Wellcome to Jeymind18

Thursday 28 February 2013

Analisis Kebijakan

-->
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.        Pengertian Analisis Kebijakan
Perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan sosial abad ini kian pesat, bahkan sebagian ahli kebijaksanaan telah berani mengklaim bahwa kebijaksanaan telah tumbuh dan berkembang menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang menaungi analisis kebijaksanaan. Kebijaksanaan telah diupayakan sedemikian rupa untuk diilmiahkan, dalam terminology politik, kebijakan diartikan sebagai milik birokrat sedangkan dunia ilmiah dalam terminologi penelitian adalah milik ilmuan. Upaya untuk menyelesaikan kesenjangan ini telah diperkirakan oloeh sejumlah ahli sehingga nantinya kebijakan yang dihasilkan lebih banyak berwarna ilmiah ketimbang berwarna politik. Sebelum lebih jauh lagi terlebih dahulu kita akan membahas apa pengertian dari analisis kebijaksanaan itu sendiri.
Menurut Sudarwan Danin 200:26 bahwa :
“Analisis kebijakan ( policy analysis ) merupakan penelitian dimaksudkan untuk mengkaji proses pembuatan kebijakan. Analisis kebijakan ditampilkan secara tipikal oleh ilmuan atau pakar politik yang berminat dengan proses dimana kebijakan diadopsi sebagai efek dari peristiwa-peristiwa politik. 
Untuk memperjelas pembahasannya ia mengutip pandangan Lidbiom (1986) tentang hal tersebut, Lidbiom mengatakan bahwa: Kita sering menjumpai teknik-teknik baru ini digunakan dalam proyek-proyek dengan nama analisis kebijaksanaan (policy analysis). Meski kita menggunakan istilah analisis sebagai sebutan gampang bagi segala macam informasi, pembicaraan, dan analisis tentang kebijaksanaan, istilah analisis biasanya menunjuk batasan yang lebih sempit sekitar bentuk-bentuk spesifik dari analisis professional. Dalam bentuknya yang terbaik suatu analisis kebijaksanaan merumuskan masalah kebijaksanaan sebagai sesuatu yang utuh, merinci sasaran dan nilainya, mengajukan dan mengevaluasi alternatife pemecahan, dan mengidentifikasi pemecahan yang paling erat berkaitan dengan nilai-nilai yang telah diformulasikan”
Menurut, William N. Dunn,2003:1 dengan mengutip pandangan Harold Lasswell ia menuliskan bahwa secara umum, analisis kebijaksanaan dapat dipahami sebagai cara untuk menghasilkan pengetahuan dan segala proses dalam kebijaksanaan. Ia pun menambahkan bahwa terdapat ciri-ciri yang menggambarkan pengetahuan yang relevan dengan kebijaksanaan, selain itu juga dapat dilihat dari bagaimana pengetahuan itu dihasilkan, juga dari orientasi yang mendasar: pengetahuan adalah penuntun tindakan dan bukan tujuan itu sendiri.
Berdasarkan konsep diatas telah mampu merasakan arti penting analisis kebijaksanaan, tentang hal ini akan dikembangkan dalam poin selanjutnya. Lindblom menyadari sepenuhnya bahwa analisis kebijakan juga memiliki kelemahan-kelemahan, seperti yang dituliskan oleh Sudarwan Danim, 2000:27, bagi Lindblom paling tidak kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilihat dari empat sisi yaitu : (1) analisis tidak selalu benar atau dapat saja salah hal ini diakui oleh khalayak pemilik atau warga : (2) analisis tidak selamanya adaptif untuk menyelesaikan konflik antara nilai dan kepentingan : (3) proses kerja analisis lambat dan biaya mahal : (4) analisis tidak  sepenuhnya dapat menunjukan secara nyata masalah-masalah mana yang harus diselelenggarakan oleh Negara.
Analisis kebijakan adalah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijaksanaan, sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijaksanaan. Walaupun demikian, analisis kebijaksanaan hanya meliputi evaluasi kebijaksanaan dan anjurannya (policy advocacy). Analisis kebijaksanaan disadap dari berbagai disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat penandaan (desingnative), penilaian (evaluative),dan anjuran ( advocative). Hal ini dikemukakan oleh William N. Dunn,2003: 29-31.
Selanjutnya, tetap dalam buku yang sama, William N. Dunn, 28. Mengutip deskripsi analisis kebijaksanaan dari ES. Quade dengan harapan dapat membantunya untuk menerangkan arti analisis kebijaksanaan. ES. Quade bahwa setiap jenis analisis yang menghasilkan informasi dapat menjadi dasar bagi para pengambil kebijaksanaan dalam menguji pendapat-pendapat mereka. Dalam analisis kebijaksanaan, kata analisis digunakan dalm pengertian yang paling umum. Kata tersebut secara tidak langsung menunjukan penggunaan institusi dan pertimbangan yang mencakup tidak hanya pengujian kebijaksanaandengan pemecahan kedalam komponen-komponennya, tetapi juga merencanakan dan mencari sintetis atas alternatif-alternatif baru. Aktivitas-aktivitas ini meliputi penelitian untuk menjelaskan atau memberi wawasan terhadap problem atau isu yang mendahului atau untuk mengevaluasi program yang sudah selesai. Beberapa analisis bersifat informal yang tidak lebih hanya berupa pemikiran keras dan teliti, sedang yang lainnya memelurkan data yang luas, sehingga dapat dihitung dengan proses matematika yang unik.
Penjelasan ini memberikan gambaran kepada kita bahwa analisis kebijaksanaan memiliki ragam metode dalam penelitiannya. Namun yang menjadi persoalan kemudian adalah metode apa yang dapat menggambarkan secara spesifik tentang analisis kebijaksanaan. Memang analisis kebijaksanaan memiliki ragam kelemahan dan kekurangan, namun setidaknya hal tersebut dapat menjadi alternatif atau pilihan untuk dilakukan saat ini. salah satu contoh seperti yang terjadi disebuah Negara maju seperti Amerika Serikat, analisis yang berkaitan dengan (policy analysis) makin mapan dengan melibatkan banyak pihak seperti badan usaha swasta, organisasi sosial, universitas dan institusi penelitian, yang menciptakan arus besar studi tentang kebijakan.
2.2.        Pengertian Kebijakan
Untuk mewujudkan suatu tujuan atau suatu target, dibutuhkan adanya pelaksanaan yang merupakan proses kegiatan yang berkesinambungan, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Santoso Sastropoetro, bahwa pelaksanaan diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan tertentu yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau program. Parlata Westa, mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah aktifitas atau usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijakan yang telah dirumuskan dan  ditetapkan dengan dilengkapi semua unsur yang dibutuhkan (Marsuki,2002).
Konsep implementasi dalam penelitian ini juga didasari oleh apa yang dikemukakan George C.Edward, ia menguraikan pengertian implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Agustino, 2008:149). Edward mengemukakan adanya 4 (empat) variabel baik langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi proses implementasi, yaitu:
a.    Komunikasi, persyaratan utama bagi komunikasi kebijakan yang efektif adalah para pelaksana kebijakan harus mengetahui apa yang harus mereka kerjakan. Komunikasi berpengaruh besar terhadap berhasilnya implementasi kebijakan.Komunikasi yang baik akan melancarkan penerapan kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan pada saat kebijakan itu dibuat.
b.    Disposisi, atau sikap adalah watak dan karakteristik yang dimilikii oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis, sehingga sikap yang positif juga akan memberikan pengaruh positif terhadap implementasi kebijakan.
c.    Sumber Daya, variabel ini merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Tanpa sumber daya, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya manusia, maupun sumber daya finansial. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya akan tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
d.    Struktur Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan . salah satu dari aspek struktur dari setiap organisasi adalah adanya Standar Operasi Prosedur
(SOP). Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan Red-Tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks.
          Sedangkan tokoh lain, Van Meter dan Van Horn, masih dalam Dasar-Dasar Kebijakan Publik juga mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, ataupun kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Agustino,2008).
            Selain itu, banyak definisi lain yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan, Thomas Dye dalam Dasar-dasar Kebijakan Publik menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do), (Agustino, 2008). Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David Easton, Lasswell dan Kaplan, dan Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan mengalokasikani nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan”, ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara Lasswel dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a projected program of goals, values and practices). Carl Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objective), atau kehendak (purpose).
Dari beberapa teori-teori tersebut di atas menjadi dasar dari penelitian ini dan dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan menyangkut dalam tiga hal pokok, yaitu:
1.    Adanya tujuan atau sasaran kebijakan;
2.    Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan
3.    Adanya hasil kegiatan.
Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman atau petunjuk bagi setiap usaha untuk mencapai tujuan, sehingga setiap kegiatan memiliki kejelasan dalam bergerak. Berikut ini akan dikemukakan pengertian kebijakan dari beberapa ahli yaitu :
1.    Menurut Lowi (1980:6) dalam bukunya Robert. R. Mayer ( Rancangan Penelitian Kebijakn Penelitian Sosial ) memberikan batasan tentang kebijakan yaitu : “Kebijakan adalah pernyataan umum yang dibuat oleh otoritas pemerintahan dengan maksud untuk mempengaruhi perilaku warga Negara dengan menggunakan sanksi-sanksi yang positif dan negatife.
2.    Bauer (1980:2) dalam buku yang sama pula memberikan batasan tentang kebijakan, yaitu : “Kebijakan adalah sebagai suatu keputusan yang mencakup suatu tindakan yang akan datang atau diharapkan, sebagaimana berbeda dengan suatu keputusan mengenai suatu pelayanan kognitif atau evaluatife”.
2.3.        Pengertian Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah adalah pemilihan sebuah alternatife terbaik dari sekian banyak alternatife yang bersaing satu sama lain untuk mendominasi yang lainnya, kegiatan ini berlangsung terus menerus. Hal ini sangat penting untuk mengatasi keadaan pemerintah, pembangunan dan kemasyrakatan. Masyarakat biasanya lebih menilai apa yang tidak dilaksanakan oleh  ketimbang melakukan penilaian terhadap apa yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. Dapat dibayangkan apabila pemerintah kita saat ini berdiam diri terhadap kondisi krisis multi dimensional yang sedang menimpa bangsa kita atau terhadap meningkatnya angka pengangguran, kriminalitas, penyakit, musibah bencana alam dan lain-lain. Bahkan pemerintah dapat menciptakan pengaturan politik untuk mencapai konsensus, sehingga pada gilirannya pemerintah dapat mengambil keuntungan dari peran pengendali, penengah dan pelindung atau protektor dari konflik tersebut. Sampai disini kita dapat mengatakan bahwa kebijakan pemerintah dapat menciptakan situasi dan  kondisi, dapat pula terjadi sebaliknya bahwa kebijakan pemerintah diciptakan oleh situasi dan kondisi, dapat pula terjadi sebaliknya bahwa kebijakan pemerintah diciptakan oleh situasi dan kondisi.
Faried Ali dalam Studi Tentang Kebijakan Pemerintah, menguraikan defenisi kebijakan secara rinci. Ia mengungkapkan bahwa Kebijakan Sebagai studi diartikan sebagai pernyataan kehendak yang diikuti oleh unsur paksaan atau pengaturan, sehingga dalam pelaksanaanya akan dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Maka dalam kerangka tersebut Ia menekankan perlunya kekuasaan (power) dan wewenang (autority) dalam pelaksanaan kebijakan yang dapat dipakai untuk membina kerjasama dan meredam serta menyelesaikan berbagai kemungkinan terjadinya konflik sebagai akibat dari pencapaian kehendak (2010:2).
Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam Leo Agustino (2008:138), yaitu: 
”…adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang
          Dari kutipan tersebut, penulis pahami bahwa memang cukuplah mudah membuat dan merumuskan suatu kebijakan, namun implementasi dan pelaksanaannya yang kemudian akan tidak sesuai dengan harapan dan yang dicita-citakan sebelumnya, terlebih jika berada diatas kepentingan orang banyak.
Inu Kencana Syafie, 2001:147 mengutip pendapat Thomas R. Dye tentang defenisi kebijakan pemerintah, dimana perhatian utama kepemimpinan pemerintah adalah public policy (kebijakan pemerintah), yaitu apapun juga yang dipilih pemerinah, apakah mengerjakan sesuatu itu, ataukah tidak mengerjakan sama sekali (mendiamkan) sesuatu itu.
Pemerintah telah menjadi lokomotif dalam kegiatan bernegara, apapun yang dipilih oleh pemerintah adalah kebijakannya dan selalu bernaung dibalik otoritasnya dan kewenangannya, karena sistem perumusan kebijakan disuatu Negara terdapat beraneka ragam model, tergantung pada situasi dan kondisi serta sistem pemerintahan yang berlaku pada suatu Negara. Dalam konteks Negara demokrasi, mengingat pentingnya masalah pengambilan kebijakan maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak melibatkan publik dalam mengambil sebuah kebijakan. Perlu kita ketahui bahwa kebijakan itu tidak dibuat lebih berupa sebuah akumulasi.
Didalam proses kegiatan politik dengan proses kegiatan administrasi yaitu proses menggerakkan, menghidupkan dan mengembangkan Negara dalam mengembangkan ciri-ciri bangsa dan Negara, maka kebijakan-kebijakan yang merupakan reaksi respon atau tanggapan-tanggapan keinginan rakyat, kemauan bangsa dan kehendak Negara itu  diwujudkan dalam sikap-sikap, langkah-langkah, dan perbuatan-perbuatan yang diterapkan dan dilakukan oleh pemerintah.
             Selain itu, banyak definisi lain yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan, Thomas Dye dalam Dasar-dasar Kebijakan Publik menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do), (Agustino, 2008). Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David Easton, Lasswell dan Kaplan, dan Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan”, ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara Lasswel dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a projected program of goals, values and practices). Carl Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objective), atau kehendak (purpose).
Thomas R. Dye seperti yang dikutip oleh Soenarko lebih lanjut yang kiranya sesuai dengan jalan pikiran ini dalam bukunya Understanding Public Policy edisi V yang mengatakan “Public Policy adalah keadaan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu”. Berangkat dari defenisi tersebut ditegaskan bahwa apa yang diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan itulah Public Policy atau kebijakan pemerintah. Untuk itu berdasarkan fenomena tarsebut penulis menggunakan kebijakan pemerintah untuk menerjemahkan Public Policy.
Secara sederhana defenisi kebijakan pemerintah menurut Riant Nugroho (2003) adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan pemerintah. Lebih lanjut Riant merugikan “sesuatu” bekenaan dengan aturan main yang terdapat dalam kehidupan bersama baik dalam hubungan antar warga masyarakat maupun hubungan antar masyarakat dengan pemerintah, “kerja” hubungan suatu pemilihan keputusan oleh pemerintah yang meliputi aktivitas perumusan, pelaksanaan dan penilaian kebijakan pemerintah, kemudian “pemerintah” menurut Riant adalah Negara.
James E Anderson disamping mangemukakan defenisi Thomas R. Dye, didalam bukunya berjudul “Public Policy Making” mengemukakan pula defenisi Public Policy dari Robert Eyestone (Soenarko, 2005:42) sebagai berikut :
“Kebijakan Pemerintah adalah hubungan suatu lembaga pemerintah terhadap lingkungan”. Ini merupakan defenisi yang sangat luas, yang tentu saja baru memberikan kejelasan yang masih samar-samar dan orang masih perlu banyak mencari-cari pengertiannya”.
Anderson menyampaikan pula defenisi yang diberiakan oleh Carl J. Friedrich (Soenarko, 2005:42) sebagai berikut :
“Kebijakan Pemerintah adalah suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, golongan atau pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatannya dalam rangka mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan kehendak serta tujuan tertentu”.
Berdasarkan defenisi-defenisi diatas yang telah dikemukakan beberapa ahli tersebut, maka akan ditemukan konsep inti kebijakan pemerintah, yaitu :
a.    Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan pemerintah adalah tindakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh badan pemerintah yang memiliki wewenang.
b.    Sebuah reaksi kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijkan pemerintah berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkrit yang sedang berkembang di masyarakat.
c.    Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijkan pemerintah biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategis yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
d.    Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan pemerintah pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial.
e.    Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor. Kebijakn pemerintah berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langka-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan.
2.4.        Pemerintah Daerah
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia Pemerintah menurut etimologi berasal dari kata "Perintah", yang berarti suatu individu yang memiliki tugas sebagai pemberi perintah. Definisi dari Pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu negara yang meliliki cara dan sistem yang berbeda-beda dengan tujuan agar negara tersebut dapat tertata dengan baik.
Di beberapa Negara, pemerintah dan pemerintahan tidak dibedakan Inggris menyebutnya Government dan Prancis menyebutnya Gouvernment, keduanya berasal dari bahasa latin Gubernaculum yang dalam bahasa Arab disebut Hukumat, di Amerika Serikat disebut Administration sedangkan Belanda mengartikan Regerint sebagai penggunaan kekuasaan Negara oleh yang berwenang untuk menentukan keputusan dengan kebijaksanaan dalam rangka mewujudkan tujuan Negara dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah. Jadi Regeren digunakan untuk istilah pemerintahan pada tingkat Nasional atau pusat. Bastur diartikan sebagai keseluruhan badan pemerintah dan kegiatannya yang berlangsung berhubungan dengan usaha mewujudkan kesejahteraan rakyat.
             Secara etimologis Inu Kencana Syafiie, 2001: 43-44, menuliskan bahwa istilah pemerintahan berasal dari akar kata perintah yang kemudian mendapatkan imbuhan (pe-dan-an). Jika kata perintah mendapat awalan pe-maka hasilnya adalah kata pemerintah yang tidak lain adalah badan atau organ elit yang melakukan pekerjaan mengatur dan mengurus dalam suatu Negara. Dan jika kata pemerintah mendapatkan akhiran –an menjadi kata pemerintahan yang berarti perihal, cara, perbuatan, atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki legitimasi tersebut dalam kata dasar perintah terdapat unsur-unsur penting yang terkandung yaitu (1) Terdapat dua pihak, yaitu pihak yang memerintah disebut pemerintah dan pihak yang diperintah disebut rakyat. (2) Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan legitimasi untuk mengatur dan mengurus rakyat. (3) Pihak yang diperintah memiliki keharusan untuk taat kepada pemerintah yang sah. (4) Antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah terdapat hubungan timbal balik baik secara vertikal maupun horizontal.
             Lebih lanjut kita dapat mengamati defenisi pemerintah oleh para ahli, Inu Kencana Syafiie, 2001: 21-23 menuliskan pandangan para ahli tentang hal tersebut: menurut W . S. sayre, pemerintah adalah sebagai organisasi dari Negara, yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya. Sedangkan menurut C. F. Strong menilai bahwa pemerintah dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan Negara, kedalam dan keluar. Oleh karena itu, pertama, harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, kedua, harus mempunyai kekuatan legislatife atau dalam arti pembuat undang-undang, ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadaan Negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan Negara. Tidak jauh berbeda dengan hal tersebut, Wilson menyatakan pemerintah itu adalah suatu pengorganisasian kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan organisasi kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksud dan tujuan mereka, dengan hal-hal yang memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Termasuk di desa yang memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Perwakilan Desa (BPD).
Secara konseptual perlu dipahami tentang posisi pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah : penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk pengertian pemerintah daerah, dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 dan 3 bahwa :
Pasal 1
“Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
“Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah ( Birokrasi ) sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”.
Pasal 3
(1)       Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah:
a.    Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;
b.    Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.
(2)        Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah.
Selain itu, peran pemerintah daerah juga dimaksudkan dalam rangka melaksanakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan sebagai wakil pemerintah di daerah otonom yaitu untuk melakukan :
  1. Desentralisasi yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah kewewenang pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Dekonsentrasi yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu untuk dilaksanakan; dan
  3. Tugas pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
2.5.        HIV-AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome  (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immuno Deficiency Virus ) yang akan mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan berakibat yang bersangkutan kehilangan daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terinfeksi dan meninggal karena berbagai penyakit infeksi kanker dan lain-lain.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin pencegahan atau obat untuk penyembuhannya. Jangka waktu antara terkena infeksi dan munculnya gejala penyakit pada orang dewasa memakan waktu rata-rata 5-7 tahun. Selama kurun waktu tersebut walaupun masih tampak sehat, secara sadar maupun tidak pengidap HIV dapat menularkan virusnya pada orang lain. Karena AIDS bukan penyakit, AIDS tidak menular yang menular adalah HIV yaitu virus yang menyebabkan kekebalan tubuh mencapai masa AIDS. Virus ini terdapat dalam larutan darah cairan sperma dan cairan vagina, dan bisa menular pula melalui kontak darah atau cairan tersebut. Pada cairan tubuh lain konsentrasi HIV sangat rendah sehingga tidak bisa menjadi media atau saluran penularan.
Tidak ada gejala khusus jika seseorang sudah terinfeksi HIV, dengan kata lain orang yang mengidap HIV tidak bisa dikenali melalui diagnosis gejala tertentu, disamping itu orang yang terinfeksi HIV bisa saja tidak merasakan sakit. Berbulan-bulan atau tahun seseorang yang sudah terinfeksi dapat bertahan tanpa menunjukkan gejala klinis yang khas tetapi baru tampak pada tahap AIDS.
Ada 4 (empat) cara penularan HIV yaitu :
1.     Melalui hubungan seksual dengan seorang pengidap HIV tanpa perlindungan atau menggunakan kontrasepsi (kondom).
2.    HIV dapat menular melalui transfusi dengan darah yang sudah tercemar HIV.
3.    Seorang ibu yang mengidap HIV bisa pula menularkannya kepada bayi yang dikandung, itu tidak berarti HIV/AIDS merupakan penyakit turunan, karena penyakit turunan berada di gen-gen manusia sedangkan HIV menular saat darah atau cairan vagina ibu membuat kontak dengan cairan atau darah anaknya, dan
4.    Melalui pemakaian jarum suntik akufuntur, jarum tindik dan peralatan lainnya yang sudah dipakai oleh pengidap HIV.
Kasus penularan AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987 kemudian disusul dengan kasus-kasus berikutnya, sehingga pada tanggal 31 januari 1995 tercatat pengidap HIV 211 orang dan 69 penderita AIDS, 44 orang diantaranya meninggal. Data terakhir bulan Juni 1999 tercatat 88 mengidap HIV dan 26 penderita AIDS (sampai dengan 31 Agustus 1999).  Serupa dengan pola penyebaran dinegara lain, di Indonesia pun mulainya diantara orang-orang homo seks, kemudian muncul pada sekelompok kecil orang-orang yang berperilaku resiko tinggi seperti pecandu obat narkotika dan para tuna susila. Sasaran umum pembangunan jangka panjang kedua (PJP-II) sebagaimana dinyatakan dalam GBHN 1993 adalah terciptanya kwalitas manusia dan kwalitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri. Penyebaran HIV / AIDS dalam masyarakat bukan semata-mata hanya masalah kesehatan saja, tetapi mempunyai implikasi politik, ekonomi, sosial, etis, agama dan hukum, bahkan dampaknya secara nyata cepat atau lambat menyentuh semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Hal ini mengancam upaya bangsa untuk meningkatkan kwalitas sumber daya manusia.
Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan upaya penaggulangan HIV / AIDS, yang melibatkan semua sektor pembangunan nasional melalui program yang terarah, terpadu dan menyeluruh.

No comments:

Featured post

Hak dan kewajiban suami istri menurut imam mazhab

--> Kewajiban suami atau hak istri a)       Meminpin, memelihara dan membimbing keluargaserta menjaga dan bertanggung jawab atas ...

Popular Posts