Wellcome to Jeymind18

Tuesday 5 March 2013

ALIRAN MU’TAZILLAH


A.    Asal usul mu’tazillh
Kata mu’tazillah berasal dari kata I’tizal yang artinya memisahkan dirinya. Sedangkan mu’tazillah adalah berpisah atau memisahkan diri.secara istilah mu’tazillah menunjuk kepada dua golongan. Golongan pertama ( selanjutnya disebut mu’tazillah ) muncul sebagai respon politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam mengenai pertentangan Ali  bin Abi Thalib dengan lawan-lawannya, terutama dengan Muawiyah,Aisyah dan Abdullah bin Zubair. Golongan inilah yang mula-mula di sebut kaum mu’tazillah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khalifah.
Golongan kedua ( selanjutnya  disebut mu’tazillah II ) muncul sebagai respon persoalan  bagi teologi yang berkembang dikalangan khawarij dan murji’ah akibat adanya peristiwa takhim.golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij dan murji’ah tentang status kafir kepada orang yang berdosa besar .
Al-mas’udi mengatakan bahwa asal usul kemunculan mu’tazillah karena orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukanlah kafir, tetapi menduduki tempat diantara  kafir dan mukmin ( al-manzilah baina manzilatain ).dalam artian mereka memberi status orang yang berdosa besar jauh dari golongan orang mukmin dan kafir.
Ada seorang ulama terkanal  bernama Hasan Basri yang menyelengarakan pelajaranya di masjid kota Basra. Diantara muridnya yang terbilang pandai adalah washil bin Atho’.suatu hari imam Hasan Al-Basri ini menerangkan bahwa seorang islam yang beriman kepada Allah dan Rasulnya, kemudian orang itu melakukan dosa besar, lalu meningal sebelum bertobat. Menurut imam Hasan Al-Basri orang itu tetap muslim, hanya saja muslim yang durhaka.di akirat kelak dia masuk ke neraka untuksementara wakru guna menerima hukuman atas perbuatan dosanya itu sampai batas waktu tertentu. Sesudah menjalani hukuman itu dia di keluarkan dari neraka, kemudian dimasukan kedalam surga. Washil bin Atho’ setelah menyatakan berbeda pendirian dengan gurunya itu lalu di keluarkan dari majlis sendiri di suatu sudut masjid Basrah itu. Karena itu majlis di namakan kaum Mu’tazillah sebsb memisahkan diri dari jamaah majlis gurunya yaitu imam hasan Al-Basri. Washil diikuti oleh seorang temannya bernama Amir bin Ubaid. Sewaktu timbulnya Mu’tazillah, karena kekuasaan di pegang khalifah Hisyam bin Abdul Malik dari Bani Umayah.[1]

B.     Perkembangannya Mu’tazilah.
Mu'tazilah berkembang sebagai satu pemikiran yang ditegakkan diatas pandangan bahwa akal adalah sumber kebenaran pada awal abad ke dua hijriyah tepatnya tahun 105 atau 110 H di akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah di kota bashroh di bawah pimpinan Waashil bin Atho' Al Ghozaal. Kelompok atau sekte ini berkembang dan terpengaruh oleh bermacam-macam aliran pemikiran yang berkembang dimasa itu sehingga didapatkan padanya kebanyakan pendapat mereka mengambil dari pendapat aliran pemikiran Jahmiyah, kemudian berkembang dari kota Bashroh yang merupakan tempat tinggalnya Al Hasan Al Bashry, lalu menyebar dan merebak ke kota Kufah dan Baghdad,akan tetapi pada masa ini mu'tazilah menghadapi tekanan yang sangat berat dari para pemimpin bani umayah yang membuat aliran ini sulit berkembang dan sangat terhambat penyebarannya sehingga hal itu membuat mereka sangat membenci Bani Umayah karena penentangan mereka terhadap mazhab (aliran) mu'tazilah dan i'tikad mereka dalam permasalahan qadar bahkan merekapun tidak menyukai dan tidak meridhoi seorangpun dari pemimpin Bani Umayah kecuali Yazid bin Al Waalid bin Abdul Malik bin Marwan (wafat tahun 126 H ) karena dia mengikuti dan memeluk mazhab mereka.
Dalam hal ini berkata Al Mas'udy :Yazid bin Al Waali telah bermazhab dengan mazhab Mu'tazilah dan pendapat mereka tentang lima pokok (ajaran mereka) yaitu At Tauhid, Al Adl, Al Wa'iid, Al Asma wal Ahkam -yaitu pendapat Manzilah baina Al Manzilatain -dan amar ma'ruf nahi mungkar dan berkata lagi:(sehinga Mu'tazilah mengedepankan Yazid bin Al Waalid dalam sisi keagamaan dari Umar bin Abdul Aziz.
Permusuhan dan perseteruan antara Bani Umayah dengan Mu'tazlah ini berlangsung terus menerus dengan keras sampai jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah dan tegaknya kekuasaan Bani Abasiyah, kemudian bersamaan dengan berkembangnya kekuasaan Bani Abasiyah, berkembanglah Mu'tazilah dengan mulainya mereka mengirim para dai dan delegasi-delegasi ke seluruh negeri Islam untuk mendakwahkan mazhab dan i'tikad mereka kepada kaum muslimin dan diantara yang memegang peran besar dan penting dalam hal ini adalah Waashil bn Atho'. Dan kesempatan ini mereka peroleh karena mazhab mereka dengan syiar dan manhajnya memberikan dukungan yang besar dalam mengokohkan dan menguatkan kekuasaan Bani Abasiyah khususnya pada zaman Al Ma'mun yang condong mengikut aqidah mereka, apalagi ditambah dengan persetujuan Al Ma'mun terhadap pendapat mereka tentang Al Quran itu Makhluk sampai-sampai Al Ma'mun mengerahkan seluruh kekuatan bersenjatanya untuk memaksa manusia untuk mengikuti dan meyakini kebenaran pendapat tersebut, lalu beliau mengirimkan mandat kepada para pembantunya di Baghdad pada tahun 218 H untuk menguji para hakim, Muhadditsin dan seluruh Ulama dengan pendapat bahwa Al Qur'an adalah makhluk, demikian juga beliau memerintahkan para hakim untuk tidak menerima persaksian orang yang tidak berpendapat dengan pendapat tersebut dan menghukum mereka, maka terjadilah fitnah yang sangat besar. Diantara para ulama yang mendapatkan ujian dan cobaan ini adalah Al imam Ahmad bin Hambal -dan kisah beliau ini sangat terkenal-, akan tetapi beliau tetap teguh dengan aqidah dan pendapat Ahli Sunnah wal Jamaah tentang hal tersebut yaitu bahwa Al Qur'an adalah kalamullah dan bukan makhluk.
Mu'tazilah terus mendapat perlindungan dan bantuan dari para penguasa Bani Abasiyah dari zaman Al Ma'mun sampai zaman Al Mutawakil dan pada zaman tersebut sekte mu'tazilah dijadikan mazhab dan aqidah resmi negara, satu faktor yang membuat mereka mampu menyebarkan kekuasaan mereka dan mampu menekan setiap orang yang menyelisihi mereka, lalu mereka menjadikan padang sebagai ganti dari hujjah dan dalil. Maka berkembanglah aliran ini di negeri-negeri muslimin dengan bantuan dari sebagian pemimpin-pemimpin Bani Abasyah.[2]
 Kemudian mereka terpacah menjadi dua cabang:
1)      Cabang Bashroh, yang terwakili oleh tokoh-tokoh seperti Waashil bin Atho', Amr bin Ubaiid, Utsman Ath Thowil, Abu Al Hudzail Al 'Alaaf, Abu Bakr Al Ashom, Ma’mar bin Ubaad, An Nadzom, Asy Syahaam, Al Jaahidz, Abu Ali Aljubaa'i, Abu Hasyim Al Jubaa'i dan yang lain-lainnya.
2)       Cabang Baghdad, yang terwakili oleh tokoh-tokoh seperti Bisyr bin Mu'tamir, Abu Musa Al Mardaar, Ahmad bin Abii Duaad, Tsumamah bin Al Asyras, Ja'far bin Harb, Ja'far bin Mubasyir, Al Iskaafy, Isa bin Al Haitsam Al Khayaath, Abul Qasim Al Balkhy Al Ka'by dan yang lain-lainnya.
Sebenarnya faktor yang mendasar yang mendorong mereka sibuk dan memperdalam ilmu kalam adalah untuk membalas hujjah dengan hujjah dan untuk menghancurkan hujjah-hujjah para musuh Islam serta untuk membantah semua tuduhan dan kebohongan mereka sehingga akhirnya mereka berlebih-lebihan dalam mengutamakan dan mengedepankan ilmu ini atas semua ilmu yang selainnya, lalu mereka menjadikannya sebagai satu-satunya cara untuk menentukan adanya Allah dan Rububiyah-Nya, hujah-hujah kenabian dan untuk mengenal sunnah dari bid'ah, sebagimana yang dikatakan Al Jaahidz: dan sesuatu apakah yang lebih agung dari segala sesuatu, seandainya tidak karena kedudukannya, tidaklah dapat ditetapkan kerububiyahan-Robb, tidak dapat ditegakkan hujjah-hujah kenabian dan tidak dapat dipisahkan antara hujjah dengan syubhat, dalil dengan apa yang terbayangkan dalam bentuk dalil. Dengannya dapat dikenal Al Jamaah dari Al Firqoh (kelompok yang menyempal) dan sunnah dari bid'ah serta keanehan dari yang masyhur.
Walaupun mu'tazilah telah melakukan usaha yang besar dalam menekuni dan menyelami kehidupan akal sejak abad ke dua sampai ke lima hijriyah, akan tetapi tidak mendapatkan keberhasilan dan kesuksesan bahkan akhirnya mengalami kemunduran dan kegagalan dalam bidang tersebut. Hal ini tampaknya terjadi karena mereka tidak mengambil sumber manhaj mereka dari Al Qur'an dan As Sunnah, bahkan mereka mendasarinya dengan bersandar kepada akal semata yang telah dirusak oleh pemikran filsafat yunani dan bermacam-macam aliran pemikiran. Sebab setiap pemikiran yang tidak diterangi dengan manhaj kitabullah dan Sunnah Nabi dan jalannya para Salaf Ash Sholeh maka akhirnya adalah kehancuran dan kesesatan walaupun demikian hebatnya, karena mengambil sumber dan penerangan dari Al Kitab dan Sunnah akan menerangi jalannya akal sehingga tidak salah dan tersesat dan berjalan dengan jalannya para salafus sholeh adalah pengaman dari kesesatan dan penyimpangan karena mereka telah mengambil sumber mazhabnya dari sumber-sumber yang murni dari Al Kitab yang tidak terdapat padanya satu kebathilanpun dan dari As Sunnah yang barang siapa yang berpegang teguh dengannya berarti telah berada pada hujjah yang terang benderang.
Berkata Shodruuddin Ibnu Abil Izzi Al Hanafy dalam mengomentari ahlil kalam yang menta'wil nash-nash Al Kitab dan As sunnah dengan akal-akal mereka, diantaranaya Mu'tazilah dan sebab kesesatan mereka adalah berpalingnya mereka dari meneliti kalamullah dan kalam Rasulillah dan menyibukkah diri dengan kalam Yunani dan bermacam-macam aliran pemikiran yang ada.
Oleh karena itu keutuhan dan kekelanggengan adalah miliknya Ahlissunnah dan kehancuran adalah miliknya Mu'tazilah sebagai aplikasi dari firman Allah :
tAtRr& šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ôMs9$|¡sù 8ptƒÏŠ÷rr& $ydÍys)Î/ Ÿ@yJtGôm$$sù ã@ø¡¡9$# #Yt/y $\ŠÎ/#§ 4 $£JÏBur tbrßÏ%qムÏmøn=tã Îû Í$¨Z9$# uä!$tóÏGö/$# >puù=Ïm ÷rr& 8ì»tFtB Ót/y ¼ã&é#÷WÏiB 4 y7Ï9ºxx. Ü>ÎŽôØo ª!$# ¨,ysø9$# Ÿ@ÏÜ»t7ø9$#ur 4 $¨Br'sù ßt/¨9$# Ü=ydõuŠsù [ä!$xÿã_ ( $¨Br&ur $tB ßìxÿZtƒ }¨$¨Z9$# ß]ä3ôJusù Îû ÇÚöF{$# 4 y7Ï9ºxx. Ü>ÎŽôØo ª!$# tA$sWøBF{$# ÇÊÐÈ  
Artinya :
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan
Sebab penamaannya.
Para Ulama telah berselisih tentang sebab penamaan kelompok (aliran) ini dengan nama Mu'tazilah menjadi beberapa pendapat:
Pertama: Berpendapat bahwa sebab penamaannya adalah karena berpisahnya Waashil bin Atho' dan Amr bin Ubaid dari majlis dan halaqohnya Al Hasan Al Bashry. Hal ini didasarkan oleh riwayat yang mengisahkan bahwa ada seseorang yang menemui Al Hasan Al Bashry, lalu berkata : wahai imam agama, telah muncul pada zaman kita ini satu jamaah yang mengkafirkan pelaku dosa besar. dan dosa besar menurut mereka adalah  yang mengeluarkan pelakunya dari agama, dan mereka adalah Al Wa'iidiyah khowarij dan jamaah yang menangguhkan pelaku dosa besar, dan dosa besar menurut mereka tidak mengganggu (merusak) iman, bahkan amalan menurut mazhab mereka bukan termasuk rukun iman, dan iman tidak rusak oleh kemaksiatan, sebagaiman tidak bermanfaat ketaatan bersama kekufuran, dan mereka adalah murjiah umat ini, maka bagaimana engkau memberikan hukum bagi kami dalam hal itu secara i'tikad? Lalu Al Hasan merenung sebentar tentang hal itu, dan sebelum beliau menjawab, berkata Waashl bin Atho': saya tidak akan mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu mu'min dan tidak juga kafir, akan tetapi dia di dalam satu kedudukan diantara dua kedudukan tersebut (manzlah baina manzilatain), tidak mu'min dan tidak kafir. Kemudian dia berdiri dan memisahkan diri ke satu tiang dari tiang-tiang masjid menjelaskan jawabannya kepada para murid Al Hasan, lalu berkata Al Hasan : telah berpisah (i'tizal) dari kita Washil, dan Amr bin Ubaid mengikuti langkah Waashil, maka kedua orang ini beserta pengikutnya dinamakan Mu'tazilah.
Berkata A Qodhi Abdul Jabaar Al Mu'tazily dalam menafsirkan sebab penamaan mereka ini telah terjadi dialog antara Waashil bin Atho' dan Amr bin Ubaid dalam permasalahan ini -permasalahan pelaku dosa besar-lalu Amr bin Ubaid kembali ke mazhabnya dan meninggalkan halaqoh Al Hasan Al Bashry dan memisahkan diri, lalu mereka menamainya Mu'tazily, dan ini adalah asal penggelaran Ahlul Adil dengan Mu'tazilah.
Kedua: Berpendapat bahwa mereka dinamai demikian karena ucapan imam Qatadah kepada Utsman Ath Thowil: siapa yang menghalangimu dari kami? apakah mereka Mu'tazilah yang telah menghalangimu dari kami? Aku jawab : ya.
Berkata Ibnu Abl Izzy : dan mu'tazilah adalah Amr bin Ubaid dan Waashil bin Atho' Al Ghozaal serta para pengikutnya, mereka dinamakan demikian karena mereka memisahkan diri dari Al Jamaah setelah wafatnya Al Hasan Al Bashry di awal-awal abad kedua dan mereka itu bermajlis sendiri dan terpisah, sehngga berkata Qotadah dan yang lainnya: merekalah Mu'tazilah.[3]
C.     Ajaran mu’tazillah

Lima Ajaran mu’tazillah yang terkenal dengan istilah al-ushul al-khamsah, yaitu lima prinsip ajaran yang dikembankan oleh mu’tazillah:
a.       Tauhid
Bagi kaum mu’tazillah tauhid mempunyai arti tuhan harus disucikan dari segala yang dapat menngurangi arti ke maha esaan,oleh karena itu dialah yang qadim. Bila ada yang qadim lebih darei satu maka telah terjadi ta’addul al-qudama (terbilang  zat yang bermulaan).untuk memurnikan ke esaan tuhan (tanzih),mu’tazillah menolak konsep tuhan miliki sifat-sifat, pengambaran fisik tuhan. Menurut mu’tazillah tuhan itu esa, tidak yang menyamainya  
b.      Adil
Keadilan berarti meletakan tanggung jawab atasa perbuatan-perbuatan, manusia bisa mengerjakan perintah-pgerintahnya dan meninggalkan larangan-larangannya karena kekuasaan yang di jadikan tuhan pada diri manusia. Lebih  jauhnya tentang keadilan ini mereka berpendapat sebagai berikut :
1.   Tuhan menguasai tentang kebaikan serta tidak menghendaki keburukan.
2.   Manusia bvebas berbuat dan kebebasan ini qudrat kekuasaan yang dijadikan tuhan pada diri manugsia.
3.   Makhluk di ciptakan atas dasar hikmah kebijaksanaan
4.   Tuhan tidak melarang atas sesuatu, kecuali terhadap yang di larang dan tidak menyuruh kecuali sesuai kemampuan
5.   Kaum mu’tazillah tidak mengaku bahwa manugsia itu memiliki qudrat dan iradat, tetapi hal itu hanya pinjaman belaka.
6.   Manusia dapat di larang atau di cegah untuk melakukan qudrat dan iradat.
c.       Janji dan ancaman
Prinsip dan ancaman yang di pegang oleh kaum mu’tazillah adalah untuk membuktikan keadilan tuhan sehingga manusia dapat merasa balasan tuhan atas segala perbuatannya. Di sini peranan janji dan ancaman bagi manusia agar manusia bertanggung jawab atas perbuatannya, ajarannya ialah :
1.      Orang mukmin yang berdosa besar lalu mati sebelum bertobat, ia tidak akan mendapat ampunan tuhan.
2.      Di akhirat tidak ada syafaat, sebab berlawanan dengan al-wa’du wal wahid (janji dan ancaman.
3.      Tuhan akan membalas kebaikan manusia yang telah berbuat baik dan akan menjatuhkan siksa terhadap manusia yang melakukan kejahatan.
d.      Tempat di antara dua tempat
Yang di maksud dengan tempat di antara dua tempat yang di kemukaan oleh kaum mu’tazillah yuaitu tempat bagi orang fasik. Orang-orang yang melakukan dosa besar tetapi tidak musyrik mereka di namai fasik dan nantinya di tempatkan di suatu tempat yang berada di antara surga dan neraka.
e.       Menyeluruh kebaikan dan melarang kejelekan
Dasar ini pada kenyataannya hanya sekedar berhubungan dengan amal lahir. Tuhan menyuruh kebaikan kepada manusia dan pelaksanaannya sesuai kemampuan.dia melarang keburukan adalah mutlak harus harus di tinggalkan menurut mereka orang yang menyalahi pendirian mereka diangap sesat dan harus di benarkan serta harus di luruskan kewajiban ini harus di laksanakan oleh setiap muslim umtuk menegakan agan serta memberi petunjuk kepada orang yang sesat.[4]

D.    Aliran mu’tazillah membagi perbuatan manusia menjadi dua bagian yaitu :
1.      Perbuatan yang timbul dengan sendirinya seperti gerakan refleks, perbuatan ini jelas bukan di adakan manusia atau terjadi dengan sendirinya.
2.      Perbuatan-perbuatan bebas, di mana manusia bisa melakukan pilihan antara mengerjakan atau tidak mengerjakan.perrbuatan semacam ini lebih pantas di katakan di ciptakan (khalq) manusia daripada di katakan di ciptakan tuhan, karena adanya alasan-alasan akal fikiran dan syara’.
Alasan-alasan akal fikiran (dalil aqliyah) :
Ø  Kalau perbuatan itu di ciptakan tuhan seluruhnya, sebagaimana yang di katakan aliran jabariyah,maaka apa perlunya ada taklif (perintah/beban hukum) pada manusia.
Ø  Pahala dan siksa akan ada artinya, karena manusia dapat mengerjakan atau tidak dapat mengerjakan yang baik atau yang buruk yang timbul dari kehendak sendiri.
Alasan-alasan syara’ (dalil naqliyah):

E.     Tokoh aliran mu’tazillah
1.      Washil bin atho’
Washil bin atho’di lahirkan di madinah tahun 70-an. Ia pindah kebasrah untuk belajar. Di sana ia berguru kepada seorang ulama masyur, yaitu hasan al-basri. Washil bin atho’ temasuk rmurid yang pandai,cerdas, tekun belajar. Ia berani berani mengeluarkan pendapat yang berbeda sehingga ia bersama pengikutnya di namakan golongan di namakan mu’tazillah. Pemikiran adalah diantara nya seorang muslim yang berbuat doosa besar dihukumi tidak mukmin dan tidak pula kafir, tetapi fasik dan keberadan orang tersebut diantaranya mukmin dan kafir.
Washil bin atho’ untuk mengguatkan pendapat bahwa iman itu adalah ungkapan bagi sifat-sifat oran yang baik, yanyg apabila sifanya-sifat tersebut terkumpul pada diri seseorang  maka ia di sebut mukmin.dengan demikian, kata mukmin tersebut murupakan nama pujian. Orang yang melakukan dosa besar berarti memiliki sifat-sifat yang tidak baik, maka ia tidak berhak untuik mendapakan nama pujian itu.
2.      Abu huzail al-allaf
Abu huzail al-allaf di ;lahirkantahun 135h/751 m. ia berguru kepad usman at-tawil (murid washil bin atho’)dan hidup dimana pada zaman dimana ilmu pengetahuan seperti filsafat dan ilmu-ilmu lain dari yunani \telah berkembang pesat di diunia arab.ia wafat tahun 235 h /849 m.abu huzail merupakan generasi kedua mu’tazillah yang menintroduksi dan menyusun dasar-dasar paham mu’tazillah dan disebut ushul khamsah.
3.      Al-jubai
Ia mempunyai nama ali muhamad binabdul wahabyang lahir tahun25 h/849 mdi jubai. Al-jubaiberguru kepada asy-syahham, salah seorang murid abu huzail.ia mempunyai pola pikir yang tidak jauh berbeda dengan tokoh-tokoh mu’tazillah lainnya, yakni mereka mengutamakan akal dalam memahami dan memecahkan perssoalan teologi.
4.      As-zamakhsyari
Az-zamaksyari lahir pada tahun 467 h dan belajar di beberapa negara, ia pernah bermukim di tanah suci mekah  dalam rangka belajar agama, selain itu juga banyak mengunakan waktunya untuk menyusuk kitab tafsir al-kasysyaf yang berorientasi paham mu’tazillah,meski demikian kitab tafsir beliau tidakhanya di guna dari kalangan  mu’tazillah saja. Beliau juga banyak juga menyusun buku tentah balaghah bahasah dan lainnya dan ia wafat tahun 538 H.[5]


[1] Abdurrazak, Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang, 2004

[2] Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, Jakarta : Pustaka Setia, 2005



[3] Al-Adnani Abu Fatiah, Agenda Al- Muzzai, Solo : Pustaka Amanah, 1999

[4] Saifuddin Dhuhri, Diktat Kuliah¸ Lhokseumawe: STAIN Malikussaleh , 1999


[5] Harun Nasution , Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan, Jakarta :UI Press. 2002

No comments:

Featured post

Hak dan kewajiban suami istri menurut imam mazhab

--> Kewajiban suami atau hak istri a)       Meminpin, memelihara dan membimbing keluargaserta menjaga dan bertanggung jawab atas ...

Popular Posts