Wellcome to Jeymind18

Tuesday 5 March 2013

ALIRAN ASY’ARIAH

A.    Awal Munculnya Aliran Asy’ariyah
             Aliran Asy’ariyah merupakan sempalan dari Al Mu’tazilah. Nama Al-Asy’ariyah diambil dari nama Abu Al-ha Ali bin ismail Al-Asy’ari yang lahir di kota Basharam ( irak ) pada tahun 206 H / 873 M. Pada awalnya Al-asy’ari ini berguru kepada tokah Mu’tazilah waktu itu, yang bernama Abu Ali Al-jubai dalam pembelajaran itu ia membandingkan berbagai pemikiran yang telah ada dan ilmu yang sedang berkembang. Ia merenungkan dan membandingkan ajaran mu-tazillah dengan paham ahli fiqih dan hadist.[1]
            Ketika berusia 40 thn beliau merenungkan di rumahnya selama 15 hari untuk memikirkan hal tersebut. Pada hari  jum’at beliau naik mimbar di masjid bashra secara remsmi dan menyatakan pendiriannya keluar dari mu’ tazhillah dalam khutbahnya beliau mengatakan sebagai berikut: “ wahai masyarakat, barang siapa mengenal aku, sungguh dia telah mengenal aku. Barang siapa yang tidak mengenal ku, maka aku mengenal diri sendiri. Aku adalah Abu Al- hasan ali bin ismail al-asy’ari. Dahulu aku berpendapat sbahwa Al’- Qur’an adalah makhluk, bahwa sesungguhnnya allah tidak melihat mata, maka perbuatan jelek aku sendiri yang membuatnnya. Aku bertaubat, bertaubat dan mencabut paham-paham Mu’tazilah dan keluar dari padanya.[2]
            Al- Asy ‘ari menulis tidak kurang dari 90 kitab dalam berbagai  bidang ilmu. Beliau menolak pendapat golongan jahmiyah- contoh perdebatan antara imam al-Asy’ary dengan Abu Ali Al-jubai.
B.     Perkembangan Paham Asy’ariyah
      Paham kaum Asy’ariyah berlawanan dengan paham Mu’tazilah. Golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa allah itu mempunyai sifat di antaranya, mata, wajah, tangan serta bersemayam di singgasana ‘Arsy. Namun semua ini dikatakan la yukayyaf wa la yuhad  (tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya). [3]
            Aliran Asy’ariah mengatakan juga bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asy’ari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang mempunyai wujud karena Allah mempunyai wujud ia dapat dilihat. Untuk meyakinkan pendapatnya, beliau mengutip ayat-ayat Al-Qur’an sebagai dalilnya. Di antaranya yaitu:
      a. QS Ar-Rum ayat 25
         Yang artinya :    Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradah-            Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu ( juga ) kamu keluar ( dari kubur ). “ ( QS.Ar-Rum : 25 ).
       b. QS. Yasin ayat 82
            Yang artinya : “ sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “ jadilah !” maka terjadilah ia.” (QS. Yasin : 82
       c. QS. Al-A’raf ayat 54
             Yang artinya : “ Sesengguhnya tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan ( diciptakan-Nya pula ) matahari, bulan, dan bintang- bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah,tuhan semesta alam. “ (QS. Al-A’raaf: 54)
        d. QS. Al-Kahfi ayat 109
           Yang artinya : “katakanlah,”sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). “ (QS.al-kahfi:109)
        e. QS. al-mukmin ayat 109
            Yang artinya ; “katakanlah hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada satupun dari keadaanmereka yang tersembunyi bagi Allah.(lalu Allah berfirman):” kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi maha mengalahkan.” (QS.al-mukmin:16)
C.    Penyebab Keluarnya Al-Asy’ari dari Aliran Mu’tazillah
          Penyebab keluarnya al-Asy’ari dari aliran Mu’tazillah antara lain:
       a. pengakuan al-Asy’ari telah bertemu Rasulullah sebanyak 3 kali, yakni pada malam ke-10,  ke-20, dan ke30. Bulan ramadhan. Dalam mimpinya itu rasulullah memperingatkan agar meninggalkan paham Mu’tazilah.[4]
       b. Al-Asy’ari merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran Mu’tazilah dalam soal-soal perdebatan yang telah dikemukakan di depan.
       c. Karena kalau seandainya Al-Asy’ari tidak meninggalkan aliran Mu’tazilah maka akan terjadi perpecahan dikalangan kaum muslimin yang bisa melemahkan mereka. [5]
D.    Pemikiran Al-Asy’ari
            Al-Asy’ari sebagai orang yang pernah menganut paham Mu’tazilah tidak dapat menjauhkan diri dari pemakaian akal dan argumentasi pikiran. Ia menentang dengan kerasnya yang mengatakan bahwa akal pikiran dalam agama atau membahas soal-soal yang tidak pernah disinggung oleh Rasulullah merupakan suatu kesalahan. Dalam hal ini ia juga mengingkari orang yang berlebihan menghargai akal pikiran, karena tidak mengakui sifat-sifat tuhan.
               Beberapa pendapat Al-Asy’ari adalah sebagai berikut:
     a. Sifat
             Al-Asy’ari  mengakui sifat-sifat Tuhan ( wujud, Qidam, Baqa, Wahdania, Sama’, Basyar, kalam, dan seterusnya ). Sesuai Dzat tuhan itu sendiri dan sama sekali tidak menyerupai sifat-sifat  makhaluk. Tuhan dapat mendengar tetapi tidak seperti kita, dan seterusnya.
      b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia
   Al-Asy’ari mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk berbuat.
       c. Melihat Tuhan Pada Hari Kiamat
            Al-Asy’ari mengatakan bahwa tuhan dapat dilihat, tetapi tidak menuntut cara tertentu dan tidak pula arah tertentu Al-maturidi mengatakan juga bahwa manusia dapat melihat tuhan.[6]
           Firman Allah dalam QS. Al-Qiyamah ayat 22 dan 23 yang artinya:
           “ wajah-wajah (orang-orang mukmin ) pada hari itu berseri-seri. Kepada tuhannyalah mereka melihat.” ( QS. al-Qiyamah:22-23)
        d. Dosa besar
            Al-Asy’ari mengatakan bahwa orang mukmin yang mengesakan Tuhan tetapi fasik, terserah kepada tuhan, apakah akan diampuni dan langsung masuk syurga atau akan dijatuhi siksa karena kefasikannya.[7]
              Untuk mempelajari ajaran-ajaran yang dikemukakan oleh Asy’ari ini tentu harus dipelajari dari pendapat-pendapatnya melalui karangan-karangannya sendiri atau karangan pengikut-pengikutnya. Di sini kami kutip ajaran Asy’ari yang relevan dengan ajaran ahlissunah waljama’ah  yaitu:
    1. tuhan bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti.
    2. sifat-sifat tuhan yaitu sifat-sifat positif  yang ada atau ma’ani yaitu qudrat, iradat, hidup dan seterusnya.
     3. Al-Qur’an sebagai manifestasi kalamullah yang qadim sedang Al-Qur’an berupa hurufnya serta suara adalah baru (hadis).
     4. ciptaan tuhan karena tujuan.
     5. tuhan menghendaki kebaikan bukan keburukan.
     6. tuhan tidak berkewajiban.
       8. mengutus rasul-rasul.
       9. memberi pahala kepada orang yang taat dan menjatuhkan siksa atas orang yang durhaka.
      10. tuhan boleh memberi beban di atas kesanggupan manusia.
      11. kebaikan dan keburukan tidak dapat diketahui oleh akal semata.
      12. perbuatan-perbuatan manusia tuhanlah yang menjadikannya.
      13. Ada syafaat pada hari kiamat.
      14. keutusan Nabi Muhammad diperkuat dengan mukjizat-mukjizat.
      15. kebangkitan di akhirat, pengumpulan manusia pertanyaan munkar dan nangkir dikubur dan timbangan amal perbuatan manusia, jembatan (shirat) semuanya adalah benar.
      16. surga dan neraka adalah makhluk.
       17. semua sahabat-sahabat nabi adil dan baik.
       18. sepuluh sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh nabi  pasti terjadi.
       19. ljma’ adalah sesuatu kebenaran yang harus diterima.
       20. Orang mukmin yang mengerjakan dosa besar akan masuk surga setelah menjalani siksa.[8]




E.     Tokah-Tokoh Aliran Asy’ariyah
      a. Al-Baqillani
            Al-Baqillani namanya Abu bakar muhammad bin tayib lahir di kota Basrah, tempat kelahiran gurunnya, yaitu Al- Asy’ari ia terkenal cerdas otaknya, simpatik dan banyak jasanya dalam pembelaan agama.
            Al baqillani mengambil teori atom yang telah dibicarakan oleh aliran Mu’tazilah sebagai  dasar penetapan kekuasaan tuhan yang tak terbatas.  Jauhar adalah suatu hal yang mungkin, artinya bisa wujud dan bisa tidak, seperti halnya aradh. Menurutnya tiap-tiap aradh mempunyai lawan aradh  pula. Di sinilah terjadi mukjizat itu karena mukjizat tidak lain hanyalah penyimpangan dari kebiasaan.
       b. Al-juwaini
                        Namanya Abdul Ma’ali bin Abdillah, dilahirkan di naisabur (Iran). setelah besar pergi kekota Mu’askar dan akhirnya tinggal di kota Bagdad. Kegiatan ilmiahnya meliputi ushul figh dan teologi Islam. Empat hal yang berlaku pada kedua bidang ilmu tersebut, yaitu:
       1).  Illat  : Seperti ada sifat “ilmu” (tahu) menjadi illat (sebab) seseorang dikatakan “mengetahui “ (alim).
       2). Syarat: Sifat “hidup” menjadi syarat seseorang dikatakan mengetahui.
       3). Hakikat: Hakikat orang yang mengetahui ialah orang yang mempunyai sifat “ilmu”.
       4). Akal pikiran: Seperti penciptaan menunjukan  adanya zat yang menciptakan.
        C. Al-Ghazaly
                        Namanya Abu Hamid Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali, yang oleh umat Islam sesudahnya diberi gelar Hujjatul Islam, yaitu intelektual muslim yang memberi argumentasi yang logis tentang ajaran-ajaran Islam. Lahir tahun 450 H, di tus kota kecil di  churassan Iran.                   Al-Ghazali adalah ahli pikir islam yang memiliki  puluhan karya seperti teologi islam, hukum islam, dan lain-lain. Sikapnya yang dikemukakan dalam bubunya yang berjudul Tafriqah bainal Islam waz zandagah dan Al-Iqtishad. menurut Al-Ghazali  perbedaan dalam soal-soal kecil baik yang bertalian dengan masalah bidang akidah atau amalan. Bahkan pengingkaran terhadap soal khilaffat yang sudah disepakati oleh kaum muslimin tidak boleh dijadikan alasan untuk mengkafirkan orang.
        d. Ibnu Faruk (wafat 406 H)
        e. Ibnu Ishak al-Isfaraini ( wafat 418 H)
        f. Abdul Kahir al-Bagdadi (wafat 429 H )
        g. Abdul Mudzafar al-Isfaraini (wafat 488 H)
        h. Ibnu Tumart (wafat 524 H)
        i. As-Syihristani (wafat  548 H)


[1] Salihun A. Nasir. 1996 : Pengaantar Ilmu Kalam. Jakarta ; Raja Grapindo persada. Hal 154
[2] Ibid, Hal ; 155
[3] Ibid, hal ; 173-175
[4] Muhammad Abdul Wahab. 1948, Kitab At-Tauhid. Ditasbih M. Hamid Al-Fakri. Mesir Ansharus Sunnah Al-Muhammadiyah. Hal ; 120
[5] Ahmad Hanafi. 1983, teologi Islam. Jakarta : Bulan Bintang. Hal :129
[6] Abdul Rozak, Ilmu Kalam . Hal ; 129
[7] Ibid, hal ; 469
[8] Ahmad hanafi, teologi islam. Hal 127-128

No comments:

Featured post

Hak dan kewajiban suami istri menurut imam mazhab

--> Kewajiban suami atau hak istri a)       Meminpin, memelihara dan membimbing keluargaserta menjaga dan bertanggung jawab atas ...

Popular Posts