Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8 :
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan  rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.[4]

Dari dasar hukum di atas dapat dipahami bahwasanya proses pemberian  sertifikasi diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu sehingga sertifikasi dapat dijadikan sarana atau instrumen untuk mencapai pendidikan yang berkualitas.
4.           Peserta Sertifikasi Guru.
Semua guru yang memenuhi persyaratan berhak mengikuti sertifikasi, baik guru PNS maupun Non-PNS. UU Nomor 14 tahun 2005  tentang Guru dan Dosen tidak membedakan guru menurut unit organisasinya, terutama masalah yang berkaitan dengan tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus.  Dalam pasal ini sebagai mana ditegaskan :
a)        Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
b)        Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.[5]
Dari pemaparan di atas Mengenai peserta yang dibolehkan untuk mengikuti proses penyaringan kebijakan sertifikasi sesuai dengan butir-butir undang-undang yang dimaktubkan dapat pahami bahwasanya setiap orang diberikan kewenangan untuk mengikutinya asalkan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, baik  selaku guru yang telah PNS maupun Honorer, baik melalui jalur pengabdian maupun uji kompetensi yang dimilikinya.
5.         Prinsip  Sertifikasi Guru
1.    Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel Objektif
2.    Berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan nasional.
3.    Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
4.    Dilaksanakan secara terencana dan sistematis.
5.    Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah.[6]
Dari rumusan di atas kebijakan sertifikasi pendidik, adalah sebagai suatu kepedulian pemerintah yang semakin meningkat terhadap kesejahteraan pendidik secara ekonomi maupun terhadap peningkatan profesionalisme pendidik dalam rangka mendukung peningkatan mutu pendidikan. Oleh sebab itu sudah sewajarnya sertifikasi dilakukan secara objektif dan transparan, yaitu sesuai dengan dasar utamanya seseorang yang berhak mendapatkan sertifikasi harus dilakukan secara terbuka dan mendapatkan penilaian dari semua kalangan baik secara formal (akademik) maupun secara sosial atau kemampuan berinteraksi dan keteladanan pada lingkungan hidupnya, kemudian dapat berorientasi kepada peningkatan mutu pendidikan nasional dan universal baik dalam bidang keilmuan duniawi maupun ukhrowi.
6.         Kriteria Dan Persyaratan
a.        Persyaratan Umum
1.        Guru yang masih aktif mengajar disekolah dibawa binaan departemen pendidikan Nasional yaitu yaitu guru yang mengajar di sekolah umum, kecuali guru agama. Sertifikasi guru bagi guru agama ( termasuk guru agama yang memiliki NIP 13) dan semua guru yang mengajar di Madrasah ( termasuk guru bidang studi umum yang memiliki NIP 13 ) diselenggarakan oleh departemen agama. Sesuai dengan surat edaran bersama Direktur Jenderal Departemen Agama Nomor SJ/dj.I/Kp.02/1569/2007, Nomor 4823/F/SE/2007 tahun 2007.
2.        Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan formal yang diangkat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, 1 Desember 2008 (Pasal 67).
3.        Guru bukan PNS harus memiliki SK sebagai guru tetap dari penyelenggara pendidikan, sedangkan guru bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK dari dinas pendidikan provinsi/ kabupaten/kota
4.        Pada tanggal 1 Januari 2011 belum memasuki usia 60 tahun.
5.        Memiliki nomor unit pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).[7]

Dari penjelasan di atas secara umum dapat dipahami bahwasanya semua guru dalam jabatan boleh mengikuti sertifikasi guru asalkan dapat memenuhi persyaratanya.

7.         Rekrutmen Peserta Sertifikasi Guru
Proses rekrutmen peserta sertifikasi mengikuti alur sebagai berikut:
a.    Dinas Kabupaten/Kota menyusun daftar panjang guru yang memenuhi persyaratan sertifikasi.
b.    Dinas Kabupaten/Kota melakukan rangking calon peserta kualifikasi dengan urutan kriteria sebagai berikut:
1.  Masa Kerja
2.  Usia
3.  Golongan (bagi PNS)
4.  Beban mengajar
5.  Tugas tambahan
6.  Prestasi kerja
c.    Dinas Kabupaten/Kota menetapkan peserta sertifikasi sesuai dengan kuota dari Ditjen PMPTK dan mengumumkan daftar peserta sertifikasi tersebut kepada guru melalui forum-forum atau papan pengumuman di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.[8]

Dari penjelasan di atas Untuk mengrekrut atau mengalang calon peserta sertifikasi yaitu dilakukan oleh Depdiknas kabupaten atau kota yang telah diberi kewenangan oleh Depdiknas provinsi baik melalui klasifikasi pertimbangan Masa kerja yang dihitung selama seseorang menjadi guru atau guru PNS terhitung dari diterbitkannya surat keterangan melaksanakan tugas berdasarkan SK CPNS. kemudian bagi guru non PNS masa kerja dihitung selama guru mengajar yang dibuktikan dengan Surat Keputusan dari sekolah berdasarkan surat pengangkatan dari yayasan atau lembaga yang bersangkutan.

8.         Kuota Sertifikasi
Dalam  menetapkan kuota sertifikasi tentunya ada beberapa ketetapan diantaranya:
a.         Kuota yang melalui Depag yaitu kuota provinsi di tetapkan oleh:
1.    Ditetapkan oleh direktorat jenderal pendidikan Islam
2.    Penetapan kuota provinsi didasarkan atas data guru yang terdapat pada database Ditpais, Ditjen Pendis.
3.    Perhitungan kuota provinsi menggunakan data guru berkualifikasi S1 pada masing-masing provinsi[9]

b.        Kuota yang melalui Diknas Kuota Provinsi yaitu ditetapkan oleh:
1.    Kuota provinsi ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK)
2.    Penghitungan kuota provinsi didasarkan atas jumlah guru yang terdaftar pada sistem pendataan NUPTK Ditjen PMPTK.
3.    Kuota provinsi ditetapkan secara profesional didasarkan atas jumlah guru pada masing-masing provinsi yang memenuhi persyaratan sebagai calon peserta sertifikasi guru.[10]

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwasanya bagi penetapan kuota sertifikasi yang berada di lingkungan DEPAG ditetapkan oleh direktorat jenderal pendidikan Agama Islam, penghitungan kuota provinsi dilakukan didasari atas data guru yang terdapat pada pada Database Ditpais dan Ditjenpendis, serta menggunakan data guru berkualifikasi S.1 pada masing-masing provinsi yang bersangkutan, sedangkan untuk pendidikan dibawa naungan DIKNAS yaitu oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK).
9.         Macam – Macam Pelaksanaan Sertifikasi Guru
Ada dua macam pelaksanaan sertifikasi guru, yaitu:
a.    Melalui penilaian portofolio bagi guru dalam jabatan, dan
b.    Melalui pendidikan profesi bagi calon guru
Sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui penilaian portofolio yang telah diperoleh oleh seorang guru. Penilaian portofolio tersebut merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
a.         Kualifikasi akademik;
b.        Pendidikan dan pelatihan;
c.         Pengalaman mengajar;
d.        Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
e.         Penilaian dari atasan dan pengawas;
f.         Prestasi akademik;
g.        Karya pengembangan profesi;
h.        Keikutsertaan dalam forum ilmiah;
i.          Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
j.          Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.[11]

Dengan ini dapat kita ketahui bahwasanya pelaksanaan sertifikasi guru dilakukan yaitu pertama bagi guru dalam jabatan atau PNS yaitu melalui penilaian dan Portofolio sebagai bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya atau prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Kedua  peserta yang melalui Pendidikan dan pelatihan profesi guru (Diklat Profesi Guru/DPG) merupakan program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki otoritas untuk melaksanakan sertifikasi guru bagi peserta sertifikasi yang belum lulus penilaian portofolio. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan profesi guru diakhiri dengan ujian yang mencakup kompetensi guru dibidang pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Adapun beberapa kompetensi dijelaskan sebagai berikut:
1.        Kompetensi Pedagogik
Pemahaman terhadap peserta didik, Perancangan pembelajaran, Pelaksanaan pembelajaran dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Perancangan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dengan indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.[12]

2.        Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.[13]

3.        Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar, berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, dan orang tua atau wali peserta didik serta masyarakat sekitar.[14]


4.        Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.[15]
Berdasarkan penjelasan di atas seorang guru harus dapat menguasai kompetensi yang berkaitan dengan profesinya, sehingga hal itu dapat  meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan out put yang dihasilkan.
10.       Kewajiban Bagi Guru Yang Telah Lulus Sertifikasi
Peningkatan kesejahteraan guru harus lah sebanding dengan perbaikan kualitas pendidikan. Sehingga guru harus lebih profesional dan ingat bahwa tunjangan profesi yang diperoleh terdapat hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Kewajiban tersebut berupa pemberian pelayanan pendidikan dengan baik. Sehingga peningkatan kualitas pendidikan dapat terwujud sebagaimana yang termaktub dalam rumusan UUGD.
“Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.”[16]

Dari rumusan UUGD di atas maka dapat dipahami dalam melaksanakan tugas pokoknya dalam proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampuh 1 (satu) jenis mata pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya, serta melibatkan diri dalam merumuskan dan mengatur manajemen sekolah seperti: dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Yang dirincikan dalam kegiatan diantaranya penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes atau ulangan, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain.
a.        Jam Kerja
Para guru yang telah lulus uji kompetensi melalui sertifikasi harus melaksanakan ketentuan yaitu beban kerja tatap muka guru minimal 24 jam pelajaran per minggu sebagaimana dalam UUGD.
“Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran”[17].

Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu per semester. Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi mengunakan sistem blok atau perpaduan antara sistem mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka, guru akan terlibat dalam aktifitas persiapan tahunan atau semester , ujian sekolah maupun Ujian Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir tahun atau semester.
b.        Uraian Tugas Guru
Adapun tugas yang wajib dilakukan oleh guru yang lulus sertifikasi adalah:
1.        Merencanakan Pembelajaran
Sebelum guru melaksanakan proses belajar mengajar di kelas terlebih dahulu guru merancang proses pembelajaran, agar tujuan belajar mengajar dapat berjalan dengan maksimal sebagai mana ditegaskan
“Guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah. Kegiatan penyusunan RPP ini diperkirakan berlangsung selama 2 (dua) minggu atau 12 hari kerja. Kegiatan ini dapat diperhitungkan sebagai kegiatan tatap muka.”[18]

Dari Penjelasan di atas maka dapat dipahami setiap guru yang akan melakukan proses pembelajaran di kelas terlebih bagi guru yang telah lulus sertifikasi harus mempersiapkan perencanaan lebih awal yaitu pada awal tahun atau semester. dan setiap kali pertemuan proses pembelajaran yang dilakukan di kelas perangkat tersebut (RPP) dapat dijadikan standar acuan dari proses pelaksanaan pembelajaran sehingga hal itu dapat menjadikan proses pembelajaran yang dilakukan menjadi terlaksana dengan terencana dan membuahkan hasil yang memuaskan.
2.        Melaksanakan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan dimana terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru, kegiatan ini adalah kegiatan tatap muka yang sebenarnya. Guru melaksanakan tatap muka atau pembelajaran dengan tahapan kegiatan berikut.
1.    Kegiatan awal tatap muka
a.    Kegiatan awal tatap muka antara lain mencakup kegiatan pengecekan dan atau penyiapan fisik kelas, bahan pelajaran, modul, media, dan perangkat administrasi.
b.    Kegiatan awal tatap muka dilakukan sebelum jadwal pelajaran yang ditentukan, bisa sesaat sebelum jadwal waktu atau beberapa waktu sebelumnya tergantung masalah yang perlu disiapkan,
c.    Kegiatan awal tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.
2.    Kegiatan tatap muka
a.    Dalam kegiatan tatap muka terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru dapat dilakukan secara face to face atau menggunakan media lain seperti video, modul mandiri, kegiatan observasi atau ekplorasi.
b.    Kegiatan tatap muka atau pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud dapat dilaksanakan antara lain di ruang teori/kelas, laboratorium, studio, bengkel atau di luar ruangan.
c.    Waktu pelaksanaan atau beban kegiatan pelaksanaan pembelajaran atau tatap muka sesuai dengan durasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum sekolah.
3.    Membuat Resume Proses Tatap Muka
a.    Resume merupakan catatan yang berkaitan dengan pelaksanaan tatap muka yang telah dilaksanakan. Catatan tersebut dapat merupakan refleksi, rangkuman, dan rencana tindak lanjut.
b.    Penyusunan resume dapat dilaksanakan di ruang guru atau ruang lain yang disediakan di sekolah dan dilaksanakan setelah kegiatan tatap muka.
c.    Kegiatan resume proses tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.[19]

Dari beberapa penjelasan di atas dapat dipahami bahwasanya seorang guru yang telah telah diakui profesinya diwajibkan memenuhi tahapan-tahapan sebagaimana dijelaskan di atas demi terciptanya pendidikan yang bermutu.
3.        Menilai Hasil Pembelajaran
Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, “Adapun tes yang dimaksud diantaranya:
a.    Penilaian dengan tes.
b.    Penilaian non tes berupa pengamatan dan pengukuran sikap.
c.    Penilaian non tes berupa penilaian hasil karya.”[20]
Dari uraian di atas seorang guru wajib melakukan evaluasi pembelajaran. Sehingga hal itu diharapkan menjadi informasi yang bermakna untuk menilai peserta didik maupun dalam pengambilan keputusan lainnya. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes. Penilaian non tes dapat dibagi menjadi pengamatan dan pengukuran sikap serta penilaian hasil karya dalam bentuk tugas, proyek fisik, atau produk
4.        Membimbing dan Melatih Peserta Didik
Dalam mengemban tugas sebagai seorang guru haruslah senantiasa membimbing dan melatih peserta didiknya karena hal itu diharapkan agar siswa lebih bersemangat dan terarah pada proses pembelajaran yang akan dilakukan. Adapun bimbingan yang dimaksud.
Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran, Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler dan Bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakurikuler”.[21]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam dunia Pendidikan seorang guru bukan hanya bertugas sebatas mentransferkan ilmu terhadap anak didiknya, tetapi ada kewajiban yang lain yang cukup mendasar yaitu membimbing, mengasuh dan mengarahkan anak didiknya, agar dapat melakukan proses belajar yang lebih baik Dan bertanggung jawab.

5.        Melaksanakan Tugas Tambahan
Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu tugas struktural, dan tugas khusus.
a.    Tugas tambahan struktural
b.    Tugas tambahan khusus[22]
Dari penjelasan di atas maka dapat di pahami bahwasanya Tugas Tambahan dibagi ke dalam dua kelompok yang dikategorikan pada tugas struktural dan tugas khusus. Tugas struktural yaitu tugas yang sesuai dengan ketentuan dengan struktur organisasi yang dimiliki oleh sekolah. Sedangkan Tugas khusus hanya berlaku pada tugas khusus dan pada sekolahan tertentu mengenai masalah khusus yang belum diatur atau dirumuskan oleh sekolah seperti di klasifikasikan pada tabel dibawah ini.
Tabel. 2.a  
Jenis Tugas Tambahan.
No
Kategori

Jenis Tugas Tambahan
Wajib Mengajar*
Ekuivalensi Jabatan
I
Struktural
1
Kepala sekolah
6
18
2
Wakil Kepala sekolah
12
12
3
Kepala perpustakaan
12
12
4
Kepala laboratorium
12
12
5
Ketua Jurusan program keahlian
12
12
6
Kepala Bengkel
12
12
7
Dll**
12
12
II
Khusus
1
Pembimbingan praktek kerja industri
12
12
2
Kepala unit produksi
12
12
 Catatan:
*   Nilai Minimal
** Tergantung Jenis Sekolah

Adapun dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwasanya pada jenis tugas tambahan struktural dapat di klasifikasikan sebagai berikut bagi kepala sekolah   jam wajib mengajarnya adalah 6 jam tatap muka dalam perminggu dan ekuivalensi jabatanya sebanyak 18 jam dalam perminggu, wakil kepala sekolah, kepala bagian atau jurusan tertentu jam beban mengajarnya adalah 12 jam pertemuan tatap muka dalam perminggu dan ekuivalensi jabatanya sebanyak 12 jam dalam perminggu, sedangkan pada jenis tambahan Khusus seperti pembimbing praktek industri dan kepala unit produksi mempunyai 12 jam beban mengajar dan beban ekuivalensinya jabatan sebanyak 12 jam dalam perminggu 
c.         Beban Tatap Muka
Jenis kegiatan guru yang dikategorikan tatap muka dan bukan tatap muka dicantumkan dalam
Tabel. 2. b
Jenis Dan Beban Tatap Muka
No
Jenis Kegiatan Guru
Kategori
Ekulvalensi Jam / Minggu
Ket
TM
BTM
1
Merancang pembelajaran

2

2
Melaksanakan Pembelajaran




a.     Kegiatan awal tatap muka

2

b.     Kegiatan tatap muka di kelas



c.     Membuat resume tatap Muka

2

3
Menilai hasil pembelajaran




a.     Penilaian tes

0

b.     Penilaian sikap

2
Semua guru
c.     Penilaian karya

2
Mata pelajaran tertentu
4
Membimbing dan melatih




a.    Bimbingan pada tatap muka

0

b.    Bimbingan intrakurikuler

0

c.    Bimbingan ekstrakurikuler

2

5

Melaksanakan tugas tambahan




a.     Kepala sekolah


18

b.     Wakil kepala sekolah


12

c.     Kepala perpustakaan


12

d.     Kepala Laboratorium


12

e.     Ketua Jurusan/ program


12

f.      Kepala Bengkel


12

g.     Pembimbingan praktek kerja industri


12
Hanya di SMK
h.     Kepala unit produksi


12
Hanya di SMK
i.       Tugas lain


6
Sesuai dengan kebutuhan sekolah
Catatan :
TM            = Tatap Muka
BTM         = Bukan Tatap Muka
*                = Beban Kerja tidak dikalikan Dengan rombongan belajar[23]

Dalam tabel di atas dapat dilihat ekuivalensi jam untuk kegiatan tatap muka di kelas dan juga selain kegiatan tatap muka di kelas minimal dalam perminggu . yaitu bagi guru biasa (tampa jabatan struktural) minimal mengajar 24 jam pertemuan tatap muka dalam perminggu, sedangkan bagi guru yang mempunyai jabatan struktural seperti (WK Kurikulum, Humas dll) mengajar 12 jam pertemuan Tatap Muka dalam perminggu sedangkan untuk kepala sekolah sendiri mengajar 6 jam pertemuan tatap muka dan 18 jam ekulvalensi jabatan struktural dalam perminggu. 
d.        Kondisi Penyebab Kekurangan Jam Mengajar.
Adapun sebab seorang guru tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar sebanyak 24 (dua puluh empat) jam tatap muka per minggu disebabkan salah satu atau beberapa kondisi sebagai berikut.
1.    Jumlah peserta didik dan rombongan belajar terlalu sedikit
2.    Jam pelajaran dalam kurikulum sedikit
3.    Jumlah guru di satu sekolah untuk mata pelajaran tertentu terlalu banyak
4.    Sekolah pada daerah terpencil atau sekolah khusus[24]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dimungkinkan adanya kekurangan beban mengajar pada suatu satuan pendidik tertentu, sehingga hal ini harus adanya alternatif pemecahan secara sistematis dan signifikan sehingga tujuan dan sasaran sertifikasi dapat terarah dengan baik dan teratur.

e.         Alternatif Pemenuhan
Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam tatap muka per minggu dapat memilih alternatif pemenuhan kewajiban mengajar seperti berikut .
1.    Mengajar pada sekolah lain, pendidikan terbuka, dan kelompok belajar.
a)    Mengajar pada sekolah atau madrasah lain Wajib mengajar 24 jam tatap muka per minggu dapat dipenuhi seorang guru dengan mengajar di sekolah atau madrasah lain baik negeri maupun swasta pada kabupaten/kota yang sama sesuai mata pelajaran yang diampu.
b)   Menjadi Guru Bina atau Pamong pada SMP Terbuka
c)    Menjadi Tutor pada program kelompok belajar Paket A, Paket B, dan Paket C.
2.    Melaksanakan team Teaching
3.    Melaksanakan pengayaan dan remidial khusus [25]

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwasanya bagi guru yang tidak mampu memenuhi kewajiban jam mengajarnya yaitu sebanyak 24 jam per minggu dikarenakan terjadinya salah satau masalah sebagai mana yang telah tersebut, maka seorang guru dapat menempuh jalan alternatif yaitu mengajar pada sekolah lain, pendidikan terbuka  dan kelompok belajar baik pada sekolah negeri maupun swasta sesuai dengan mata pelajaran yang diampuh atau masih pada mata pelajaran yang masih serumpun dengan dengan mata pelajaran yang diampuh serta melakukan team teaching dan pengayaan remedial khusus.


[1] UUGD pasal 8 dan 45 serta UU SISDIKNAS pasal 42 ayat 1.
[2]  Ibid, hal: 9
[3] http://www.OO webhost
[4] Depag. Rejang Lebong, Buku 2 Panduan Sertifikasi Panduan Sertifikasi 2008, Hal : 2
[5] Diknas RI, Op.cit Hal: 10
[6] DEPDIKNAS RI, Buku 1  Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru 2010, Hal: 9-10
[7] Ibid:  Hal: 15-16
[8] DIKNAS RI, Op.cit. Hal: 22
[9] Depag. Rejang Lebong, 2008, Op.Cit Hal : 4-5
[10] DEPDIKNAS RI, 2010, Op.cit Hal: 11
[11] Malik, Mansur, , Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, Hal: 101
[12]  Farida Sari Maya, Sertifikasi Guru, Yama Wijaya , Bandung, Hal: 21
[13] Ibid, Hal : 21
[14] Ibid, Hal: 22
[15] Ibid, Hal: 18
[16] DEPDIKNAS, Pedoman Penghitungan Beban Kerja Guru, 2008, Hal: 3
[17] Ibid, Hal: 3
[18] Ibid, Hal: 4
[19] Ibid, Hal: 4
[20] Ibid, Hal: 5
[21] Ibid, Hal: 5
[22] Ibid, Hal: 7
[23] Ibid, Hal: 8
[24] Ibid, Hal: 9-10
[25] Ibid, Hal: 11-13

Featured post

Hak dan kewajiban suami istri menurut imam mazhab

--> Kewajiban suami atau hak istri a)       Meminpin, memelihara dan membimbing keluargaserta menjaga dan bertanggung jawab atas ...

Popular Posts